V. KITAB SUCIKenapa kalian mengingkari
ayat-ayat Allah…?
SEJARAH DAN KEASLIAN AL-QUR’AN
Kodifikasi AI-Qur’an I
Oleh : Irene handono
Setelah Rasulullah wafat tampillah Abu Bakar sebagai khalifah (pengganti)
untuk memimpin umat. Pelayanan umat Muslim terhadap al-Qur’an pada
masa kepemimpinan khalifah Abu Bakar mengalami suatu kemajuan yang
sangat signifikan. Hal ini tidak lepas dari kondisi umat pada masa itu.
Riwayat dari Imam Bukhari menerangkan seperti berikut ini :
Berkata kepada kami Musa bin
Isma’il dari Ibrahirn bin Sa ‘ad, berkata kepada karni Ibnu Syihab
dari ‘Ubaid bin as-Sibaq bahwa Zaid bin Tsabit Ra rnengatakan : Telah
datang kepadaku Abu Bakar as-Siddiq setelah peperangan di Yamamah,
kebetulan umar bin Khattab bersamanya, Abu Bakar mengatakan : Sungguh
Umar telah datang kepadaku dan berkata: “Peperangan telah menyebabkan
kematian beberapa pembaca al-Qur’an, dan saya sungguh khawatir jika
kematian meluas kebeberapa Qurra’ di daerah-daerah hingga menyebabkan
hilangnya kebanyakan al-Qur’an, dan saya berpendapat agar engkau seyera
memererintahkan kodifikasi atas al-Qur’an”. Saya mengatakan kepada
Umar : “Bagaimana mungkin kita melakukan sesuatu yang belum pernah
dilakukan oleh Rasulullah Saw. ?, Urnar berkata : “Demi Allah hal ini
adalah sangat baik”, maka Urnar tetap memintaku hingga Allah
melapangkan dadaku atas hal itu dan aku melihat masalah itu sehagai
mana penglihatan Urnar”. Zaid berkata: bahwa Abu Bakar rnengatakan :
“Sesungguhnya engkau seorang yang masih muda lagi cerdas, bukannya kami
menuduhmu, dan engkau telah menulis wahyu untuk Rasulullah Saw. maka
cermatilah al-Qur’an dan lakukan kodifikasi”. Maka demi Allah
seandainya saja mereka memerintahkanku memindahkan salah satu gunung
dari beberapa gunung tidaklah lebih berat dari perintah kondifikasi
atas Qur’an. Saya berkata: “Bagaimana mungkin kalian melakukan sesuatu
yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. ?. Berkata Abu Bakar :
“Demi Allah inilah yang terbaik”. Abu Bakar tetap memintaku hingga
Allah melapangkan dadaku untuk dapat memahami pendapat Abu Bakar dan
Umar, maka segera saya lakukan penelusuran dan pengurnpulan al-Qur’an
dari rumput dan pelepah pohon serta
hafalan para Qurra’, sampai saya temukan akhirdari Surat at-Taubah pada Abu
Khuzaimah al-Anshari yang tidak terdapat pada yang lainnya {Telah
datang kepadamu.. .. } hingga akhir surat al-Baro’ah (at-Taubah),
lembaranlembaran tersebut berada ditangan Abu Bakar hingga beliau
wafat, kemudian Umar dan kemudian di tangan Hafshah binti Umar bin
Khattab. 36
Upaya
penyalinan oleh para penulis wahyu dengan dibantu para
Qurra’(penghafal Qur’an) telah menghasilkan tulisan al-Qur’an dalam
bentuk lembaran-lembaran yang dapat meminimalisir perbedaan pendapat
dalam hal tulisan dan bacaan al-Qur’an bagi umat Muslim.
Dengan
adanya upaya kodifikasi tersebut di atas tugas para penghafal
al-Qur’an bukannya selesai, sebab tugas tersebut tidak semata-mata
untuk penjagaan al-Qur’an saja namun lebih dari itu merupakan suatu
ibadah yang membuat para pelakunya memiliki keutamaan dimata Allah.
Pada
masa khalifah Abu Bakar dan Umar bin Khattab masalah perbedaan dalam
membaca Al-Qur’an belum merupakan hal yang mengkhawatirkan, walaupun
begitu mereka telah mengantisipasinya dengan melakukan kodifikasi atas
al-Qur’an sebagaimana telah dipaparkan sebelumnya. Namun setelah dua
masa kepemimpinan, masalah tersebut mulai menimbulkan kekhawatiran
sehingga para sahabat segera mengambil tindakan seperti yang disebutkan
pada riwayat berikut ini :
Berkata kepada kami Musa, berkata kepada kami Ibrahim, berkata kepada kami Ibnu Syihab bahwa Anas bin
Malik mengatakan kepadanya: “Khudzaifah bin al-Yaman datang kepada
Utsman, dan sebelumnya ia memerangi warga Syam dalam penaklukan Armenia
dan Azarbaijan bersama warga Irak, maka terkejutlah Khudzaifah akan
adanya perbedaan mereka dalam hal bacaan al-Qur’an, maka berkatalah
Khudzaifah kepada Utsman: “Wahai pemimpin orang-orang yang beriman,
beritahulah umat ini sebelum mereka berselisih dalam masalah kitab
sebagaimana umat Yahudi dan Nasrani”, Utsman lantas berkirim surat
kepada Hafshah : “Kirimkan kepada kami lembaran-lembaran untuk kami
tulis dalarn mashahif (bentuk plural dari mushhaf -kumpulan lembaran
dengan diapit dua kulit seperti buku-) kemudian kami kembalikan
kepadamu”, Hafshah segera mengirimkannya kepada Utsman, maka Utsman
segera memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Sa’id bin
Ash, serta Abdurrahman bin al-Harits bin Hisyam untuk menyalinnya ke
dalam mushhaf mushhaf, dan dia (Utsman) mengatakan kepada ketiga
otoritas Quraisy tersebut di atas: Jika kalian berselisih dengan Zaid
bin Tsabit tentang masalah Qur’an, maka tulislah dengan lesan Quraisy
sebab al-Qur’an diturunkan dengan dialek mereka (Suku Quraisy), dan
mereka melakukan hal itu, maka ketika mereka selesai menyalin
lembaran-lembaran tersebut kedalam beberapa mushaf, Utsman segera
mengembalikan lembaran-lembaran tersebut kepada Hafshah, (Utsman)
kemudian mengirim ke tiap tempat satu mushaf yang telah mereka salin,
dan memerintahkan agar selain mushaf tersebut entah berupa lembaran
(sahifah) atau sudah berupa mushaf untuk dibakar.37
Pada
masa itu tulisan Arab (kaligrafi Arab) masih belum berharakat dan
bertitik seperti yang kita jumpai saat ini, perbedaan harakat dan
panjang pendek bacaan akan menunjukkan makna yang berbeda, hal ini
tidak mustahil menimbulkan kesulitan tersendiri bagi masyarakat Muslim
non Arab. Cara baca dan pemaknaan yang salah sangat mungkin dilakukan
oleh mereka.
Berdasarkan
laporan dari Khudzaifah bin al Yaman yang baru datang dari Armenia dan
Adzarbaijan (kedua wilayah tersebut bukan wilayah yang berbahasa Arab)
Utsman sebagai khalifah dengan dibantu para sahabat segera mengambil
tindakan. Demi mengatasi hal itu maka al-Qur’an yang pernah ditulis
pada masa Abu Bakar (masih dalam bentuk lembaran) di salin lagi dalam
bentuk mushaf (diapit dua kulit-spt buku) untuk dibagikan ke
daerah-daerah sebagai al-Qur’an standar, sedang yang selainnya harus
dimusnahkan.
Keputusan
yang diambil oleh para sahabat khususnya Utsman sebagai pemimpin umat
pada waktu itu sangatlah tepat, sebab tugas seorang khalifah tidak
hanya masalah ekonomi, politik dan sosial, tapi juga menyangkut masalah
keagamaan, seperti penjagaan keaslian al-Qur’an baik bacaan maupun
tulisan. Jika merebak suatu bacaan yang salah dan beraneka ragam, maka
tugas pemimpin umat lah untuk membetulkan sehingga umat ini selamat
dari apa yang pernah dilakukan oleh umat sebelumnya. Tapi yang perlu
diingat bahwa standarisasi tersebut tidak menafikan adanya tujuh macam
bacaan yang memang sudah ditetapkan oleh Rasulullah. Dengan adanya
Mushaflmam (Induk) kemudian kita kenal dengan mushaf Utsmany ini secara
tidak langsung Khalifah Utsman telah meletakkan dasar-dasar untuk
tumbuh kembangnya ilmu Ulum al-Qur’an yang diawali dengan pembahasan masalah rasm (bentuk tulisan) Utsmany atau Ilmu Rasm al-Qur’an.
Jika diruntut dari awal: Wahyu ditulis oleh tim yang ditunjuk oleh Rasulullah pada saat bersamaan dihafalkan oleh para Qurra; kemudian pada masa khalifah Abu Bakar apa yang ditulis oleh tim tersebut disalin kedalam (shahifah) lembaranlembaran dengan dibantu hafalan para Qurra; dan
pada masa khalifah Utsman lembaran-lembaran tersebut disalin dalam
bentuk mushhaf (berbentuk seperti buku) dan menjadi standar
satu-satunya. Dan mushafsetandar inilah yang sampai kepada kita hari
ini. Menurut Ibnu Mandzur (630-711 H) dalam kamusnya yang terkenal
Lisan al-Arab, kata shahifah artinya “lembaran yang ada tulisan di atasnya”, sedangkan mushhaf atau mishhaf bermakna “himpunan dari lembaran yang ada tulisannya dengan dibatasi dua kulit”.38 Makna yang sama disampaikan oleh penulis kamus lain -yang lebih dahulu- yaitu Al-Azhari, 39 juga Al-Jauhari (393 H) dalam Ash-Shihah-nya.40
Standarisasi
penulisan dan bacaan al-Qur’an pada masa Utsman dijadikan bahan
hujatan oleh Dr.Robert Morey terhadap keaslian Qur’an. Dasar riwayat
yang dipakai adalah sama dengan yang tertulis di atas, namun dengan plintlran yang sangat kentara, satu hal yang sangat tidak layak dilakukan oleh seorang yang dikatakan internationally recognized scholar. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat bagaimana Dr. Robert Morey memanipulasi riwayat dari Imam al-Bukhari seperti berikut ini :
[Dalam
usahanya untuk 'menyatukan' isi dan bentuk Qur'an menjadi Mushaf
Uthman yang standard, patut disesalkan tindakan khalif Ufhman yang
mendekritkan pemusnahan semua himpunan (atau bahkan bagian) dari
naskah-naskah lain yang telah ada sebelumnya yang merupakan
naskah-naskah Qur'an yang paling primer: "Uthman mengirim kepada setiap
propinsi satu kitab yang telah mereka salin, dan memerintahkan agar
semua naskah-naskah al-Qur'an yang lain, apakah dalam bentuk yang
terbagi-bagi atau yang lengkap, harus dibakar". (Hadits Shahih Bukhari, VI/ 479)]. 41
Kata-kata
[dalam..... paling primer] bukan termasuk riwayat melainkan kata-kata
Dr. Robert Morey sendiri, disajikan seakan menjadi satu kesatuan
riwayat agar dapat memanipulasi pembacanya. Kutipan riwayat oleh Dr. Robert Morey
ini silahkan dirujuk pada riwayat Hudzaifah selengkapnya di atas.
Tentang tuduhan bahwa upaya pembakuan al-Qur’an standar dengan ancaman
hukuman mati oleh Uthman, Dr. Robert Morey tidak mencantumkan dasar
pernyataannya, karena memang tidak ada. Adapun tentang kematian sahabat
Uthman, adalah disebabkan fitnah masalah kekuasaan. Dan kejadian
tersebut telah diberitakan oleh Rasulullah sebelumnya. 42 Maka adalah satu hal Yang mengada-ada jika kematian Uthman dikaitkan dengan keberhasilannya dalam melayani al-Qur’an.
