Buku
kristenisasi berwajah Islam berjudul “Yang Haq dan Yang Batil” yang
dilaporkan Rauf Al-Jihadi dari Pamekasan Madura ini hanya mengandalkan
tudingan bombastis. Setelah menuding Allah yang disembah umat Islam
sebagai Tuhan yang Maha Penipu, pada halaman 23 misionaris menuduh Allah
SWT sebagai Tuhan Yang Maha Teroris. Perhatikan kutipannya:
“Allah Penteror atau Teroris; biasa menjatuhkan ketakutan terhadap pihak lain untuk mencapai keinginannya!
QS.
8:12. “(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat:
"Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang
yang telah beriman". Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.”
Orang-orang
kafir diteror oleh Allah, dan Allah memerintahkan muslim untuk
bertindak ganas, melengkapi teror yang telah Allah jatuhkan!”
Itulah
tafsir ngawur dan sesat penginjil terhadap Al-Qur'an. Tanpa
memperhatikan kaidah dan tidak membaca ayat sebelum dan sesudahnya
secara utuh. Lebih-lebih ayat yang dikemukakan hanya dibaca sekilas dan
tidak teliti. Matanya hanya terpaku pada kalimat “Aku jatuhkan rasa
ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir,” lalu ayat lainnya diabaikan
untuk disimpulkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Teror dalam segala
hal.
Padahal ayat ini berkenaan dengan Perang Badar, bukan bicara dalam keadaan aman dan damai.
Realita
Perang Badar pada waktu itu, kekuatan bala tentara Islam hanya terdiri
sekitar 300 orang, sedang tentara musyrikin melebihi 1.000 orang dengan
alat persenjataan yang lebih lengkap.
Pada
ayat sebelumnya (ayat 9), Allah mengingatkan kaum muslimin tentang
pentingnya doa dalam perjuangan. Pertolongan Allah yang diberikan pada
saat mereka menghadapi kesulitan dan berusaha untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan itu dengan jalan berdoa kepada Allah SWT, karena
usaha mereka untuk mengatasi kesulitan dengan usaha lahiriah tidak
memungkinkan.
“Ingatlah,
ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya
bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu
dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut” (Qs. Al-Anfal 9).
Menghadapi
betapa besar kesulitan dan kendala teknis kaum muslimin dalam Perang
Badar, Rasulullah SAW menghadap kiblat dan ia menadahkan tangannya ke
atas lalu berdoa kepada Allah SWT:
"Ya
Tuhanku, penuhilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah,
apabila sekelompok kecil dari pemeluk agama Islam ini Engkau kalahkan,
tentu Engkau tidak disembah lagi di bumi ini." Nabi terus berdoa kepada
Tuhan dengan cara menadahkan tangannya ke atas sambil menghadap kiblat
sampai serbannya jatuh. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA).
Sesudah
itu Allah SWT mengabulkan doa kaum muslimin dengan jalan mendatangkan
bala bantuan malaikat yang datang berturut-turut untuk mencapai
kemenangan.
“Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs Al-Anfal 10).
Ayat ini
menegaskan bahwa kemenangan yang diperoleh kaum Muslimin dalam Perang
Badar bukanlah karena kekuatan dan persenjataan, tetapi semata-mata
karena bantuan Allah dengan jalan mengirimkan bala tentara dari
malaikat.
Sesungguhnya
Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Dengan kekuasaan-Nya Allah
memberikan kemenangan kepada umat Muhammad, dan dengan kebijaksanaan-Nya
diturunkan kemenangan kepada hamba-Nya yang beragama tauhid dan
menghancurkan hamba-Nya yang terjerumus ke dalam kemusyrikan.
Pada
ayat 12 –yang dipersoalkan misionaris– dijelaskan bahwa pertolongan
Allah kepada umat Islam saat menghadapi musuh kafir pada perang Badar
ini diungkap dengan menggunakan kata wahyu (idz yuuhi Rabbuka) yang dilewatkan kepada komunitas malaikat. Para malaikat diperintahkan agar turun memberi pemantapan kepada umat Islam (fatsabbitul-ladziina aamanuu), bahwa dalam ekspedisi Badar nanti Tuhan pasti membela dan menjamin kemenangan.
Ada
malaikat yang turun di medan laga dan menempati baris depan kaum
Muslimin, ada juga barisan malaikat yang melakukan penyamaran di barisan
musuh. Jika dipihak kaum muslimin malaikat menyemangati dan meyakinkan
bakal menang, sebaliknya ketika menyusup di tentara kafir, para malaikat
menghembuskan sikap pesimis yang menciutkan nyali orang-orang kafir (saulqii fii quluubil-ladziina kafarur-ru’ba). Meski kekuatan mereka tiga kali lipat di atas kaum muslimin, namun hati mereka jauh lebih ciut dan terus dihantui rasa takut.
Keteguhan
tekad kaum Muslimin dalam berperang membela agama Allah itu tergambar
pula dalam motivasi Rasulullah SAW yang disambut dengan semangat dan
sukacita oleh para shahabat. Saat itu, Nabi Muhammad SAW bersumpah:
”Demi Dzat Allah di mana jiwa dan ragaku ada dalam genggaman-Nya. Bahwa
tidak satupun di antara yang ikut perang hari ini, asal dengan tulus
karena Allah, pasti dijamin masuk surga”.
Mendengar
sabda itu, Umair bin Al-Hamam Al-Anshari yang sedang mengunyah korma
langsung memuntahkan dan korma yang ada di tangannya juga dibuang. Dia
berperang dan ternyata terbunuh syahid. Selamat wahai Umair, silakan
menikmati surga.
Adanya
semangat mati syahid di pihak Islam dan ketakutan di pihak kafir dalam
Perang Badar ini diakui oleh sejarawan Inggris William Muir yang masyhur
dalam buku The Life of Mahomed tahun yang ditulis pada tahun 1857.
Dengan
demikian kaum Muslimin dapat menguasai pertempuran, mereka dapat maju
dengan tangkas dan memenggal kepala-kepala musuh serta dengan mudah pula
mereka mematahkan serangan musuh.
Kekuatan
tauhid sebagai penopang kemenangan dalam perjuangan, ditegaskan dalam
ayat berikutnya (ayat 13), bahwa sebab-sebab kemenangan kaum Muslimin
dan kekalahan kaum musyrikin, yaitu karena bantuan Allah yang diberikan
kepada kaum Muslimin dalam menghadapi kaum musyrikin dan perjuangan
mereka dilandaskan kepada kebenaran, yaitu menegakkan agama tauhid.
Sedang kaum musyrikin menderita kekalahan karena mereka itu memusuhi
Allah dan Rasul-Nya dan perjuangan mereka dilandaskan kepada kebatilan
yaitu perjuangan-perjuangan mempertahankan berhala.
Jelaslah
dari penjelasan tersebut, tindakan Allah memberikan rasa takut kepada
jiwa orang-orang kafir dan memberikan support kekuatan kepada para
mujahid, adalah tindakan yang tepat sesuai dengan keadilan dan
firman-Nya:
“Agar
Allah menetapkan yang haq (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik)
walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya” (Qs Al-Anfal 8).
Jadi,
tidak masalah jika Allah dikatakan menteror mental orang-orang kafir.
Karena dalam akidah Islam, Allah adalah Tuhan yang Maha Perkasa, Maha
Kuasa, Maha Suci dan Maha Bijaksana (Qs. Al Hasyr 22-24) yang bisa
membolak-balikkan hati manusia.
Justru
aneh jika Tuhan tidak mampu menjatuhkan mental orang-orang yang memusuhi
agama dan nabi-Nya. Allah dalam aqidah Islam tak punya sifat ‘lebay’
yang gampang menyesal dan pilu hati seperti yang diajarkan Bibel
(Kejadian 6: 5-6).
Jihad Pantang Menyerah Tak Ada dalam Bibel
Ayat
Al-Qur'an yang mengisahkan Allah mengabulkan doa Nabi Muhammad untuk
memberikan kemenangan atas orang-orang kafir, dianggap aneh oleh
misionaris Kristen. Sehingga fakta bahwa Allah memberikan rasa takut
kepada orang kafir dalam menghadapi para mujahid Islam, dianggap sebagai
tindakan aneh yang tidak patut, dengan tudingan keji bahwa Tuhannya
umat Islam itu Maha Teroris. Na’udzubillahi minzalik.
Narasi
ayat-ayat Al-Qur'an tentang optimisme dan perjuangan ini terasa aneh
jika harus disamakan dengan narasi Bibel tentang perjuangan Yesus
menghadapi sadisnya orang-orang kafir yang ingin membunuhnya di tiang
salib.
Dalam kisah pra-penyaliban, di Taman Getsemani Yesus berdoa kepada Tuhan agar dibebaskan dari cawan kematian di tiang salib: “Kata Yesus: "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari padaku” (Markus 14:36; Matius 26: 39).
Ternyata
doa ini tidak dikabulkan, sehingga Yesus harus menghadapi kematian
tragis di tiang salib. Lebih tragis lagi, di akhir hayatnya Yesus
ditinggalkan oleh Tuhan, sehingga Yesus berteriak-teriak memanggil
Tuhan:
“Kira-kira
jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama
sabakhtani?” Artinya: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan
aku?” (Matius 27:46, Markus 15:34, Lukas 23:44-46).
Mentalitas
para shahabat yang gagah berani membela Rasulullah SAW yang dikisahkan
Al-Qur'an dan Hadits pun bertolak belakang dengan mentalitas para murid
kesayangan Yesus yang dikisahkan Bibel.
Keempat
Injil milik umat Kristen menceritakan bahwa para murid Yesus adalah
orang-orang yang tidak militan dan tidak bertanggung jawab terhadap
kebenaran dan keselamatan Yesus. Buktinya, ketika Yesus dibekuk aparat
tentara untuk dieksekusi di atas kayu salib, semua muridnya lari
tunggang-langgang meninggalkan Yesus, tak satupun yang mau membela dan
menjaga keselamatan Yesus. Kisah selengkapnya baca Markus 14:46-50.
Ketika
dihadapkan di pengadilan negeri dengan ancaman hukuman mati, Yesus
sangat membutuhkan pembelaan para muridnya. Ternyata, Petrus, murid
kesayangan Yesus, justru menyangkal dan menolak tuduhan sebagai murid
Yesus. Injil Markus 14: 68-71 mencatat tiga kali penyangkalan.
Dengan
membandingkan semangat juang, patriotisme dan kisah heroik dalam
Al-Qur'an dan Bibel, maka pilihan terbaik bagi pejuang yang berakal
adalah keteladanan Al-Qur'an. [a ahmad hizbullah mag/suaraislam]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar