Cari Di Blog Ini

Senin, 28 November 2011

HAKIKAT MATI SURI

Fenomena mati suri adalah salah satu misteri besar dalam kehidupan manusia. Berbicara tentangnya, bukan lagi sebatas berkenaan dengan hal-hal medis yang sifatnya duniawi. Tapi juga berbicara tentang dunia yang tidak kasat mata. Mati suri tidak cukup dipahami oleh pemikiran manusia yang serba rasional. Ini adalah hal irasional yang sangat tipis batasannya dengan hal rasional. Bagaimana mungkin seseorang yang divonis meninggal dapat hidup normal kembali seperti orang hidup kebanyakan. Pertanyaan mendasar seperti itu sering mengiringi hadirnya kisah-kisah tentang orang yang mati suri.


Tak hanya di zaman ini, bahkan di kalangan ulama Islam ada yang pernah memiliki pengalaman, yang oleh orang sekarang dinamakan mati suri. Ibnu al-Jauzi menyebutkan dalam karyanya Kitab al-Alqaab, tentang seorang tokoh yang dijuluki Haamilu Kafanihi (orang yang membawa kafannya). Dia adalah Abu Said Muhammad bin Yahya al-Bazzaaz ad-Dimasyqi. Julukan itu diberikan terkait kejaidan yang dialaminya. Suatu kali beliau telah dianggap wafat, lalu dimandikan, dikafani, serta dishalatkan dan kemudian dikuburkan. Di malam pertama, datanglah seseorang yang bermaksud mencuri kain kafannya. Ketika pencuri itu telah menggali kuburan dan melepaskan kafan untuk diambil, tiba-tiba beliau bangun dari kuburnya, maka spontan pencuri itu lari ketakutan. Dan Abu Said pun kembali kepada keluarganya dengan memakai kafannya. Itulah kenapa beliau dijuluki Haamilu Kafanihi. Dan hari-hari selanjutnya, beliau hidup normal seperti yang lain.

Banyak kisah diutarakan oleh orang yang pernah mengalami mati suri. Meski banyak versi, namun ada kemiripan dari sisi konten. Rata-rata mereka merasa berada di dalam yang lain, bertemu dengan orang yang telah mati dan semisalnya. Sedangkan secara fisik, saat itu mungkin dia telah divonis mati. Lantas kenapa hidup lagi? Kemana ruhnya tatkala dia mati suri?

Memang, tidak semua wilayah ilmu bisa kita jamah. Allah berkehendak menjadikan sebagian perkara itu tetap menjadi misteri, dan hanya diketahui hakikat pastinya oleh-Nya. Termasuk dalam masalah ruh, Allah berfirman,

“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, “Ruh itu Termasuk urusan Rabbku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.”" (QS. al-Isra’:85)

Namun, jika pertanyaannya sebatas, apakah orang yang mati suri itu benar-benar mati hakiki ataukah belum mati, maka ini masuk wilayah dari sedikit ilmu yang bisa kita dapatkan dalam dalil-dalil yang ada.

Allah menyebutkan, ada dua kondisi di mana Allah menahan nyawa manusia; tatkala dalam kondisi ‘maut’ dan ‘manam’. Allah berfirman,

 “Allah memegang jiwa orang ketika matinya (maut) dan  jiwa orang yang belum mati di waktu tidurnya (manam). Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan.” (QS. az-Zumar 42)

Ibnu Katsir Rahimahullah menukil perkataan Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhumaa tentang ayat ini, “Arwah orang yang telah mati ditahan, dan arwah orang yang hidup dikembalikan.”
Maknanya, orang yang pada akhirnya dikembalikan nyawanya itu hakikatnya masuk dalam kategori ‘lam tamut’, belum mati. Dia masuk dalam kategori ‘manam’ (tidur) dengan berbagai level kesadaran dan kondisi fisiologisnya. Baik dalam kondisi tidur, pingsan, koma, maupun mati suri. Jadi, hakikatnya orang yang mengalami mati suri itu belum mati secara hakiki. Wallahu a’lam. (Abu Umar Abdillah/ majalah arrisalah edisi 119/ Kasyfu Syubhat)
Oleh Net Griya

Tidak ada komentar: