Kesederhanaan
akhir-akhir ini menjadi makhluk langka, apalagi di tengah-tengah
perkotaan yang megah. Kesederhanaan identik dengan kebodohan dan
kemiskinan. Mereka beranggapan bahwa kesederhanaan adalah hidup yang
susah dan identik dengan kehidupan yang menderita, padahal anggapan
seperti ini adalah anggapan yang keliru dan jauh dari apa yang telah di
ajarkan oleh Rasulullah SAW. Sudah seharusnya dalam kehidupan kita
sehari hari untuk selalu meneladani gaya hidup ala Rasulullah tercinta.
Karena hidup sederhana bukanlah berarti hidup susah dan menderita karena
semua keinginannya tidak terpenuhi, bukan berarti juga meninggalkan
kesenangan dunia tapi, kita harus sadar bahwa di setiap kesenangan pasti
akan dimintai pertanggungjawabannya, sementara kita sering lupa bahwa
kita akan mempertanggungjawabkan nikmat yang kita terima. Seperti:
“Kemudian sungguh, pada hari itu kamu akan ditanya tentang kenikmatan yang kamu peroleh hari ini (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. Al-Takatsur [102]: 8)
Kisah
kesederhanaan Rasulullah SAW terekam dalam sebuah hadits yang
menceritakan betapa beliau tidak mempunyai keinginan menumpuk harta,
walaupun jikalau mau sangatlah mudah baginya. Ketika Islam telah
berkembang luas dan kaum muslimin telah memperoleh kemakmuran, Sahabat
Umar bin Khattab RA berkunjung ke rumah Rasulullah SAW ketika dia telah
masuk ke dalamnya, dia tertegun melihat isi rumah beliau, yang ada
hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma yang
kasar, sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba
(tempat air) yang biasa beliau gunakan untuk berwudhu. Keharuan muncul
dalam hati Umar Ra. Tanpa disadari air matanya berlinang, maka kemudian
Rasulullah saw menegurnya. “Gerangan apakah yang membuatmu menangis?”