Cari Di Blog Ini

Kamis, 29 Maret 2012

Bolehkah Sengaja Menampakkan Amal Shalih Agar Ditiru?




Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah atas Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Ikhlas adalah harga mati dalam amal shalih yang tidak boleh ditawar. Tanpa ikhlas maka amal akan sia-sia dan Allah tidak akan menerimanya. Di antara sarana paling kuat untuk mewujudkannya adalah dengan tidak menampakkan amal kepada manusia. Karena jiwa itu mudah dan cepat berubah yang terkadang seseorang tak mampu mengontrolnya. Namun bukan berarti hal ini mengharamkan menampakkan amal secara total. Karena ada kalanya menampakkan amal itu malah mendatangkan manfaat besar bagi pelakunya, -selama ia bisa menjaga ikhlash- yakni pahala sebanyak orang yang mencontoh dan mengikuti amal baiknya tersebut.
Sebenarnya hukum asal dari beramal shalih adalah ditutupi, tidak ditampakkan. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,
إِن تُبْدُواْ الصَّدَقَاتِ فَنِعِمَّا هِيَ وَإِن تُخْفُوهَا وَتُؤْتُوهَا الْفُقَرَاء فَهُوَ خَيْرٌ لُّكُمْ وَيُكَفِّرُ عَنكُم مِّن سَيِّئَاتِكُمْ
"Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Baqarah: 271)
Dan dalam hadits tujuh orang yang akan mendapat naungan Allah pada hari kiamat yang tiada naungan kecuali naungan-Nya disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam salah satu dari mereka, "Dan laki-laki yang bersedekah lalu ia menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diperbuat tangan kanannya." (Muttafaq 'Alaih)
 . . ada kalanya menampakkan amal itu malah mendatangkan manfaat besar bagi pelakunya, -selama ia bisa menjaga ikhlash- yakni pahala sebanyak orang yang mencontoh dan mengikuti amal baiknya tersebut. . .

Apakah Tetap Disyariatkan Membaca Hamdalah Ketika Bersin Dalam Shalat?




Oleh: Badrul Tamam
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya serta umatnya hingga akhir zaman.
Siapa yang bersin saat shalat maka tetap disyariatkan baginya untuk bertahmid (memuji) Allah Subhanahu wa Ta'ala. Tidak beda shalat fardhu ataupun sunnah. Inilah pendapat Jumhur Ulama dari kalangan sahabat dan tabi'in. Imam Malik, al-Syafi'i, dan Ahmad berpendapat demikian, hanya saja terjadi perbedaan di antara mereka: Apakah harus dikeraskan atau dipelankan?

Pendapat shahih dari pendapat para ulama dan madhab Ahmad, tetap dikeraskan. Tetapi sekadar untuk bisa didengar dirinya sendiri supaya tidak menganggu orang-orang yang sedang shalat. Hal ini ditunjukkan oleh keumuman hadits Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
إذَا عَطَسَ أَحَدُكُمْ فَلْيَقُلْ الْحَمْدُ لِلَّهِ
"Apabila salah seorang kamu bersin, hendaknya ia mengucapkan: Al-Hamdulillah." (HR. al-Bukhari, no. 5756)

Dikuatkan lagi dengan hadits Rifa'ah bin Rafi' Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku pernah shalat dibelakang Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam tiba-tiba aku bersin. Lalu aku berkata: Al-Hamdulillah Hamdan Katsiran Thayyiban Mubarakan Fiih, Mubaarakan 'Alaih Kamaa Yuhibbu Robbunaa wa Yardhaa (Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik, dan diberkahi di dalamnya sebagaimana yang dicintai dan diridhai oleh Tuhan kami).

Ketika Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam selesai shalat, beliau bertanya: “Siapa yang berbicara barusan di dalam shalat?” Tidak ada seorangpun yang menjawab. Rasul bertanya untuk kedua kalinya, “Siapa yang berbicara barusan di dalam shalat?”

Jika Bersin Berulang-ulang, Bagaimana Mendoakannya?

Oleh: Badrul Tamam

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.

Di antara hak seorang muslim terhadap muslim lainnya adalah saat ia bersin dan memuji Allah agar dibacakan tasymit kepadanya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ رَدُّ السَّلَامِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ
"Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada lima: Menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengantar jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan yang bersin.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim, dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ : إذَا لَقِيته فَسَلِّمْ عَلَيْهِ ، وَإِذَا دَعَاك فَأَجِبْهُ ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَك فَانْصَحْهُ ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَشَمِّتْهُ ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ ، وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ } رَوَاهُ مُسْلِمٌ

"Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam: apabila engkau bertemu dengannya maka ucapkan salam kepadanya, apabila ia menguncangmu maka penuhilah undangannya, apabila ia meminta nasihat kepadamu maka nasihati ia, apabila ia bersin dan mengucapkan Al-hamdulillah, maka bertasymitlah (doakan) untuknya, apabila ia sakit maka jenguklah, dan apabila meninggal maka antarkanlah jelazahnya." (HR. Muslim)

Maksud beberapa perkara yang disebutkan hadits di atas sebagai hak seorang muslim atas mulim lainnya adalah sesuatu yang tidak layak untuk ditinggalkan. Boleh jadi mengerjakannya bisa menjadi wajib, sunnah, atau yang sangat dianjurkan yang menyerupai perkara wajib yang tak pantas ditinggalkan. Ini diperkuat oleh redaksi lain dalam Shahih Muslim,

خَمْسٌ تَجِبُ لِلْمُسْلِمِ عَلَى أَخِيهِ رَدُّ السَّلَامِ وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ

"Lima perkara yang wajib ditunaikan seorang muslim terhadap saudara (muslim)-nya: Menjawab salam, mendoakan yang bersin, memenuhi undangan, menjenguk orang sakit, dan mengantar jenazah."
. . . Maksud hak seorang muslim atas mulim lainnya adalah sesuatu yang tidak layak untuk ditinggalkan. Boleh jadi mengerjakannya bisa menjadi wajib, sunnah, atau yang sangat dianjurkan yang menyerupai perkara wajib yang tak pantas ditinggalkan. . . 

Maksud Tasymit?