IV. SYARI’AT ISLAMKalian tiada berarti sebelum
menjalankan Taurat dan Injil…
IBADAH VERTIKAL
oleh : Irene handono
Dalam masalah ibadah vertikal (ibadah mahdlah), pokok-pokok ajaran yang
dihujat adalah masalah shalat, puasa dan haji. Ketiganya merupakan
bagian dari 5 rukun Islam. Dan ketiga rukun ini dianggap sebagai hasil
adopsi dari ritual penyembah berhala7. Oleh sebab itu bahasan akan kami cukupkan pada ketiga macam ibadah ini.
Selain dianggap sebagai hasil adopsi ritual penyembah berhala, shalat yang menghadap kiblat dianggap sebagai ketundukan kepada saudi Arabia?.
Tuduhan ini memang agak berlebihan, apalagi bahwa bentuk Ibadah Yesus
dan Musa juga memiliki gerakan yang sama, seperti yang telah kita
singgung dan akan kita bahas lebih lanjut. Sedang masalah kiblat maka
akan lebih jelas dalam bahasan tentang Haji, walaupun dalam bahasan ini
juga kami singgung.
Shalat ialah suatu bentuk komunikasi antara makhluq dan
Penciptanya. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan shalat bukanlah
sekedar ruku’ dan sujud saja, membaca ayat-ayat al-Quran atau
mengucapkan takbir dan ta’zim demi kebesaran Allah tanpa mengisi jiwa
dan hati sanubari dengan iman, dengan kekudusan dan keagungan-Nya.
Tetapi yang dimaksudkan dengan shalat atau sembahyang ialah arti yang
terkandung di dalam takbir, dalam pembacaan, dalam ruku’, sujud serta
segala keagungan, kekudusan dan iman itu. Maka beribadat secara
demikian kepada Allah ialah suatu ibadat yang ikhlas.
“Kebaikan itu bukanlah karena kamu menghadapkan muka ke arah timur dan barat, tetapi kebaikan itu ialah orang yang
sudah beriman kepada Allah, kepada Hari Kemudian, rnalaikat-malaikat,
Kitab, dan para Nabi serta mengeluarkan harta yang dicintainya itu
untuk kerabat-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang
terlantar dalam perjalan, orang-orang yang meminta, untuk melepaskan
perbudakan mengerjakan sembahyang dan mengeluarkan zakat, kemudian
orang-orang yang suka memenuhi janji bila berjanji, orang-arang yang
tabah hati dalam rnenghadapi penderitaan dan kesulitan dan di waktu
perang. Mereka itulah orarng-orang yang benar dan rnereka itu
orang-orang yang dapat memelihara diri. “8
Orang mukmin yang
benar-benar beriman ialah yang menghadapkan kalbunya kepada Allah
ketika ia sedang sembahyang, disaksikan oleh rasa takwa kepada-Nya,
serta mencari pertolongan Allah dalam menunaikan kewajiban hidupnya. la
mencari petunjuk, memohonkan taufikAllah dalam memahami rahasia dan
hukum alam ini. Orang mukmin yang benar-benar beriman kepada Allah
tengah ia sembahyang akan merasakannya sendiri, selalu akan merasa,
dirinya adalah sesuatu yang kecil berhadapan dengan kebesaran Allah
Yang Maha Agung.
Dalam kita menghadapkan seluruh kalbu kita dengan Penuh ikhlas kepada Kebesaran Allah
Yang Mahasuci, kita mengharapkan pertolongan kepada-Nya untuk
memberikan kekuatan atas kelemahan diri kita ini, memberi petunjuk
dalam mencari kebenaran – alangkah wajarnya bila kita dapat melihat
Persamaan semua manusia dalam kelemahannya itu, yang dalam berhadapan
dengan Allah tak dapat ia memperkuat diri dengan harta dan kekayaan,
selain dengan imannya yang teguh dan tunduk hanya kepada Allah,
berbuat kebaikan dan menjaga diri. Persamaan ini dilambangkan dengan
satu kesatuan kiblat ke Baitullah, sebagai rumah Allah yang pertama
kali di bangun. Persamaan di hadapan Allah ini menuju kepada
persaudaraan yang sebenarnya, sebab semua orang dapat merasakan bahwa
mereka sebenarnya bersaudara dalam beribadat kepada Allah dan hanya
kepada-Nya mereka beribadat. Persaudaraan demikian ini didasarkan kepada
saling penghargaan yang sehat, renungan serta pandangan yang bebas
seperti dianjurkan oleh al-Quran. Adakah kebebasan, persaudaraan dan
persamaan yang lebih besar daripada umat ini di hadapan Allah, semua
menundukkan kepalanya kepadaNya, bertakbir, ruku’ dan bersujud. Tiada
perbedaan antara satu dengan yang lain – semua mengharapkan
pengampunan, bertobat, mengharapkan pertolongan. Tak ada perantara
antara mereka itu dengan Allah kecuali amalnya yang saleh (perbuatan
baik) serta perbuatan baik yang dapat dilakukannya dan menjaga diri dari
kejahatan. Persaudaraan yang demikian dapat membersihkan hati dari
segala noda materi dan menjamin kebahagiaan manusia, juga akan
mengantarkan mereka dalam memahami hukum Allah dalam kosmos ini, sesuai
dengan petunjuk dalam cahaya Allah yang telah diberikan kepada mereka.
Dari dasar pijakan umat Islam
dalam melakukan shalat di atas, maka pemindahan kiblat dari Yerussalem
ke Mekkah bisa kita maknai sebagai sejarah pelembagaan peribadatan
agama monoteisme, yang mana Islam secara ritual menjadi terlepas dari
monoteisme sebelumnya.
Pada prinsipnya, satu sistem peribadatan sama baiknya dengan yang lain; ke mana saja seseorang menghadapkan wajahnya, seperti ayat di atas, di sana ada Allah.
Sebuah sistem peribadatan dilembagakan hanya untuk memenuhi
tuntutantuntutan manusia; yang penting adalah, seperti yang ditekankan
Al Quran, adalah penerimaan seseorang pada Penciptanya, bukan pada
penyembahan apapun yang lebih kecil.
Bila Dr. Robert Morey memaknai tindakan sujud menyembah dalam sembahyang sehari lima kali Menghadap arah Mekkah Arabia hanyalah suatu tanda ujud pemaksaan cultural, adalah terlalu naif. Dalam bibel sendiri disebutkan bahwa peribadatan Yesus dan Musa ternyata sama dengan yang
dilaksanakan oleh umat Islam, yaitu ada berdiri, ruku’, sujud yang
jika dirangkai maka menjadi “shalat”. Hal mana yang tidak dilakukan
oleh umat Kristiani sekarang.
Dalam Taurat kitab ulangan disebutkan :