Oleh :Menjawab Faithfreedom Indonesia
Para antek FFI mengambil QS. Al-Kahfi : 86. Secara sepenggal tanpa
memperhatikan ayat sebelumnya. Dalam ayat ini terdapat kata-kata :
تَغْرُبُ فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ yang bermakna “matahari tenggelam di dalam laut yang ber-lumpur hitam ”. Lantas mereka berkata : “Qur’an mengajarkan bahwa matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam”.
Sesungguhnya pemahaman ayat ini tidak sebagaimana yang mereka fahami,
karena tidak ada se-orang ahli tafsir dari kalangan kaum muslimin yang
menafsirkan ayat ini sebagaimana yang mereka fahami dengan kesempitan
fikiran mereka.
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya mengomentari penafsiran yang demikian :
وأكثر ذلك من خرافات أهل الكتاب، واختلاق زنادقتهم وكذبهم
“Dan kebanyakan yang demikian itu berasal dari khurofatnya Ahli
Kitab, dan karangannya kaum zindiq dan pendusta dari kalangan mereka.”
Makna kalimat “matahari tenggelam di dalam lautan” adalah makna kiasan, sebagaimana kalimat yang serupa sering dilontarkan oleh para ahli sastra, seperti : “ matahari pun hilang di telan bumi
“, maknanya adalah kiasan, yaitu matahari menghilang seolah-olah
ditelan bumi. Dan tidak ada se-orang ahli sastra pun yang menyalahkan
kalimat ini, begitu pula dengan para ahli ilmu falaq, karena setiap
pembicaraan dihukumi dengan tempatnya, sebagaimana tersebut dalam kaidah
فِيْ كُلِّ مَقَامٍ مَقَالٌ
yaitu “setiap perkataan ada tempatnya”. Yakni, bila suatu perkataan dilontarkan tidak pada tem- patnya maka dapat dihukumi dengan salah, walau pun pada hakekatnya adalah benar. Seperti ketika dalam pelajaran sejarah ditanyatakan : “Kenapa Diponegoro bisa tertangkap ?”, lalu ada murid yang menjawab : “Karena taqdir.” Jawaban murid tersebut pada hakekatnya adalah benar, namun tidak pada tempatnya sehingga gurunya menyalahkannya. Bukankah demikian ?
yaitu “setiap perkataan ada tempatnya”. Yakni, bila suatu perkataan dilontarkan tidak pada tem- patnya maka dapat dihukumi dengan salah, walau pun pada hakekatnya adalah benar. Seperti ketika dalam pelajaran sejarah ditanyatakan : “Kenapa Diponegoro bisa tertangkap ?”, lalu ada murid yang menjawab : “Karena taqdir.” Jawaban murid tersebut pada hakekatnya adalah benar, namun tidak pada tempatnya sehingga gurunya menyalahkannya. Bukankah demikian ?
Begitu pula ketika berbicara tentang ketinggian gaya bahasa, maka tidak disalahkan mengatakan : “matahari tenggelam ditelan lautan” dalam dalam ilmu balaghoh jenis kalimat ini disebut Majaz ‘Aqli yaitu kiasan yang dapat diterima oleh akal. Contoh lain dari Majaz ‘Aqli ini seperti pada kali- mat : “Hujan telah menumbuhkan tanam-tanaman”,
padahal hakekatnya bukan demikian, karena Allah saja Yang bisa
menumbuhkan tanam-tanaman melalui sari makanan yang dibawa oleh air
hujan. Namun kesan yang segera terbesit dalam fikiran yaitu karena hujan
maka tumbuh tanam-tanaman. Begitu pula bagi siapa pun yang berdiri di
tepi pantai dari sebuah lautan yang luas ketika matahari tenggelam, maka
ia melihat seolah-olah matahari tenggelam ditelan lautan. Tetapi
hakekat nya tidaklah demikian. Inilah pemahaman yang disampaikan oleh
seluruh ahli tafsir dari kalangan kaum muslimin tanpa ada perselisihan
di dalam masalah ini.
Ada pun kalimat فِي عَيْنٍ حَمِئَةٍ “di dalam laut yang berlumpur hitam” menegaskan kepada kita adanya beberapa faidah sains, yaitu :
- Warna laut ditentukan oleh keberadaan dasarnya. Bila dasar laut berlumpur hitam, maka laut pun tampak berwarna hitam, seperti LAUT HITAM yang ada di sebelah utara Turki.
- Dasar dari lautan yang luas dan dalam adalah berwarna gelap, karena tidak ada cahaya yang masuk ke dasarnya, sehingga nampak terlihat berwarna hitam.
- Semakin gelap warna lautan bebas menandakan semakin dalam dasar lautnya.
Dengan demikian kalimat “matahari tenggelam di dalam laut yang berlumpur hitam
“ menunjuk-kan keberadaan Dzulqarnain di tepi Laut Hitam atau di tepi
lautan bebas yang luas dan dalam yang nampak dari sana seolah-oleh
matahari tenggelam di telan lautan. Lalu di mana letak kenyentrikan ayat
ini sebagaimana dituduhkan oleh mereka ?
Perhatikan konteks ayatnya baik-baik:
“Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain.
Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tantangnya. Sesungguhnya
Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah
memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu maka diapun
menempuh suatu jalan, Hingga apabila dia telah sampai ketempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di
dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan
umat. Kami berkata: “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh
berbuat kebaikan terhadap mereka.”
(Al Qur’an 18:83-86)
(Al Qur’an 18:83-86)
Protes yang mereka utarakan ialah bagaimana mungkin Matahari terbenam
di dalam laut yang padahal matahari jutaan kali lebih besar dari bumi
dan mustahil terbenam kedalam laut yang berlumpur hitam! Mereka
mengong-gong dengan membawa protes ini di setiap diskusi mengenai
saintifik Al-Quran.
Ayat tersebut mengatakan, “ dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam” ,
dari potongan ayat ini saja sebenarnya sudah bisa menjawab protes
mereka, dan merekapun sebenarnya memahaminya. Ayat tersebut
memberitahukan pengelihatan itu menurut pengelihatan dan pandangan
Dzulkarnaen, oleh karenanya Allah SWT tidak mengatakan bahwa “matahari
terbenam”.
Dan di note ini saya sertakan sejumlah komentar dari para ahli tafsir, silahkan di ikuti.
Imam Al-Baidawi;
Ia (Dzulkarnaen) mungkin saja sampai di tepi pantai dan melihat matahari disitu karena sejauh mata memandang hanyalah air laut oleh karenanya Allah SWT mengatakan “ dia melihat matahari terbenam di dalam laut” namun tidak mengatakan bahwa “matahari terbenam”. (namun dia melihat matahari terbenam)(Al-Baidawi, Anwar-ut-Tanzil wa Asrar-ut-Taw’il, Volume 3, halaman 394. Diterbitkan oleh Dar-ul-Ashraf, Kairo, Mesir)
Ia (Dzulkarnaen) mungkin saja sampai di tepi pantai dan melihat matahari disitu karena sejauh mata memandang hanyalah air laut oleh karenanya Allah SWT mengatakan “ dia melihat matahari terbenam di dalam laut” namun tidak mengatakan bahwa “matahari terbenam”. (namun dia melihat matahari terbenam)(Al-Baidawi, Anwar-ut-Tanzil wa Asrar-ut-Taw’il, Volume 3, halaman 394. Diterbitkan oleh Dar-ul-Ashraf, Kairo, Mesir)
Imam Al-Qurtubi menyatakan;
Al Qaffal mengatakan: Maksudnya bukanlah dengan mencapai tempat dan terbit matahari sehingga ia dapat mencapai matahari dan menyentuhnya, karena matahari jauh diangkasa sana, disekitar bumi tanpa menyentuhnya dan terlalu besar untuk terbenam kedalam laut manapun yang berada dibumi. Ia jauh lebih besar dari bumi. Namun hal tersebut dimaksudkan bahwa ia telah mencapai ujung daerah yang masih berpenduduk di timur dan barat, kemudian Dzulkarnaen melihat kejadian itu – menurut pengelihatannya – terbenam kedalam laut yang berlumpur hitam seperti halnya kita mengamati matahari ditanah rata seolah-olah matahari itu masuk kedalam tanah. Oleh karenanya Allah berfirman:
Al Qaffal mengatakan: Maksudnya bukanlah dengan mencapai tempat dan terbit matahari sehingga ia dapat mencapai matahari dan menyentuhnya, karena matahari jauh diangkasa sana, disekitar bumi tanpa menyentuhnya dan terlalu besar untuk terbenam kedalam laut manapun yang berada dibumi. Ia jauh lebih besar dari bumi. Namun hal tersebut dimaksudkan bahwa ia telah mencapai ujung daerah yang masih berpenduduk di timur dan barat, kemudian Dzulkarnaen melihat kejadian itu – menurut pengelihatannya – terbenam kedalam laut yang berlumpur hitam seperti halnya kita mengamati matahari ditanah rata seolah-olah matahari itu masuk kedalam tanah. Oleh karenanya Allah berfirman:
“Hingga apabila dia (Dzulkarnaen) telah sampai ke tempat
terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari
segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang
melindunginya dari (cahaya) matahari”. (Al-Qurtubi, Al-Game’ le Ahkam-el-Qur’an, Volume 16, halaman 47. Published by Dar-ul-Hadith, Kairo, Egypt. ISBN 977-5227-44-5)
Imam Fakhr-ud-Deen Ar-Razi menyatakan;
Di kala Dzulkarnaen mencapai barat jauh dan tidak ada lagi dari berpenguhi, dia mlihat mahari seolah-olah terbenam kedalam laut berlumpur, namun bukan sebenarnya begitu. Hal yang sama seperti seorang pekalan melihat matahari seolah terbenam kedalam laut jika ia tidak dapat melihat bagian pantai, yang padahal matahari tersebut terbenam bukan kedalam laut.(Ar-Razi, At-Tafsir-ul-Kabir, Volume 21, halaman 166)
Di kala Dzulkarnaen mencapai barat jauh dan tidak ada lagi dari berpenguhi, dia mlihat mahari seolah-olah terbenam kedalam laut berlumpur, namun bukan sebenarnya begitu. Hal yang sama seperti seorang pekalan melihat matahari seolah terbenam kedalam laut jika ia tidak dapat melihat bagian pantai, yang padahal matahari tersebut terbenam bukan kedalam laut.(Ar-Razi, At-Tafsir-ul-Kabir, Volume 21, halaman 166)
Imam Ibn Kathir menyatakan;
“Hingga apabila dia (Dzulkarnaen) telah sampai ke tempat terbit matahari” berarti ia mengikuti arah yang benar hingga ia mencapai daerah terjauh, ia mungkin memulai perjalanan dari barat. Karena mencapai terbitnya matahari di langit adalah mustahil. Apa yang di katakana para periwayat dan pencerita mengenai ia berjalan dalam suatu masa dimuka bumi disaat matahari terbenam dibelakangnya adalah dusta, dan sebagian cerita-cerita ini adalah mitos para Ahli Kitab dan temuan-temuan kebohongan mereka.
“Hingga apabila dia (Dzulkarnaen) telah sampai ke tempat terbit matahari” berarti ia mengikuti arah yang benar hingga ia mencapai daerah terjauh, ia mungkin memulai perjalanan dari barat. Karena mencapai terbitnya matahari di langit adalah mustahil. Apa yang di katakana para periwayat dan pencerita mengenai ia berjalan dalam suatu masa dimuka bumi disaat matahari terbenam dibelakangnya adalah dusta, dan sebagian cerita-cerita ini adalah mitos para Ahli Kitab dan temuan-temuan kebohongan mereka.
“Ia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur
hitam “ berarti ia melihat matahari menurut pandangannya terbenam
kedalam laut dan hal ini pun terjadi pada semua orang yang berada di
pantai yang melihat seolah-olah matahari terbenam kedalamnya (kedalam
laut). (Ibn Kathir, Tafsir-ul-Qur’ân Al-’Azim, Volume 5, halaman 120. Diterbitkan oleh Maktabat-ul-Iman, Mansoura, Mesir)
“Sehingga, apabila dia sampai di tempat terbenam Matahari,
didapatinya matahari itu terbenam dalam mata air yang berlumpur hitam.
Di sana didapatinya satu kaum. Kami berkata : Hai, Zulkarnain,
adakalanya engkau siksa (kaum yang kafir itu) atau engkau perlihatkan
kepada mereka kebaikan…” Surah al-Kahfi 18 ayat 86
Ungkapan ‘aynin hami’e’ yang terdiri dari kata ‘ayn’ = mata air’ dan ‘hami’ =lumpur atau dapat berarti pandangan yang kurang jelas Atau tipuan penglihatan, selain itu disana pun disebutkan adanya sekumpulan kaum manusia, kalau “hami” diartikan lumpur, tidak mungkin ada manusia yang hidup dalam lumpur, maupun dalam mata air. Itu sebabnya disana menggunakan kata ‘Hami’ yaitu pandangan yang kurang jelas
Jadi Maknanya jelas dari kalimat “didapatinya Matahari itu
terbenam dalam mata air yang berlumpur hitam” adalah didapatinya, “nya”
disini adalah Zulkarnaen, jadi Zulkarnaen melihat pandangan yang kurang
jelas atau tipuan penglihatan matahari masuk kedalam mata air bukan.
Jika kita melihat matahari terbenam di layar televisi tepat seperti melihat matahari yang tenggelam di dalam laut. Warna-warni di layar berubah ketika matahari tenggelam di atas laut, ini terlihat berwarna keabu-abuan di layar televisi. Oleh karena itu, bagi orang-orang yang melihat hal ini, pemandangan terlihat seolah-olah tenggelam di dalam lautan berlumpur hitam.
Jika kita melihat matahari terbenam di layar televisi tepat seperti melihat matahari yang tenggelam di dalam laut. Warna-warni di layar berubah ketika matahari tenggelam di atas laut, ini terlihat berwarna keabu-abuan di layar televisi. Oleh karena itu, bagi orang-orang yang melihat hal ini, pemandangan terlihat seolah-olah tenggelam di dalam lautan berlumpur hitam.
Selain itu, ayat ini berhubungan dengan adanya belahan dunia ini.
Ketika matahari di satu daerah belahan dunia timur tenggelam di sebelah
barat, maka ditempat terbenamnya matahari itupun kita akan menemukan
sekumpulan manusia di belahan bumi barat dan disini kita akan menemukan
matahari malah terbit. Jadi ini sekaligus membuktikan bahwa bumi kita
bulat.
Sekedar untuk perbandingan biar adil, kalau mereka boleh membahas Alqur’an, kita juga boleh dunk membahas Alkitab. Sekarang coba kita kaji ayat kitab agama tetangga sebelah tentang konsep bumi, sebenarnya banyak sekali ayat Bible yang sangat tidak masuk akal dan bertentangan dengan IPTEK dan penelitian ilmiah. Kalau saya posting semua maka note ini akan terlalu panjang. Maka untuk kali ini saya akan bahas satu pokok bahasan saja yaitu tentang apakah bumi akan kiamat atau tidak menurut Alkitab. Kita lihat apakah ayat-ayat Bible itu masuk akal dan ilmiah.
Beberapa Ilmuwan telah mengatakan bahwa dunia akan kiamat, ada
beberapa hipotesis, penelitian ilmiah & dugaan-dugaan. Beberapa di
antara mereka mungkin benar dan sebagian mungkin bisa salah.
Tapi apapun itu apakah Dunia akan Musnah atau ada selamanya,
keduanya tidak dapat terjadi dalam waktu bersamaan. Cuma salah satunya
saja yang pasti terjadi
Sangat tidak masuk akal! Tapi itulah yang Bible,katakan dalam Ibrani 1:10-11 dan Mazmur 102:26-27 Tuhan menciptakan Langit dan Bumi dan keduanya akan Musnah.
Ibrani 1:10-11: Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tangan-Mu.
Ibrani 1:10-11: Dahulu sudah Kauletakkan dasar bumi, dan langit adalah buatan tangan-Mu.
Mazmur 102:26-27 : Semuanya itu akan binasa, tetapi
Engkau tetap ada, dan semuanya itu akan menjadi usang seperti pakaian,
seperti jubah Engkau akan mengubah mereka, dan mereka berubah.
Dari kedua ayat ini dapat disimpulkan bahwa Tuhan menciptakan Langit dan Bumi dan keduanya akan Musnah.
Selanjutnya di bagian lain terdapat ayat-ayat yang benar-benar kebalikannya dari Mazmur 78:69 dan Pengkotbah 1:4 bahwa bumi akan ada Untuk selamanya.
Mazmur 78:69 :Ia membangun tempat kudus-Nya setinggi langit, laksana bumi yang didasarkan-Nya untuk selama-lamanya;.
Pengkotbah 1:4 :Keturunan yang satu pergi dan keturunan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada.
Dari kedua ayat ini kesimpulannya bumi akan abadi
Jadi yang benar yang mana? Mereka tidak akan bisa untuk memilih yang mana diantara kedua ayat itu yang Tidak Ilmiah
Yang pertama atau yang kedua salah satunya harus Ilmiah, tidak bisa
keduanya. Jika dianggap benar keduanya maka itu tidak akan mungkin,
sesuatu yang jelas kontradiktif satu sama lain. Tapi jika dianggap benar
salah satunya, kok bisa ayat alkitab ada yang salah, apa mungkin Tuhan
salah dalam berfirman? atau Tuhan kok plin-plan?
Wallahu’alam bishshowab….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar