Cari Di Blog Ini

Senin, 02 Januari 2012

Menjawab Hujatan Kristen di Madura 2: Tuhan Yang Maha Teroris?

Buku kristenisasi berwajah Islam berjudul “Yang Haq dan Yang Batil” yang dilaporkan Rauf Al-Jihadi dari Pamekasan Madura ini hanya mengandalkan tudingan bombastis. Setelah menuding Allah yang disembah umat Islam sebagai Tuhan yang Maha Penipu, pada halaman 23 misionaris menuduh Allah SWT sebagai Tuhan Yang Maha Teroris. Perhatikan kutipannya:

“Allah Penteror atau Teroris; biasa menjatuhkan ketakutan terhadap pihak lain untuk mencapai keinginannya! 

QS. 8:12. “(Ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah (pendirian) orang-orang yang telah beriman". Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka.”

Orang-orang kafir diteror oleh Allah, dan Allah memerintahkan muslim untuk bertindak ganas, melengkapi teror yang telah Allah jatuhkan!”

Itulah tafsir ngawur dan sesat penginjil terhadap Al-Qur'an. Tanpa memperhatikan kaidah dan tidak membaca ayat sebelum dan sesudahnya secara utuh. Lebih-lebih ayat yang dikemukakan hanya dibaca sekilas dan tidak teliti. Matanya hanya terpaku pada kalimat “Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir,” lalu ayat lainnya diabaikan untuk disimpulkan bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Teror dalam segala hal.

Padahal ayat ini berkenaan dengan Perang Badar, bukan bicara dalam keadaan aman dan damai.
Realita Perang Badar pada waktu itu, kekuatan bala tentara Islam hanya terdiri sekitar 300 orang, sedang tentara musyrikin melebihi 1.000 orang dengan alat persenjataan yang lebih lengkap.

 
Pada ayat sebelumnya (ayat 9), Allah mengingatkan kaum muslimin tentang pentingnya doa dalam perjuangan. Pertolongan Allah yang diberikan pada saat mereka menghadapi kesulitan dan berusaha untuk mengatasi kesulitan-kesulitan itu dengan jalan berdoa kepada Allah SWT, karena usaha mereka untuk mengatasi kesulitan dengan usaha lahiriah tidak memungkinkan.

“Ingatlah, ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya bagimu: “Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepada kamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut” (Qs. Al-Anfal 9).

Menghadapi betapa besar kesulitan dan kendala teknis kaum muslimin dalam Perang Badar, Rasulullah SAW menghadap kiblat dan ia menadahkan tangannya ke atas lalu berdoa kepada Allah SWT:

"Ya Tuhanku, penuhilah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah, apabila sekelompok kecil dari pemeluk agama Islam ini Engkau kalahkan, tentu Engkau tidak disembah lagi di bumi ini." Nabi terus berdoa kepada Tuhan dengan cara menadahkan tangannya ke atas sambil menghadap kiblat sampai serbannya jatuh. (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah RA).

Sesudah itu Allah SWT mengabulkan doa kaum muslimin dengan jalan mendatangkan bala bantuan malaikat yang datang berturut-turut untuk mencapai kemenangan.

“Dan kemenangan itu hanyalah dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Qs Al-Anfal 10).

Ayat ini menegaskan bahwa kemenangan yang diperoleh kaum Muslimin dalam Perang Badar bukanlah karena kekuatan dan persenjataan, tetapi semata-mata karena bantuan Allah dengan jalan mengirimkan bala tentara dari malaikat.

Sesungguhnya Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Dengan kekuasaan-Nya Allah memberikan kemenangan kepada umat Muhammad, dan dengan kebijaksanaan-Nya diturunkan kemenangan kepada hamba-Nya yang beragama tauhid dan menghancurkan hamba-Nya yang terjerumus ke dalam kemusyrikan.
Pada ayat 12 –yang dipersoalkan misionaris– dijelaskan bahwa pertolongan Allah kepada umat Islam saat menghadapi musuh kafir pada perang Badar ini diungkap dengan menggunakan kata wahyu (idz yuuhi Rabbuka) yang dilewatkan kepada komunitas malaikat. Para malaikat diperintahkan agar turun memberi pemantapan kepada umat Islam (fatsabbitul-ladziina aamanuu), bahwa dalam ekspedisi Badar nanti Tuhan pasti membela dan menjamin kemenangan.

Ada malaikat yang turun di medan laga dan menempati baris depan kaum Muslimin, ada juga barisan malaikat yang melakukan penyamaran di barisan musuh. Jika dipihak kaum muslimin malaikat menyemangati dan meyakinkan bakal menang, sebaliknya ketika menyusup di tentara kafir, para malaikat menghembuskan sikap pesimis yang menciutkan nyali orang-orang kafir (saulqii fii quluubil-ladziina kafarur-ru’ba). Meski kekuatan mereka tiga kali lipat di atas kaum muslimin, namun hati mereka jauh lebih ciut dan terus dihantui rasa takut.

Keteguhan tekad kaum Muslimin dalam berperang membela agama Allah itu tergambar pula dalam motivasi Rasulullah SAW yang disambut dengan semangat dan sukacita oleh para shahabat. Saat itu, Nabi Muhammad SAW bersumpah: ”Demi Dzat Allah di mana jiwa dan ragaku ada dalam genggaman-Nya. Bahwa tidak satupun di antara yang ikut perang hari ini, asal dengan tulus karena Allah, pasti dijamin masuk surga”.

Mendengar sabda itu, Umair bin Al-Hamam Al-Anshari yang sedang mengunyah korma langsung memuntahkan dan korma yang ada di tangannya juga dibuang. Dia berperang dan ternyata terbunuh syahid. Selamat wahai Umair, silakan menikmati surga.

Adanya semangat mati syahid di pihak Islam dan ketakutan di pihak kafir dalam Perang Badar ini diakui oleh sejarawan Inggris William Muir yang masyhur dalam buku The Life of Mahomed tahun yang ditulis pada tahun 1857.

Dengan demikian kaum Muslimin dapat menguasai pertempuran, mereka dapat maju dengan tangkas dan memenggal kepala-kepala musuh serta dengan mudah pula mereka mematahkan serangan musuh.

Kekuatan tauhid sebagai penopang kemenangan dalam perjuangan, ditegaskan dalam ayat berikutnya (ayat 13), bahwa sebab-sebab kemenangan kaum Muslimin dan kekalahan kaum musyrikin, yaitu karena bantuan Allah yang diberikan kepada kaum Muslimin dalam menghadapi kaum musyrikin dan perjuangan mereka dilandaskan kepada kebenaran, yaitu menegakkan agama tauhid. Sedang kaum musyrikin menderita kekalahan karena mereka itu memusuhi Allah dan Rasul-Nya dan perjuangan mereka dilandaskan kepada kebatilan yaitu perjuangan-perjuangan mempertahankan berhala.

Jelaslah dari penjelasan tersebut, tindakan Allah memberikan rasa takut kepada jiwa orang-orang kafir dan memberikan support kekuatan kepada para mujahid,  adalah tindakan yang tepat sesuai dengan keadilan dan firman-Nya:

“Agar Allah menetapkan yang haq (Islam) dan membatalkan yang batil (syirik) walaupun orang-orang yang berdosa (musyrik) itu tidak menyukainya” (Qs Al-Anfal 8).

Jadi, tidak masalah jika Allah dikatakan menteror mental orang-orang kafir. Karena dalam akidah Islam, Allah adalah Tuhan yang Maha Perkasa, Maha Kuasa, Maha Suci dan Maha Bijaksana (Qs. Al Hasyr 22-24) yang bisa membolak-balikkan hati manusia.

Justru aneh jika Tuhan tidak mampu menjatuhkan mental orang-orang yang memusuhi agama dan nabi-Nya. Allah dalam aqidah Islam tak punya sifat ‘lebay’ yang gampang menyesal dan pilu hati seperti yang diajarkan Bibel (Kejadian 6: 5-6).

Jihad Pantang Menyerah Tak Ada dalam Bibel
Ayat Al-Qur'an yang mengisahkan Allah mengabulkan doa Nabi Muhammad untuk memberikan kemenangan atas orang-orang kafir, dianggap aneh oleh misionaris Kristen. Sehingga fakta bahwa Allah memberikan rasa takut kepada orang kafir dalam menghadapi para mujahid Islam, dianggap sebagai tindakan aneh yang tidak patut, dengan tudingan keji bahwa Tuhannya umat Islam itu Maha Teroris. Na’udzubillahi minzalik.

Narasi ayat-ayat Al-Qur'an tentang optimisme dan perjuangan ini terasa aneh jika harus disamakan dengan narasi Bibel tentang perjuangan Yesus menghadapi sadisnya orang-orang kafir yang ingin membunuhnya di tiang salib.

Dalam kisah pra-penyaliban, di Taman Getsemani Yesus berdoa kepada Tuhan agar dibebaskan dari cawan kematian di tiang salib: “Kata Yesus: "Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari padaku” (Markus 14:36; Matius 26: 39).

Ternyata doa ini tidak dikabulkan, sehingga Yesus harus menghadapi kematian tragis di tiang salib. Lebih tragis lagi, di akhir hayatnya Yesus ditinggalkan oleh Tuhan, sehingga Yesus berteriak-teriak memanggil Tuhan:

“Kira-kira jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring: “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku?” (Matius 27:46, Markus 15:34, Lukas 23:44-46).

Mentalitas para shahabat yang gagah berani membela Rasulullah SAW yang dikisahkan Al-Qur'an dan Hadits pun bertolak belakang dengan mentalitas para murid kesayangan Yesus yang dikisahkan Bibel.

Keempat Injil milik umat Kristen menceritakan bahwa para murid Yesus adalah orang-orang yang tidak militan dan tidak bertanggung jawab terhadap kebenaran dan keselamatan Yesus. Buktinya, ketika Yesus dibekuk aparat tentara untuk dieksekusi di atas kayu salib, semua muridnya lari tunggang-langgang meninggalkan Yesus, tak satupun yang mau membela dan menjaga keselamatan Yesus. Kisah selengkapnya baca Markus 14:46-50.

Ketika dihadapkan di pengadilan negeri dengan ancaman hukuman mati, Yesus sangat membutuhkan pembelaan para muridnya. Ternyata, Petrus, murid kesayangan Yesus, justru menyangkal dan menolak tuduhan sebagai murid Yesus. Injil Markus 14: 68-71 mencatat tiga kali penyangkalan.

Dengan membandingkan semangat juang, patriotisme dan kisah heroik dalam Al-Qur'an dan Bibel, maka pilihan terbaik bagi pejuang yang berakal adalah keteladanan Al-Qur'an.  [a ahmad hizbullah mag/suaraislam]

Tidak ada komentar: