III. ALLAHJangan berkata tentang Allah
Kecuali yang Haq…
DEWA BULAN
oleh :Irene handono
menjawab buku the islamic invasion (robert morey)
Tradisi
Kristen yang telah kita bahas diatas rupanya ingin diimbaskan kepada
ajaran Islam dengan mengembalikan ajaran Islam pada paganisme Arab dan
menghilangkan fakta sejarah bahwa paganisme Arab tersebut adalah paham
yang diperangi habis-habisan oleh Rasulullah dan umatnya. Oleh sebab
itu maka Dr. Morey menyudutkan Islam dengan mengemukakan poin-poin
hujatan berikut :
1. Bahwa Umat Islam menyembah dewa bulan.
2. Tentang Allah dalam Islam dan Tuhan dalam Bibel.
Pada
hujatan pertama, Dr. Robert Morey ingin mengelabuhi masyarakat bahwa
umat muslim adalah masyarakat pagan, sehingga negaranya mendapatkan
pembenaran atas segala apa yang mereka perbuat terhadap negara-negara
Islam yang ia nyatakan pagan. Sedang dalam poin kedua ia ingin
memisahkan antara kepercayaan Kristen dengan Islam. Jika yang dimaksud
adalah Kristen Trinitas maka adalah benar tidak sama, karena umat Islam
menESAkan Tuhan sementara Kristen Trinitas “menyekutukan” Tuhan. Tapi
kalau yang dimaksud adalah Kristen Unitarian (Nazaren/Nashoro) tentu
saja masalahnya lain, karena mereka berpaham monoteisme. Suatu upaya
pembuktian Class of Civilization yang ujung-ujungnya adalah kekuasaan dan Ekonomi (Minyak).
Dr.
Robert Morey menyatakan bahwa Allah adalah nama dari Dewa Bulan yang
disembah di Arab sebelum Islam. Hal ini ia kuatkan dengan pernyataan
bahwa :
-
Nama Allah sudah dikenal masyarakat Arab sebelum kenabian Muhammad.
-
Adanya nama-nama seperti Qomaruddin, Syamsuddin.
-
Kepercayaan Jahiliyah (PraIslam), agama Astral.
-
Berhala yang ada di Ka’bah.
-
Simbol bulan sabit.
Yang
agak memalukan bahwa dalam membuktikan tuduhan-tuduhannya tersebut Pak
Doktor ini banyak memanipulasi pernyataan dari penulis-penulis yang
menjadi rujukannya. Sebagai Contoh :
- Untuk menguatkan pendapatnya bahwa “dewa bulan dipanggil dengan berbagai nama, salah satunya adalah Allah’” ia merujuk pada halaman 7 dari Buku Guillame yang berjudul Islam. Tetapi sebenarnya Guillame mengatakan di halaman yang sama : “Di Arab
Allah telah dikenal dari sumber umat Kristen dan Yahudi sebagai Tuhan
yang Esa, dan tidak ada keraguan meslvpun dia telah dikenal oleh Pagan
Arab di Mekkah sebagai yang Tertinggi.”1
- Dr.
Morey juga mengutip dari penulis non-Muslim Caesar Farah di ha128.
Tetapi pada saat dirujuk dalam buku tersebut didapati bahwa Dr. Morey
hanya mengutip sebagian dan meninggalkan pokok bahasan dari buku
tersebut. Buku tersebut sebenarnya menyatakan bahwa Tuhan yang
dipanggil il oleh orang Babilon dan EI oleh orang Israel telah dipanggil ilah, al-ilah, dan Allah di Arab. Farah mengatakan lebih lanjut pada halaman 31 bahwa sebelum Islam orang pagan telah mempercayai bahwa Allah adalah
dewa tertinggi. Dikarenakan mereka sudah mempunyai 360 berhala, tetapi
Allah bukan salah satu dari 360 berhala tersebut. Sebagaimana Caesar
Farah menyatakan di halaman 56, bahwa Nabi Muhammad saw, telah
menghancurkan berhala-berhala tersebut.
Adanya kata Allah
sebelum masa Islam, seperti yang dikatakan Robert Morey bahwa Ayah
Rasulullah bernama Abdullah (hamba Allah), tidak sepantasnya dijadikan
alasan bahwa Allah tersebut adalah dewa bulan.
Seperti yang
pernah kita bahas sebelum ini bahwa El, Eloy, Allah, Yahweh, Ya Hua,
Elohem,Allahumma; adalah kata-kata yang dipakai oleh masing-masing
bangsa -saat itu- untuk menyebut Tuhan. Dan kata Allah adalah kata yang dipakai oleh bangsa Arab untuk menyebut Tuhan khususnya oleh para Ahnaf (masyarakat
Arab yang mengikuti tradisi Ibrahim). Dan nama itu tidak termasuk
dalam jajaran nama-nama berhala dan dewadewa Arab. Permasalahannnya
bukan hanya pada kata-kata itu saja, kemudian kita menilai paham suatu
masyarakat. Tapi pada cara penyikapan kepada “Tuhan” yang disebut
menurut bahasa mereka sendiri-sendiri. Bangsa Israel yang menggunakan
kata Yahweh untuk merefleksikan pemahaman mereka tentang konsep “Tuhan”
dibimbing oleh rasul dan nabi mereka untuk meluruskan pemahaman dan
penyikapan terhadap Tuhan yang mereka sebut Yahweh. Begitu juga
masyarakat Arab yang pada masa jahiliyah memakai kata Allah untuk
menyebut Tuhan dibimbing oleh Rasulullah Saw untuk menyikapi dan
memahami apa yang mereka sebut Allah itu. Cara penyikapan inilah yang
diajarkan oleh masing-masing rasul dan nabi kepada umatnya, yaitu
meng-ESA-kan. Kalau ukurannya hanya pada tataran kata saja untuk
menilai paham suatu umat, maka Yahudi dan Kristen luga pagan, karena
nama “EL’ yang dipakai IsraEL adalah Tuhan dari bangsa Kan’an yang menurut mereka pagan.
Pembaca dari kalangan Muslim
mungkin akan tertawa ketika dikatakan bahwa nama-nama Cak Qomar dan
Cak Udin luga kang Najam dijadikan bukti adanya penyembahan terhadap
dewa bulan. Menurut Dr. Robert Morey :
-
Agama Penyembah Bulan disebut Komaruddin.
Komarun = Bulan; Dinun = Agama.2
Begitu juga dengan nama Syamsuddin dan Najmuddin, keduanya diterjemahkan dengan cara yang sama.
Komarun berarti bulan dan dinun berarti agama maka arti dari nama tersebut adalah “bulannya agama”, maksudnya seorang yang
dengan agamanya berkiprah di masyarakatnya seperti bulan yang bersinar
terang benderang, membawa nama baik agamanya. Begitu syamsuddin, di
harapkan oleh orang tuanya agar lebih bersinar seperti matahari yang
selalu memberi manfaat kepada manusia. Nama-nama muslim yang
dinisbatkan kepada dien (agama) memiliki makna senada, seperti saifuddin
(pedang agama), adalah harapan orang tuanya agar anaknya mampu membela
agamanya ibarat sebuah pedang yang siap dipakai kapan saja. Sedang
“penyembah bulan” kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Arab ‘abid al-Qomar. Begitu juga dengan dua nama lainnya.
Masyarakat Arab
pada masa pra Islam seringkali menamakan budaknya dengan nama-nama
yang dapat menyenangkan hati mereka seperti nama Qomar dan Syams,
diharapkan agar budaknya dapat menerangi mereka seperti namanya. Sedang
untuk mereka sendiri, mereka memakai namanama yang menyeramkan, untuk
menakuti musuh-musuhnya, seperti Kilab (anjing-anjing), Asad (singa),
Namir dan Fahd (harimau). Pada masa Rasulullah nama-nama jahiliyah
banyak dinisbatkan langsung pada Allah, seperti Saifullah (pedang
Allah), Asadullah (Singa Allah) dan lain sebagainya. Rasulullah
meluruskan kebiasaan masyarakat Arab jahiliyah bahkan pada masalah
nama.
Pada masa selanjutnya ketika perbudakan sudah terhapuskan, dan para mantan budak yang membentuk komunitas tersendiri, tampil dalam pemerintahan. Mereka dikenal sebagai kaum Mawali (orang-orang
yang meminta perlindungan). Untuk mendapatkan pengakuan dari
masyarakat yang sebelumnya adalah tuan-tuan mereka, maka mereka
menisbatkan nama-nama, mereka kepada kata din (agama).
Hal ini sejalan dengan perkembangan zaman yang tidak lagi menisbatkan
nama-nama kepada tuan-tuannya, sebab zaman perbudakan sudah berakhir,
dan semua mereka adalah sama dalam urusan agama. Maka kita melihat
bahwa nama-nama seperti Qomaruddin dan Syamsuddin tidak pernah kita
temukan pada masa jahiliyah, ataupun pada masa Rasulullah, nama-nama
itu baru muncul kemudian pada saat mantan budak memegang tampuk
pemerintahan.
Pada
masa sekarang nama-nama di atas tidak dipakai untuk menyenangkan tuan,
tidak juga untuk legalitas kekuasaan. Nama-nama itu dipakai umat
muslim dengan maksud yang berbeda, karena mereka hanya melihat arti dari nama-nama itu, yang diharapkan pemiliknya dapat menjadi seperti namanya.
Menurut Dr. Morey : “Allah,
dewa bulan, kawin dengan dewa matahari. Mereka berdua mempunyai tiga
orang puteri yang disebut putri-putri Allah. Ketiga putri tersebut
AI-Lata, AIUzza, dan Manat”. Untuk memperkuat anggapannya ia memanipulasi pernyataan Guilluame seperti yang kita ungkap sebelum ini.
Bahwa masyarakat Arab
pra Islam memiliki kepercayaan terhadap bintang dan bulan juga
matahari memang benar, hanya saja Dr. Morey berhenti sampai disini
untuk menyatakan bahwa yang disembah oleh umat Muslim adalah dewa
bulan, padahal kepercayaan yang semacam inilah yang diserang dengan
keras oleh Rasulullah tanpa kompromi sedikitpun. Itulah sebabnya maka
masa tersebut dikatakan sebagai masa Jahiliyyah (zaman kebodohan).
Terjemah ayat-ayat berikut ini akan menggambarkan bagaimana Rasulullah
secara radikal menyerang kepercayaan masyarakatnya :
“ Maka apakah patut bagi kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-
Uzza, dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak
perempuan Allah). Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah (anak) perempuan; Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil. Itu
tidak lain hanyalah namanama yang kamu dan bapak-bapak karnu
mengadaadakannya; Allah tidak menurunkan suatu keteranganpun untuk
(menyembah) nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
sangkaan-sangkaan, dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka, dan
sesungguhnya telah datang petunjuk kepada mereka dari Tuhan rnereka.
Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicitacitakannya (Tidak),
maka hanya bagi Allah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia. ” (QS. An-Najm 19-25).
Berikut ini adalah salah satu dari pernyataan tidak berdasar yang dilontarkan oleh Robert Morey : “Ada satu berhala Allah
ditempatkan di ka’bah bersama dengan semua ilah-ilah berhala lain.
Penyembah-penyembah berhala sembahyang menghadap Mekah clan Kaabah
karena di sanalah dewa-dewa mereka disemayamkan”. Kita tidak tahu dari mana pak Doktor mendapatkan sumbernya, tapi yang jelas tidak pernah melihat Ka’bah secara langsung apalagi masuk di dalamnya.
Pada
Masa Jahiliyah -tradisi menyebut demikian untuk membedakan antara masa
kebenaran dan kebodohan-, banyak berhala ditempatkan di Ka’bah tapi
tidak ada satupun berhala disebut Allah.
Dan berhala-hala yang amat banyak tersebut telah dihancurkan oleh
Rasulullah saat memasuki Makkah, setelah sebelumnya umat Islam diusir
dari Makkah. Rasulullah sendiri pada saat sebelum menjadi nabi, pernah
bersumpah dihadapan Khadijah istrinya bahwa beliau “tidak akan
menyembah uzza selamanya”, hal ini jelas membedakan antara Allah dan
ilahilah lainnya, sebab saat itu agama Hanifah (jalan
lurus) ajaran Ibrahim As. masih bertahan di Makkah, walaupun
pengikutnya tidak sebanyak para pagan. Kini jangankan di Ka’bah di
rumah seorang muslim saja tidak akan ada berhala. Sangat berbeda dengan
Rumah dan Kantor Robert Morey yang mungkin memasang patung salib di
sudut ruang atau kamarnya.
Simbol bulan sabit yang sering dipakai umat muslim dianggap sebagai simbol penyembahan dewa bulan oleh Dr. Robert Morey. la menyatakan : “Simbol penyembahan dewa bulan dalam budaya Arab dan di tempat-tempat lain di seluruh timur tengah adalah bulan sabit”. Gambar bintang yang biasa berada ditengah bulan sabit tidak disebut, karena Amerika memakai simbol bintang.
Dr.
Robert Morey dan para orientalis Barat menuduh dengan bertanya kenapa
umat Islam memakai simbol bulan sabit untuk agama mereka? Atau kenapa
bulan dipakai untuk menandai bulan baru?. Mereka sengaja bertanya
dengan logika yang salah dari sesuatu yang tersembunyi, sejak saat umat
Islam memakai bulan sabit sebagai simbol, maka dikatakan bahwa umat
Islam menyembah “dewa bulan”. Ini tidak benar sebagaimana anggapan bahwa
sejak umat Yahudi mengambil bintang David sebagai simbol, maka umat
Yahudi menyembah bintang, berarti umat Kristen juga menyembah patung
salib saat mereka memakai simbol tersebut, atau menyembah matahari saat
menggunakan tanda silang dari sinar matahari.
Islam tidak pernah mengajarkan untuk menyembah bulan. Dalam firman Allah disebutkan:
“Dan sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan janganlah (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah. ” (QS. Fushshilat 37)
Ayat ini diperkuat dengan ayat lain, bahwa bulan bukanlah object penyembahan.
“Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalarn siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan “. (QS. Luqman 29).
Jika Allah
adalah “dewa bulan” seperti yang dituduhkan oleh Dr. Morey, apa
mungkin “dewa bulan” menciptakan bulan untuk dipakai oleh manusia?.
Dengan bukti di atas kita dapat mengambil kesimpulan bahwa umat Islam
hanya menyembah `Allah” saja, dan bukan menyembah dewa bulan.
Kepercayaan terhadap kekuatan benda-benda angkasa yang pernah
berkembangan di Mesir, Babilonia, serta Asiria, mungkin saja
mempengaruhi Jazirah Arab, sebab secara geografis letaknya tidaklah
berjauhan; Hanya saja pada masa Rasulullah kepercayaan tersebut
diluruskan dengan menempatkan benda-benda tersebut pada tempat dan
fungsinya. Seperti bulan -misalnya-, seperti yang pernah ditanyakan
oleh masyarakatArab kepada Rasulullah, ditempatkan sebatas untuk
menandakan pergantian waktu. Sebagaimana Firman Allah di Surat Al Baqarah 189:
“Mereka
bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan sabit itu
adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji”.
|
Dari riwayat Ibnu Abi Hatim yang
bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa sahabat bertanya kepada Rasulullah
saw.: Untuk apa diciptakan bulan sabit?” maka turun ayat tersebut yang
memerintahkan Rasulullah untuk menjawab bahwa bulan adalah untuk menunjukkan waktu kepada manusia kapan mereka harus
memakai pakaian ihram pada waktu haji dan kapan harus menanggalkannya,
atau kapan mereka harus memulai puasa dan kapan harus mengakhirinya.
Dari sini, dapat kita ketahui bahwa tidak ada kepentingan penyembahan
kepada bulan, tetapi hanya sebagai Penunjuk pergantian waktu, seperti
Haji clan Puasa. Pada masa Khalifah Umar umat Muslim membuat
penanggalan berdasarkan hitungan bulan, yang dimulai sejak masa Hijrah.
Yang
menarik untuk dicatat bahwa umat Yahudi juga memakai Penanggalan
Hijriah untuk menandai perayaan suci mereka. Penanggalan keagamaan Umat
Yahudi, yang aslinya dari Babilonia, terdiri dari 12 bulan
Qomariah/Hijriah, terhitung 354 hari. Dan penghitungan hari dimulai dari
tenggelamnya matahari sampai tenggelam lagi.3
Maka bila dikatakan bahwa Islam
menyembah “dewa bulan” dikarenakan memakai penanggalan yang
berdasarkan bulan, maka apakah agama orang Yahudi, yang juga memakai
penanggalan yang berdasarkan bulan ? berdasarkan “logika” Dr. Robert
Morey maka umat Yahudi ” juga “penyembah bulan”. Demikian juga bila
umat Kristen memakai penanggalan yang berdasarkan perputaran matahari,
apakah mereka juga menyembah matahari ? Mari kita simak keterangan
berikut ini. Penanggalan yang pertama adalah penanggalan yang
berdasarkan bulan. Kebudayaan kuno, seperti Siria, Babilonia, Egypt,
dan Cina telah memakai penanggalan bulan, sebagaimana budaya Semit juga
mengambil penanggalan bulan untuk menandai waktu mereka. Setelah kita
ketahui kenyataan bahwa umat Yahudi dan Islam, dalam tradisi budaya
Semit, sama-sama memakai penanggalan Qomariah untuk menandai bulan
mereka. Maka kenapa umat Kristen memakai penanggalan yang berdasarkan
matahari menggantikan penanggalan bulan. Hal ini berkaitan erat dengan
rekayasa perayaan natal tanggal 25 Desember clan pengaruh
pemikiran-pemikiran pagan yang berporos pada penyembahan dewa Re (dewa
matahari) dalam Kristen. Untuk melengkapi bahasan ini, maka akan kami
sertakan secara ringkas kajian tentang perayaan natal 25 Desember oleh
umat Kristen.
Perintah untuk menyelenggarakan peringatan Natal
tidak ada dalam Bibel dan Yesus tidak pernah memberikan contoh ataupun
memerintahkan pada muridnya untuk menyelenggarakan peringatan
kelahirannya.
Perayaan Natal
baru masuk dalam ajaran Kristen Katolik pada abad ke-4 M. Dan
peringatan inipun berasal dari upacara adat masyarakat penyembah
berhala. Dimana kita ketahui bahwa abad ke-1 sampai abad ke-4 M dunia
masih dikuasai oleh imperium Romawi yang paganis politheisme.
Ketika
Konstantin dan rakyat Romawi menjadi penganut agama Katholik, mereka
tidak mampu meninggalkan adat/ budaya pagannya, apalagi terhadap pesta
rakyat untuk memperingati hari Sunday (sun=matahari; day=hari) yaitu kelahiran Dewa Matahari tanggal 25 Desember.
Maka
supaya agama Katholik bisa diterima dalam kehidupan masyarakat Romawi
diadakanlah sinkretisme (perpaduan agama-budaya/ penyem-bahan berhala),
dengan cara menyatukan perayaan kelahiran Sun
of God (Dewa Matahari) dengan kelahiran Son of God (Anak Tuhan=Yesus).
Maka pada konsili tahun 325, Konstantin memutuskan dan menetapkan
tanggal 25 Desember sebagai hari kelahiran Yesus, Juga diputuskan:
Pertama , hari Minggu (Sunday = hari matahari) dijadikan pengganti hari
Sabat yang menurut hitungan jatuh pada Sabtu. Kedua, lambang dewa
matahari yaitu sinar yang bersilang dijadikan lambang Kristen. Ketiga,
membuat patung-patung Yesus untuk menggantikan patung Dewa Matahari.
Sesudah Kaisar Konstantin memeluk agama Katolik pada abad ke- 4
Masehi, maka rakyat pun beramai-ramai ikut memeluk agama Katholik.
Inilah prestasi gemilang hasil proses sinkretisme Kristen oleh Kaisar
Konstantin dengan agama paganisme politheisme nenek moyang.
Demikian asal-usul Christmas atau Natal
yang dilestarikan oleh orang-orang Kristen di seluruh dunia sampai
sekarang. Darimana kepercayaan paganis politheisme mendapat ajaran
tentang dewa matahari yang diperingati tanggal 25 Desember?
Mari kita telusuri melalui Bibel maupun sejarah kepercayaan paganis yang dianut oleh bangsa Babilonia kuno didalam kekuasaan raja Nimrod (Namrud).
Putaran
jaman menyatakan bahwa penyembah berhala versi Babilonia ini berubah
menjadi “Mesiah palsu”, berupa dewa “13a-al” anak dewa matahari dengan
obyek penyembahan “Ibu dan Anak” (Semiramis dan Namrud) yang
lahir kembali. Ajaran tersebut menjalar ke negara lain: Di Mesir
berupa “Isis dan Osiris”, di Asia bernama “Cybele dan Deoius”, di Roma
disebut Fortuna dan Yupiter”, bahkan di Yunani. “Kwan Im” di Cina,
Jepang, dan Tibet. Di India, Persia, Afrika, Eropa, dan Meksiko juga
ditemukan adat pemujaan terhadap dewa “Madonna” dan lain-lain.
Dewa-dewa berikut dimitoskan lahir pada tanggal 25
Desember, dilahirkan oleh gadis perawan (tanpa bapak), mengalami
kematian (salib) dan dipercaya sebagai Juru Selamat (Penebus Dosa):
-
Dewa Mithras (Mitra) di Iran, yang juga diyakini dilahirkan dalam sebuah gua dan mempunyai 12 orang murid. Dia juga disebut sebagai Sang Penyelamat, karena ia pun mengalami kematian, dan dikuburkan, tapi bangkit kembali. Kepercayaan ini menjalar hingga Eropa. Konstantin termasuk salah seorang pengagum sekaligus penganut kepercayaan ini.
-
Apollo, yang terkenal memiliki 12 jasa dan menguasai 12 bintang/planet.
-
Hercules yang terkenal sebagai pahlawan perang tak tertandingi.
-
Ba-al yang disembah orang-orang Israel adalah dewa penduduk asli tanah Kana’an yang terkenal juga sebagai dewa kesuburan.
-
Dewa Ra, sembahan orang-orang Mesir kuno; kepercayaan ini menyebar hingga ke Romawi dan diperingati secara besar-besaran dan dijadikan sebagai pesta rakyat.
Demikian
juga Serapsis, Attis, Isis, Horus, Adonis, Bacchus, Krisna, Osiris,
Syamas, Kybele dan lain-lain. Selain itu ada lagi tokoh/pahlawan pada
suatu bangsa yang oleh mereka diyakini dilahirkan oleh perawan, antara
lain Zorates (bangsa Persia) dan Fo Hi (bangsa Cina). Demikian pula
pahlawan-pahlawan Helenisme: Agis, Celomenes, Eunus, Soluius,
Aristonicus, Tibarius, Grocecus, Yupiter, Minersa, Easter.
Jadi,
konsep bahwa Tuhan itu dilahirkan seorang perawan pada tanggal 25
Desember, disalib/dibunuh kemudian dibangkitkan, sudah ada sejak zaman
purba4.
Konsep/dogma
agama bahwa Yesus adalah anak Tuhan dan bahwa Tuhan mempunyai tiga
pribadi, dengan sangat mudahnya diterima oleh kalangan masyarakat
Romawi karena mereka telah memiliki konsep itu sebelumnya. Mereka
tinggal mengubah nama-nama dewa menjadi Yesus. Maka dengan jujur Paulus
mengakui bahwa dogma-dogma tersebut hanyalah kebohongan yang sengaja
dibuatnya. Kata Paulus kepada Jemaat di Roma:
“Tetapi
jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliannya;
mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa? (Roma 3:7) “.
Mengenai kemungkinan terjadinya pendustaan itu, Yesus telah mensinyalir lewat pesannya:
Jawab
Yesus kepada mereka : “Waspadalah supaya jangan ada orang yang
menyesatkan kamu! Sebab banyak orang akan datang dengan memakai namaku
dan berkata Akulah Mesias, dan mereka akan menyesatkan banyak orang”. (Matius 24:4-5)”.
NOTES
1.Mohd Elfi Nieshaem Juferi, www. Bismikallahumma.org.
2. Ibid 56.
3. lihat http://www.webear.com/reliengl.htm#*top4, dalam Mohd Elfi Nieshaem Juferi, www. Bismikallahumma.org.
4.
Keterangan lebih jelas lihat buku saya, Hj. Irena Handono, Perayaan
Natal 25 Desember -Antara Dogma dan Toleransi”, Bima Rodheta, 2003
Tidak ada komentar:
Posting Komentar