Setelah
meninggalnya Khalifah Utsman, sahabat Ali bin Abi Thalib yang memegang
tampuk pimpinan, -dan seperti Pendahulunya- pelayanan terhadap
al-Qur’an tidak pernah absen. Dengan berkembangnya daerah kekuasaan
umat Islam, mereka yang
tidak menguasai bahasa Arab seringkali melakulcan kesalahan dalam
membaca Al-Qur’an. Melihat yang sedemikian itu Khalifah Ali
memerintahkan Abu al-Aswad ad-Dualy untuk menulis beberapa kaidah
bahasa Arab agar masyarakat bisa membaca al-Qur’an dengan benar. Upaya
tersebut menjadi dasar peletakan ilmu Nahwu (gramatika Arab) dan ilmu I’rab al- Qur’an. 43
Setelah berakhir masa kepemimpinan khulafa’ ar-rasyidun, menyusul kemudian pemerintahan Bani Umayyah dengan Mu’awiyah bin
Abi Sufyan sebagai pemimpin pertama dari dinasti ini. Dan seperti
pendahulunya Mu’awiyah telah memberikan sentuhan yang sangat berarti
dengan menggalakkan pemberian tanda baca pada mushaf. Ini dilakukan
ketika salah satu Gubernurnya di Basrah yaitu Ziyad bin Samiyah
menyaksikan kekeliruan sebagian orang dalam membaca surat at-Taubah ayat 3, yang dapat melahirkan makna yang salah.
Pada masa ini mainstream pengajaran al-Qur’an oleh para sahabat dan tabiin masih menggunakan motode at-talaqqy wal ‘ardli yang mengacu kepada periwayatan dan talqin (pengajaran
dengan cara instruksi dan dikte) karena tradisi tulisan belum
membudaya. Selain empat khalifah sahabat-sahabat lain yang mempelopori
pengajaran Qur’an dengan metode di atas adalah : Ibnu Abbas, Ibnu
Mas’ud, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ ari serta Abdullah bin
Zubair. Sedangkan yang dari tabiin mereka adalah : Mujahid, Atho’,
`Ikrimah, Qotadah, Hasan al-Bashri, Sa’id bin Jubair, clan Zaid bin
Aslam. Merekalah yang -dianggap- telah meletakkan dasar-dasar dari
ilmu-ilmu al-Qur’an seperti : Ilmu Tafsir, ilmu Asbab an-Nuzul, ilmu Nasikh mansukh, Ilmu Ghanb al-Qur’an dan lain sebagainya. 44
Pada masa-masa selanjutnya ketika perkembangan keilmuan dalam peradaban Islam
mulai berkembang, pelayanan dan interaksi dengan Qur’an oleh para
sarjana Muslim telah menghasilkan berbagai ilmu, baik yang ditujukan
untuk penjagaan Qur’an seperti: Ilmu Tajwid (untuk menjaga kesalahan
dalam membaca), Ilmu Qiroat (membahas variasi bacaan seperti yang telah
ditetapkan oleh Rasulullah Saw.), Ilmu Rasm (membahas tata cara
penulisan huruf), Ilmu Dlobth (membahas
tata cara pemberian tanda baca), Ulum al-Qur’an (yang mencakup seluruh
kajian tentang al-Qur’an seperti sebab-sebab turunnya wahyu dll.);
ataupun yang merupakan hasil dari interaksi mereka dengan al-Qur’an
seperti Ilmu Tafsir, ilmu Balaghah (retorika), Fan al-Qoshos al-Qur’aniyah
(seni pengkisahan dalam Qur’an); termasuk juga Nahwu (gramatika Arab
-yang merujuk kepada al-Qur’an-), atau yang bersifat seni seperti seni
baca al-Qur’an dengan dilantunkan juga Kaligrafi.
Walaupun
begitu kegiatan penghafalan al-Qur’an tetap berjalan sebagaimana
mestinya, bahkan menjadi pelajaran dasar wajib bagi para pelajar
khususnya pada abad-abad pertengahan. Tidaklah keterlaluan jika Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Umat kita tidaklah sama dengan ahli kitab,
yang tidak menghafalkan kitab suci mereka. Bahkan jlkalau seluruh
mushhaf ditiadakan maka al-Qur’an tetap tersimpan di dalam hatl umat
Muslim “ 45
Pada masa sekarang, pengawasan ada di bawah lajnah pentashih Qur’an di bawah Departemen Agama RI.
Di negaranegara Islam pun terdapat badan yang serupa. Berkat kemajuan
tehnologi umat Muslim telah diuntungkan -khususnya dalam masalah
Qur’an-. Kini umat Muslim bisa mendengarkan alunan ayat-ayat al-Qur’an
dari manapun di penjuru dunia tanpa merasa asing akan bacaan mereka,
dengan media bermacam-macam. Dalam upaya mempelajari ayat-ayat
al-Qur’an pun sudah banyak kernudahan yang mereka dapatkan baik berupa
tafsir maupun terjemahan serta ilmu-ilmu pendukung lainnya.
Namun demikian tradisi penghafalan Qur’an tetap berlanjut hingga hari ini, madrasah (sekolah) dan pesantren al-Qur’an tersebar di mana-mana di dunia Islam.
Di Indonesia kita hdak sulit untuk mencari pesantren untuk Tahfidz
al-Qur’an baik untuk tingkat anak-anak maupun dewasa. Beberapa
diantaranya -untuk sekedar menyebut contoh- PP
Yambu’ul Qur’an- Kudus Pesantren Krapyak Jogja, PP Nurul Huda-Malang,
Pp 4 Munawwariyyah-Malang, Pondok Darul Huffadz-Sulawesi Selatan, dan
banyak lagi selainnya yang tidak mungkin disebutkan di sini semuanya.
Beberapa perguruan tinggi di Timur-tengah bahkan masih mensyaratkan
hafalan beberapa juz tiap tahun ajaran bagi mahasiswanya. Sedang di
Indonesia beberapa pesantren -non-tahfidz- mencantumkan hafalan Qur’an
dalam kurikulum yang mereka pakai.
Patut diingat, bahwa dalam pengajaran al-Qur’an (Tahfidz al-Qur’an) yang menggunakan metode at-talaqqy wal `ardl juga
disertai dengan sanad yang silsilahnya sampai kepada Rasulullah, sanad
tersebut hanya diberikan kepada murid yang benar-benar menguasai
hafalannya. Berdasarkan sanad yang ada di Indonesia rata-rata para Qurra’tersebut merupakan generasi ke 28 ke atas.
Kita masih beruntung bahwa saat ini masih dapat menyaksikan kebenaran Janji Allah Saw. dalam menjaga kitab yang diturunkan melalui Rasulullah Saw.
[Dan telah Kami mudahkan al-Qur'an untuk dipelajari maka adakah orang yang mempelajari] (al-qamar: 17), kemudahan para penghafal Qur’an dalam menjalankan aktifitas hafalannya tidak lepas dari janji Allah
ini, dan janji tersebut telah terbukti diantaranya dengan semangat
umat Muslim dalam menghafal Qur’an yang tidak kurang peminatnya hingga
saat ini. Janji Allah yang kedua adalah :
[Sungguh kamilah yang telah menarunkan al-Qur'an dan kamilah yang akan menjaganya] (al-Hijr: 9).
Dengan melihat realitas upaya penjagaan al-Qur’an dari masa diturunkan hingga saat ini janji tersebut telah terbukti kebenarannya. Dan tentunya merupakan bukti akan kemukjizatan al-Qur’an yang Pada gilirannya menunjukkan kerasulan Nabi Muhammad Saw. Sejarah dan realitas membuktikan hal itu dan pantas saja kalau al-Qur’an menantang manusia-manusia congkak untuk membuat surat semisalnya. Adakah ayat-ayat palsu yang katanya nongkrong di Situs Internet itu dihafal dan dipelajari serta dijaga oleh umatnya?
Dengan melihat realitas upaya penjagaan al-Qur’an dari masa diturunkan hingga saat ini janji tersebut telah terbukti kebenarannya. Dan tentunya merupakan bukti akan kemukjizatan al-Qur’an yang Pada gilirannya menunjukkan kerasulan Nabi Muhammad Saw. Sejarah dan realitas membuktikan hal itu dan pantas saja kalau al-Qur’an menantang manusia-manusia congkak untuk membuat surat semisalnya. Adakah ayat-ayat palsu yang katanya nongkrong di Situs Internet itu dihafal dan dipelajari serta dijaga oleh umatnya?
Tradisi hafalan al-Qur’an dikalangan umat Muslim
memang unik dan merupakan keistimewaan bagi umat ini. Kalaulah umat
lain iri hati melihat fakta ini kita harus memakluminya. Dr. Robert Morey yang mungkin iri hati melihat penyikapan umat Muslim terhadap kitab sucinya, mengatakan :
Masalah lain
yang berkenaan dengan AI-Qur’an yaifu bahwa al-Qur’an ditujukan unfuk
dihafalkan oleh orang-orang yang bufa huruf dan fidak berpendidikan,
sehingga AI-Qur’an menekankan pada pengulangan-pengulangan yang sama
secara terus menerus.46
Selain mengatakan seperti kutipan di atas, penulis The Islamic lnvaslon ini juga mengutip pendapat ‘kawan-kawannya’ yang
menyatakan bahwa struktur bahasa al-Qur’an campur aduk, menjemukan,
melelahkan; dan segala macam hujatan yang dapat mereka temukan.47
Susunan al-Qur’an yang
dikatakan oleh mereka yang mengaku ilmuan sebagai susunan yang campur
aduk, ternyata dapat dihafal oleh ribuan umat Muslim tanpa ada keluhan
dari mereka. Padahal menurut logika, materi hafalan yang tersusun rapi
akan lebih mudah dihafal dari pada materi yang acakacakan. Dilihat
dari sisi kegiatan hafal menghafal -apapun materinya- pernyataan Dr. Robert Morey dan konco-konconya di atas sangat tidak masuk akal.
-
Coba anda bayangkan mana yang lebih mudah, menghafalkan sesuatu yang urut atau yang acak. Jika anda membeli kartu perdana untuk HP anda -misalnya-, dan dua nomer yang ditawarkan kepada anda; satu nomer biasa (misal, 081 36475146) dan satu lagi nomer cantik misalnya : 081 22334455, mana yang lebih cepat anda hafal yang acak-acakan atau yang teratur seperti dinomer cantik, tentu yang kedua yang akan anda pilih. Tapi jika ada pilihan yang ketiga misalnya nomer 081 17081945, yang sekilas terkesan tidak teratur tapi menurut hernat kami nomer tersebut akan sangat mudah dihafal oleh orang Indonesia bahkan untuk anak seusia SD, yang belum tentu mudah bagi warga negara lain, sebab nomer tersebut adalah tanggal kemerdekaan bangsa Indonesia.
-
Pengulangan yang ada dalam al-Qur’an bukanlah pengulangan dengan pemakaian kata dan struktur kalimat yang sama. Kesamaan yang ada seringkali disajikan dengan gaya bahasa yang berbeda. Berdasarkan pengalaman penulis -salah satu dari kami- yang sempat menghafal al-Qur’an; menghafalkan ayat yang mirip adalah lebih sulit. Ketika menggabungkan ayat-ayat dalam satu surat hal itu relatif lebih mudah, kesulitan itu baru muncul ketika menggabungkan surat-surat dalam satu Juz, dan seluruh Juz dalam satu al-Qur’an.
-
Rata-rata ulama yang telah mewariskan karya-karya besar di dunia Islam yang bahkan mempengaruhi peradaban barat, seperti : Ibnu Sina, Ibnu Rush, Ibnu Khaldun dll, adalah orang-orang yang telah berbekal hafalan al-Qur’an pada masa kecilnya. Dan justru al-Qur’an itulah yang telah memberi inspirasi kepada mereka dalam karya-karnyanya. Lihat saja Ibnu Khaldun dari ayat (yang artinya) : [Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim] (QS. Ali Imran :140), beliau dapat melahirkan karya spektakuler dalam studi peradaban dengan sebuah teori The Culture Cycle Theory of History yang diakui bahkan menjadi acuan dalam kajian filsafat sejarah.
Bahkan pada zaman modern
ini kita tidak heran jika ado seorang perwira tinggi militer di Mesir
yang mengikuti lomba menghafal al-Qur’an tingkat nasional.
Untuk melengkapi pembahasan tentang otentisitas alQur’an ini, maka kami sertakan salah satu sanad yang ada di Indonesia. Yaitu milik pengasuh PP Al-Munawwariyyah Sudimoro-Bululawang-Malang.
Riwayat Hafsh dari ‘Ashim.
-
H. Muhammad Maftuh Sa’id Malang.
-
Dari Ayahnya H. Muhammad Sa’id Mu’in Gresik.
-
Dari Gurunya Kyai Munawwar Sedayu Gresik.
-
Dari Syekh Abdul Karim bin Umar al-Bari al-Dimyathy.
-
Dari Syekh Ismail.
-
Dari Syekh Ahmad Rasyidi.
-
Dari Syekh Mushthafa al-Azmiry.
-
Dari Syekh Hijazy.
-
Dari Syekh Ali bin Sulaiman al-Manshury.
-
Dari Syekh Shulthon al-Mazhy.
-
Dari Syekh Saifuddin bin Atho’illah al-Fudloily.
-
Dari Syekh Syahadzah al Yamany.
-
Dari Syekh Nashiruddin al-Thoblawy.
-
Dari Syekh Zakaria al-Anshory.
-
Dari Syekh Ahmad as-Shuyuthy.
-
Dari Syekh Muhammad al-Jazry.
-
Dari Syekh al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Khaliq al-Mashri as-Syafi’I
-
Dari Syekh al-Imam Abi al-Hasan bin Syuja’ bin Salim bin Ali bin Musa al-Abbas al-Mashry.
-
Dari Syekh al-Imam Abi al-Qashim as-Syathiby.
-
Dari Syekh al-Imam Abi al-Hasan bin Hudzail.
-
Dari Syekh al-Imam bin Daud bin Sulaiman bin Naijah.
-
Dari Syekh al-Imam al-Hafidz Abi Umar al-Dany.
-
Dari Syekh al-Imam Abi al-Hasan al-Ashnany.
-
Dari Syekh al-Imam Ubaidillah as-Sibagh.
-
Dari Syekh al-Imam Hafsh.
-
Dari Syekh al-Imam Ashim.
-
Dari Syekh al-Imam Abdurrahman as-Sullamy.
-
Dari Shahabat Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tsabit Utsman bin Affan, Ubay bin Ka’b.
-
Dari Rasulullah Shallallahu `alaihi wa sallam.
Sanad di atas dari KH. Muhammad Maftuh Sa’id. Dibandingkan dengan sanad lain yang kami kumpulkan sanad ini yang paling ringkas jalurnya, di mana nama-nama Qurra’ yang asal Indonesia hanya tiga di depan. Tradisi penyampaian qiraat masih mengikuti pendahulunya, di mana ayat-perayat dibacakan berikut waqaf (tempat berhenti membaca) harus dihafal para santri yang menghafalkan al-Qur’an. Apalagi harakat dan huruf.
NOTES
36. Al-Bukhari, VI/120.
37. Ibid, VI/120.
38. Ibnu Mandzur, Lisan al-Arab, al-Mu’assah al-Mashriyah al- Amah Li at-Ta’lif wa al-Anba’ wa an-Nashr, Kairo, Vol. XI, hal. 87.88.
39. Ibid.
40 Al-Jauhari, Ash-Shihah, Daar al-`Ilm li al-Malayin, Beirut, Cet. III, th.1984, Vol. IV ha1.1384.
41. Robert Morey, op. cit., hal 147.
42 Musnad Imam Ahmad, 4/235.
43 Zarqany, Manahil al-Irfan fi `Ulum al-Qur’an, Daar Ihya’ al. Kutub al-Arabiyah, Kairo, I/30.
44 Ibid, 1/30-31.
45 Ibnu Taimiyah, Majmu’ Fatawa syailch al-islam Ahmad ibnu Taimiyyah, th.1997, Vol. 17, hal. 436.
46 Robert Morey, op. cit., hal 131.
47 ibid, hal 124.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar