Cari Di Blog Ini

Minggu, 04 Desember 2011

Menggali Makna Jihad Harta Dalam Al-Qur’an


Guru Besar Ilmu Al-Quran Program Pascasarjana

IAIN Sunan Ampel, Surabaya



انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Hal itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. at-Taubah: 41).



Jihad dalam arti bahasa adalah upaya, kesungguhan, dan kesulitan. Menurut pengertian istilah, secara luas jihad adalah bersungguh-sungguh merealisasikan kebaikan dan menolak kejahatan untuk membela agama Allah, baik dalam konteks pribadi ataupun ummat. Secara khusus, jihad berarti berperang melawan musuh untuk membela kaum muslimin.

Sebagai istilah yang digunakan al-Qur’an, jihad harta adalah pemberian sumbangan harta yang manfaatnya dapat membantu dan dirasakan seluruh atau sebagian kaum muslim, atau bahkan seorang saja dari mereka, dengan niat ibadah mengharap ridha Allah SWT. Bentuknya sangat beragam, seperti memberi makan kepada orang lapar, membantu orang sakit, membangun tempat ibadah, rumah sakit, lembaga pendidikan, serta yang sejenisnya yang bergerak di bidang agama.

Selain ayat di atas, banyak sekali dalil yang menegaskan agar melakukan jihad harta dalam arti umum atupun khusus. Antara lain adalah firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafaat. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim.” (QS. al-Baqarah: 254).

Ayat-ayat dengan makna senada juga terdapat pada QS. an-Nisa’: 114, QS. al-Munafiqun: 10, QS. an-Nisa’ :39, QS. al-Hadid :7, QS. al-Baqarah: 267 dan beberapa ayat lainnya


Urgensi Jihad Harta

Menyukai harta merupakan kodrat manusia. Allah menjelaskannya dalam al-Qur’an QS. at-Taubah: 24 dan QS. al-Fajr:20. Dalam ayat-ayat lain, Allah menyatakan bahwa sikap terlalu mencintai harta akan membuat sebagian orang cenderung bermegah-megahan dan menjadi bakhil. Terlebih setan selalu menakut-nakuti manusia dengan kekhawatiran menjadi faqir (QS. al-Baqarah: 268). Karena begitu besar daya pikat harta bagi manusia, maka tepat jika al-Qur’an menganggap harta adalah fitnah (ujian). Allah berfirman, “Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah pahala yang besar.” (QS. at-Taghabun: 15).

Cinta yang berlebihan terhadap harta sangat berbahaya bagi manusia. Untuk itu, Islam mengajarkan bahwa kepemilikan manusia terhadap harta bersifat sementara, karena pemilik sebenarnya adalah Allah SWT. Harta tidak lain hanyalah titipan, yang di dalamnya ada tanggung jawab serta hak orang lain. Karena itu, harta yang tidak dinafkahkan di jalan Allah akan menjadi kotor, karena masih mengandung percampuran unsur halal yaitu miliknya dan unsur haram yang merupakan hak milik orang lain yang membutuhkan.

Di sinilah letak urgensi jihad harta, karena berarti membersihkan harta tersebut dengan menginfakkannya dalam pelbagai bentuk sesuai peruntukan yang diperintahkan Allah SWT, seperti zakat, sedekah, hibah, wakaf, dan lain sebagainya. Banyak ayat al-Qur’an yang mengungkap urgensi jihad harta. Isyaratnya sangat jelas ketika banyak ibadah yang dikaitkan dengan zakat atau infak. Perintah zakat digandengkan dengan shalat sekitar 82 kali. Shalat malam dan do`a juga diarahkan agar berimplikasi pada kesukaan menginfakkan harta (QS. as-Sajdah: 16). Musyawarah juga digandengkan dengan seruan berinfak (QS. asy-Syura: 38).

Urgensi infak juga begitu jelas ketika tidak hanya dikhususkan bagi orang kaya, tapi juga orang miskin. Allah berfirman, “(Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.” (QS. Ali `Imran: 134).

 
Jihad Harta Dalam Pengertian Khusus

Pengertian jihad harta secara khusus adalah menyumbangkan harta untuk mendukung bidang-bidang yang terkait dengan jihad militer, seperti membeli senjata, perlengkapan tempur, mengembangkan fasilitas, memberi tunjangan ekonomi bagi keluarga dan kerabat para mujahidin, dan segala bentuk sumbangan yang digunakan untuk membangun kekuatan kaum Muslimin guna mempertahankan diri dan melawan musuh-musuh Islam.

Dalam kondisi yang mengharuskan jihad, maka hukum jihad harta dalam pengertian khusus tersebut adalah wajib, sama seperti kewajiban berjihad dengan nyawa. Pasalnya, jihad dengan nyawa tidak dapat terlaksana dengan sempurna tanpa jihad dengan harta. Disini berlaku kaidah, bahwa suatu perkara yang apabila sebuah kewajiban tidak akan sempurna tanpa keberadaannya, maka perkara tersebut juga menjadi wajib. Allah SWT memerintahkan kaum muslim untuk mengorbankan nyawa dan harta secara bersamaan dan berpasangan dengan jihad nyawa. Sebab, masing-masing tidak dapat berdiri sendiri tanpa kehadiran pasangannya.

Dalil hukum di atas banyak terdapat pada ayat-ayat jihad, dimana seluruh perintah jihad dengan nyawa (bin nafs) selalu diiringi jihad dengan harta (bil mal). Bukan hanya itu, ditinjau dari susunan kalimat (siyaq al kalam) justru jihad dengan harta menempati posisi pertama sebelum jihad dengan nyawa, setiap kali al-Qur’an menyebut keduanya secara bersamaan, kecuali dalam satu ayat saja ( QS. at-Taubah: 111).

Contohnya adalah firman Allah SWT, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan nyawa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. al-Hujurat: 15).

Perintah jihad harta ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah SAW, “Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan harta, nyawa dan lisan kalian.” (HR. Ahmad dan Nasa’i). Ash-Shan`ani menjelaskan, hadis ini menunjukkan kewajiban berjihad dengan nyawa, yakni dengan cara menyerbu orang-orang kafir, dan kewajiban berjihad dengan harta, yakni dengan cara menyumbangkan harta untuk membiayai jihad, senjata dan semisalnya.

Dalam praktiknya, jihad dengan harta wajib dilakukan oleh semua orang sesuai batas kemampuan masing-masing. Kadar kewajibannya sesuai dengan yang dinyatakan Allah SWT dalam firman-Nya, “Hendaklah orang yang mampu, memberi nafkah menurut kemampuannya.” (QS. ath-Thalaq: 7). Bagi orang tertentu, boleh jadi harus mengeluarkan harta yang lebih besar daripada keharusannya mengeluarkan zakat. Pendapat ini dinyatakan oleh seluruh ulama, dengan alasan, dalam harta ada hak lain di luar zakat yakni ketika ada kebutuhan umat yang harus dicukupi.


Keistimewaan Jihad Harta khusus

Jihad harta dalam arti khusus ini memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi Allah SWT. Banyak ayat dan hadis yang menjelaskannya. Antara lain adalah firman Allah SWT, “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu, itulah yang lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di surga 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. ash-Shaff: 10-12).

Dalam sebuah riwayat hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang memberangkatkan (mendanai) orang-orang yang berperang di jalan Allah, berarti dia juga ikut berperang. Dan siapa yang mengurusi keluarga orang yang sedang berperang dengan baik, berarti dia juga ikut berperang”. (HR Bukhari).

Berdasarkan ajaran Rasul ini, para sahabat terbiasa bila telah melakukan persiapan untuk berperang tapi kemudian berhalangan, maka dia akan memberikan perbekalan perang tersebut kepada orang lain. Tujuannya, agar ikut memperoleh pahala yang dijanjikan. Sementara sahabat yang memiliki harta tapi tidak mungkin terjun langsung ke medan perang maka dia akan menyumbangkannya. Kisah seperti ini banyak disebut dalam kitab-kitab hadis, seperti kisah pemuda suku Aslam dalam Shahih Muslim dari riwayat Anas bin Malik RA.

Dari uraian di atas, bisa dipahami bahwa orang yang mempersiapkan diri untuk berjihad, tapi berhalangan sehingga keinginannya terhambat, seperti karena dilarang oleh pemerintah, atau memiliki cacat fisik yang membuatnya tidak dapat berjihad, maka dia bisa berjihad dengan harta. Dengan demikian dia termasuk orang-orang yang berpeluang seperti yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW, “Siapa yang memohon mati syahid dengan tulus, maka Allah akan menempatkannya pada kedudukan para syuhada sekalipun dia mati di atas kasur.” (HR Muslim).

Jika menyimak sirah generas salaf, maka jihad harta adalah praktek umum yang jamak mereka lakukan. Abu Bakar ash-Shiddiq pernah mendermakan seluruh harta miliknya dalam dua kesempatan, saat hijrah dan perang Tabuk. Umar bin Khaththab juga menyumbangkan separuh hartanya dalam perang yang sama. Sementara Usman bin `Affan dan Abdurrahman bin `Auf menyerahkan ribuan dinar dan ratusan hingga ribuan kuda dan unta.

Sebagai penutup, jihad bil-maal atau jihad harta adalah ajaran Islam yang sangat berperan bagi kebaikan umat. Karenanya, ajaran ini harus terus dipahamkan dan disebarluaskan agar umat muslim dapat menggunakan hartanya dengan cara yang lebih bijak dan tepat. Cinta kepada harta tidak semestinya menghalangi jihad dengan harta tersebut karena pahalanya teramat besar.

Jihad harta yang benar harus dilakukan dengan ikhlas, tulus, menghindari pamrih, berasal dari harta yang baik, dan proporsional, sesuai kemampuan. Wallahu a`alam bish-shawab.

Tidak ada komentar: