Mengkritisi Buku Penodaan Islam di Gramedia (5)
Meski buku “Sang Putra dan Sang Bulan; Kristen dan Islam” yang dijual bebas di Gramedia, sarat dengan penghujatan terhadap Islam, namun penulisnya sempat acung jempol terhadap peribadatan umat Islam. Dalam bab 11 “Mengagumi Islam,” penulisnya memuji shalat umat Islam sebagai benteng pertahanan Islam dari gerakan pemurtadan:
“Hal lain yang dapat kita pelajari dari orang Islam adalah kesetiaan dan keseriusan mereka dalam mengikuti ajaran-ajaran agama mereka. Terlepas dari motivasi mereka menaati ajaran agama mereka, kita patut mengangkat topi pada mereka. Mesjid-mesjid selalu penuh setiap hari Jumat. Walaupun tidak semua, kebanyakan orang Muslim selalu berdoa lima kali sehari (shalat) dengan rajin. Itulah sebabnya mereka sangat terikat dengan agamanya. Tidak mudah seorang muslim pindah agama. Daerah-daerah yang mayoritas Islam bisa bertahan berabad-abad lamanya, tidak demikian halnya dengan kekristenan. Agama Kristen dulu menjadi mayoritas negara-negara Barat, tetapi kini sekularisme dan ateisme menguasai negara-negara Barat itu. Orang Kristen perlu belajar dan mereka” (hlm. 128).
Pujian penginjil ini benar adanya. Itulah kejujuran seorang penginjil dunia yang aktif dalam gerakan kristenisasi, bahwa mereka sulit mengkristenkan dan memurtadkan umat Islam yang rajin shalat. Karena shalat
Tepatlah firman Allah dalam Al-Qur'an surat Al-’Ankabut 45, bahwa shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Salah satu perbuatan keji dan kemungkaran yang besar adalah gerakan kristenisasi dan pemurtadan.
Tetapi jangan terlena dulu dengan pujian buku kristenisasi yang dijual bebas di toko buku Gramedia ini. Karena sejak awal, Curt Fletemier, Yusuf dan Tanti berterus terang bahwa mereka menulis buku ini secara khusus untuk mengkristenkan umat Islam sembari memperkuat iman kristiani.
Setelah memuji ibadah shalat yang dilakukan umat Islam, sang penginjil berputar haluan melecehkan shalat sebagai ritual penyembah berhala:
“Kebudayaan Islam Berakar dari Penyembahan Dewa Bulan. Setidaknya lima tiang utama dalam Islam berasal langsung dari praktik penyembahan berhala.” (hlm 146).
“Sembahyang Lima Waktu. Para penyembah dewa bulan, yaitu para Sabean, mempunyai waktu sembahyang yang rutin. Saat sembahyang, mereka akan sujud menyembah menghadap Ka'bah, seperti yang dilakukan para kaum Muslim pada masa ini. Sembahyang mereka hampir identik dengan sembahyang yang dilakukan oleh muslim pada masa ini. Kaum Islamis berkeberatan atas pandangan ini. Mereka menunjukkan bahwa orang Yahudi juga memiliki waktu doa yang rutin, tetapi ada permasalahan di dalam argumen mereka. Orang Yahudi tidak berdoa menghadap ke Ka'bah, bukan? Tetapi sampai saat ini, orang muslim di seluruh dunia sembahyang dengan menghadap Ka'bah. Mengapa?” (hlm. 148).
Sebelum menjawab tudingan bahwa ibadah shalat umat Islam meniru ritual kaum Shabi’in penyembah Dewa Bulan, perlu dijelaskan terlebih dahulu siapa kaum Shabi’in itu.
Menurut arti asal katanya, Shabi'in ialah orang yang keluar dari agama asalnya, dan masuk ke dalam agama lain, sama dengan arti asal kata murtad. Sebab itu ketika Nabi Muhammad mengkritisi agama nenek moyangnya yang menyembah berhala, lalu menegakkan aqidah Tauhid, oleh orang Quraisy menuding Nabi Muhammad SAW telah shabi'iy dari agama nenek-moyangnya.
Menurut riwayat ahli-ahli tafsir, kaum Shabi'in itu adalah satu golongan dari orang-orang yang pada mulanya memeluk agama Nasrani, lalu mendirikan agama sendiri. Mereka masih berpegang teguh pada ajaran Al-Masih, tetapi mereka juga menyembah malaikat dan percaya kepada pengaruh bintangbintang.
...Umat Islam melakukan shalat karena perintah Allah SWT, tak peduli dengan adanya persamaan dan perbedaan dengan agama lain...
Ibnu Katsir dalam menafsirkan surat Al-Ma'idah 69, menjelaskan bahwa menurut Mujahid, kaum Shabi'in adalah sempalan agama Yahudi, Kristen dan Majusi yang tidak beragama. Sedangkan menurut Qatadah, Shabi'in adalah kaum penyembah malaikat yang masih membaca kitab Zabur. Dalam ibadahnya, mereka shalat tidak menghadap ke kiblat, tapi menghadap ke Yaman lima kali sehari.
Senada itu, Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar menyebut orang yang percaya kepada kebenaran semua agama itu sebagai kelompok Shabi’in seperti disebutkan dalam surat Al-Ma’idah ayat 69.
Dari penjelasan tersebut, jelaslah bahwa tuduhan Curlt Fletimer meleset. tidak benar ibadah shalat umat Islam menjiplak ritual kaum Shabi’in. Ritual kaum Shabi’in menghadap ke Yaman, sedangkan shalat berkiblat ke Ka’bah.
Kekeliruan penginjil Curlt Fletimer dalam melakukan perbandingan agama adalah menyimpulkan beberapa persamaan fisik ritual secara gegabah tanpa menunjukkan bukti-bukti historis yang jelas. Malah dalam beberapa analisa historis, Curt terlihat ragu-ragu, dengan memilih kata “mungkin saja” ketika mengait-ngaitkan Islam dengan agama penyembah berhala.
Beberapa persamaan Islam dengan agama lain, tidak bisa disimpulkan secara nakal bahwa Islam menjiplak agama lain. Terlebih jika keduanya banyak perbedaan. Dengan logika sederhana, bila Curlt Fletimer suka makan pisang, maka kita tidak bisa menghakiminya sebagai orang yang meniru kebiasaan monyet, hanya karena Curlt dan monyet sama-sama suka makan pisang.
Demikian pula dengan shalat menghadap kiblat pada waktu-waktu tertentu, tidak bisa digeneralisir sebagai ibadah penyembah berhala karena ada kemiripan dengan kaum Shabiin. Bukankah jauh sebelumnya para nabi melakukan shalat pada waktu tertentu menghadap ke Kiblat? Kalau Curt peneliti sejati, seharusnya tidak asing dengan ayat-ayat Bibel dalam Perjanjian Lama yang mengabadikan ibadah para nabi terdahulu.
...Umat Islam shalat bukan karena latah membebek agama lain, tapi karena menaati perintah Allah...
Umat Islam melakukan shalat karena perintah Allah SWT, tak peduli dengan adanya persamaan dan perbedaan dengan agama lain. Umat Islam shalat bukan karena latah membebek agama lain, tapi karena menaati perintah Allah, antara lain: shalat dalam waktu-tertentu (Qs An-Nisa’ 103); shalat menghadap kiblat (Qs Al Baqarah: 144); dan shalat mengikuti teladan Nabi Muhammad SAW (HR Bukhari-Muslim: Shallu kama raaitumuni ushalli).
Perlu digarisbawahi, bahwa umat Islam shalat berkiblat ke Ka’bah, bukan untuk menyembah atau mendewakan Ka’bah. Menghadap Ka’bah ketika shalat, semata-mata sebagai arah (syathrun) yang telah ditetapkan Allah SWT, sedangkan tujuan yang diibadahi dan disembah, hanya kepada Allah SWT, Tuhan Pemilik Ka’bah itu (Qs. Al-Quraisy 3).
Karenanya shalat adalah perintah Allah SWT, maka apapun hujatan orang, tak akan menggoyahkan sedikitpun. Biarlah Curlt Fletimer dan evangelis Kristen lainnya menggonggong, ibadah shalat tetap ditunaikan. Bersambung [A. Ahmad Hizbullah MAG/suara islam]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar