Mengkritisi Buku Penodaan Islam di Gramedia (6)
Setelah menghina ibadah shalat sebagai yang dilakukan umat Islam secara rutin lima kali sehari menghadap qiblat, penginjil Curt Fletemier membangga-banggakan agama Kristen sebagai agama yang bebas. Menurutnya, umat Kristen bebas beribadah kapan saja, dengan cara apa saja, dan menghadap ke mana saja.
“Orang Kristen dapat berdoa dari segala arah karena Tuhan yang sejati dapat ditemukan di mana saja. Tidak ada suatu mandat ritual dalam doa umat Kristen, tidak ada suatu posisi tertentu, atau pakaian tertentu atau upacara tertentu. Doa yang sejati dan penyembahan yang benar adalah yang dilakukan dalam Roh dan kebenaran.” (hlm. 148).
“Orang Kristen dapat berdoa dari segala arah karena Tuhan yang sejati dapat ditemukan di mana saja. Tidak ada suatu mandat ritual dalam doa umat Kristen, tidak ada suatu posisi tertentu, atau pakaian tertentu atau upacara tertentu. Doa yang sejati dan penyembahan yang benar adalah yang dilakukan dalam Roh dan kebenaran. Tuhan tinggal dalam hati manusia yang percaya pada-Nya, karena itu tubuh kita adalah Bait Tuhan yang benar. Umat Kristen tidak perlu sujud ke arah bait yang lain. Penyembahan kita adalah sesuatu yang alami, karena menyembah adalah suatu hal yang alami.” (hlm. 148).
Pernyataan ini menunjukkan bahwa penginjil Curt Fletemier cs awam dalam sejarah gereja, khususnya umat Kristen jemaat permulaan. Dalam babad gereja perdana, sejak semula kekristenan yang mula-mula (Kristen generasi awal/Gereja Purba) mereka melakukan ibadah dan berdoa pada waktu-waktu tertentu. Gereja permulaan berakar pada Keyahudiyan, sehingga mereka melakukan ibadah harian atau sembahyang tiga kali sehari, yaitu petang, pagi dan tengah hari (Mazmur 55:18, Daniel 6:10), dengan ritual tertentu.
....penginjil Curt Fletemier awam sejarah gereja, khususnya umat Kristen jemaat permulaan...
Sampai saat ini, Gereja Timur masih melestarikan sembahyang harian yang dikenal dengan istilah “Shalat Tujuh Waktu.” Gereja Ortidox Syria menyebut sembahyang ini sebagai shalat fardu (wajib). Ketujuh waktu shalat Gereja Ortodox Syria itu adalah: Shalatus sa’atul awal (shalat jam pertama) pada jam 6 pagi; Shalatus sa’atuts tsalis (shalat jam ketiga) pada jam 9 pagi; Shalatus sa’atus sadis (shalat jam keenam) pada jam 12 siang; Shalatus sa’atut tis’ah (shalat jam kesembilan) pada jam 3 sore; Shalatus sa’atul ghurub (shalat jam terbenamnya matahari) pada jam 6 sore; Shalatun naum (shalat malam) pada jam 7 malam; dan Shalatus satar (shalat tutup malam) pada jam 12 malam. (Kitabus Sab’ush Sholawat: Sekilas Soal Sholat Tujuh Waktu dalam Gereja Orthodox, hlm. 12).
Sebelum melakukan ibadah sembahyang, menurut Tradisi Gereja dan Bibel, umat Kristen Orthodox pun juga “bersuci” dengan jalan membasuh telapak tangan, membasuh wajah dan kepala, membasuh tungkai kaki, serta seluruh kaki. Ini semua tertulis dalam Kitab Mazmur 26:1-12. Sedangkan “kiblat” sewaktu sembahyang adalah menghadap ke Timur, ke Ka’bah Baitullah di Yerusalem berdasarkan Injil Yohanes 2:9-21.
Dengan data ini, maka teologi ibadah bebas tanpa aturan yang diajarkan penginjil Curt Fletemier ini terbantah oleh teologi Kristen sendiri.
Jika Curt tegar tengkuk membanggakan ibadah bebas tanpa aturan, yang penting ibadah dalam roh dan kebenaran, maka ini adalah kebanggaan yang keliru. Sesuatu yang seharusnya memalukan, malah dibanggakan.
...Ibadah adalah inti agama. Jika suatu agama kosong dari tatacara ibadah, berdoa dan sembahyang, apakah masih layak disebut sebagai agama berketuhanan?...
Ibadah adalah inti agama setelah keyakinan (aqidah). Jika suatu agama kosong dari tatacara ibadah, berdoa, pengabdian dan sembahyang, apakah ia masih layak disebut sebagai agama yang berketuhanan?
Jika teologi penginjil Curt diikuti, bahwa umat boleh berdoa kapan saja dan dengan cara apa saja, yang penting dalam roh dan kebenaran, maka dari seribu umat bisa melahirkan dua ribu ritual ibadah.
Dan jika ibadah/sembahyang/kebaktian kepada Tuhan boleh dilakukan di mana saja karena Tuhan bisa ditemukan di mana saja, sesuai dengan ajaran penginjil Curlt Fletemier, maka betapa rusak dan kotornya suatu agama. Nanti bisa-bisa akan ada kebaktian di WC umum, di tempat sampah, di kuburan, di lokalisasi kemesuman, dan sebagainya.
Ajaran ini bertentangan dengan Islam yang begitu indah, yang menekankan bahwa Tuhan itu Maha Suci (Al-Quddus) yang mencintai kesucian. Bersambung [A. Ahmad Hizbullah MAG/suara islam]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar