Abu Darda berkata: “Termasuk tanda pemahaman seseorang terhadap agamanya, adanya kemauan untuk mengurusi nafkah rumah tangganya.” (Diriwayatkan Ibnu Abid Dunya dalam Ishlahul Mal, hlm. 223, Ibnu Abi Syaibah no.34606 dan Al Baihaqi dalam Asy Syuab, 2/365)
Ditengah gemuruhnya kota, ternyata Riyadh menyimpan bayak kisah.
Kota ini menyimpan rahasia yang hanya diperdengarkan kepada telinga dan hati yang mendengar. Tentu saja, Hidayah adalah kehendak-Nya dan Hidayah hanya akan diberikan kepada mereka yang mencarinya…
Kota ini menyimpan rahasia yang hanya diperdengarkan kepada telinga dan hati yang mendengar. Tentu saja, Hidayah adalah kehendak-Nya dan Hidayah hanya akan diberikan kepada mereka yang mencarinya…
Ada sebuah energi yang luar biasa dari cerita yang kudengar beberapa
hari yang lalu dari sahabat saya.Saya mengenal banyak dari mereka, ada
beberapa dari Palestina, Bahrain, Jordan, Syiria, Pakistan, India,
Srilanka dan kebanyakan dari Mesir dan Saudi Arabia sendiri. Ada
beberapa juga dari suku Arab yang tinggal dibenua Afrika. Salah satunya
adalah teman dari Negara Sudan, Afrika.
Saya mengenalnya dengan nama Ammar Mustafa, dia salah satu Muslim kulit hitam yang juga kerja di Hotel ini.
Beberapa bulan ini saya tidak lagi melihatnya berkerja.Biasanya saya
melihatnya bekerja bersama pekerja lainnya menggarap proyek bangunan di
tengah terik matahari kota Riyadh yang sampai saat ini belum bisa
ramah dikulit saya.
Hari itu Ammar tidak terlihat.
Karena penasaran, saya coba tanyakan kepada Iqbal tentang kabarnya.
Karena penasaran, saya coba tanyakan kepada Iqbal tentang kabarnya.
“Oh kamu tidak tahu?”
Jawabnya balik bertanya, memakai bahasa Inggris khas India yang bercampur dengan logat urdhu yang pekat.
“Iyah beberapa minggu ini dia gak terlihat di Mushola ya?” Jawab saya.
Selepas itu, tanpa saya duga Iqbal bercerita panjang lebar tentang Ammar.
Dia menceritakan tentang hidup Ammar yang pedih dari awal hingga akhir, semula saya keheranan melihat matanya yang menerawang jauh. Seperti ingin memanggil kembali sosok teman sekamarnya itu.
Dan saya mendengarkan dengan seksama…
Ternyata Amar datang ke kota Riyadh ini lima tahun yang lalu,
tepatnya sekitar tahun 2004 lalu.Ia datang ke Negeri ini dengan tangan
kosong, dia nekad pergi meninggalkan keluarganya di Sudan untuk mencari
kehidupan di Kota ini. Saudi arabia memang memberikan free visa untuk
Negara-Negara Arab lainnya termasuk Sudan, jadi ia bisa bebas mencari
kerja disini asal punya Pasport dan tiket.
Sayang, kehidupan memang tidak selamanya bersahabat.Do’a Ammar untuk
mendapat kehidupan yang lebih baik di kota ini demi keluarganya
ternyata saat itu belum terkabul. Dia bekerja berpindah pindah dengan
gaji yang sangat kecil, uang gajinya tidak sanggup untuk membayar
apartemen hingga ia tinggal di apartemen teman temannya.
Meski demikian, Ammar tetap gigih mencari pekerjaan.Ia tetap mencari
kesempatan agar bisa mengirim uang untuk keluarganya di Sudan.
Bulan pertama berlalu kering, bulan kedua semakin berat…
Bulan ketiga hingga tahun-tahun berikutnya kepedihan Ammar tidak kunjung berakhir..
Waktu bergeser lamban dan berat, telah lima tahun Ammar hidup
berpindah pindah di Kota ini. Bekerja dibawah tekanan panas matahari
dan suasana kota yang garang.Tapi Ammar tetap bertahan dalam kesabaran.
Kota metropolitan akan lebih parah dari hutan rimba jika kita tidak
tahu caranya untuk mendapatkan uang, dihutan bahkan lebih baik. Di
hutan kita masih bisa menemukan buah buah, tapi di kota? Kota adalah
belantara penderitaan yang akan menjerat siapa saja yang tidak mampu
bersaing.
Riyadh adalah ibu kota Saudi Arabia.
Hanya berjarak 7 jam dari Dubai dan 10 jam jarak tempuh dengan bis menuju Makkah. Dihampir keseluruhan kota ini tidak ada pepohonan untuk berlindung saat panas. Disini hanya terlihat kurma-kurma yang berbuah satu kali dalam setahun..
Ammar seperti terjerat di belantara kota ini.
Pulang ke Suddan bukan pilihan terbaik, ia sudah melangkah, ia harus membawa perubahan untuk kehidupan keluarganya di negeri Sudan. Itu tekadnya.
Ammar tetap tabah dan tidak berlepas diri dari keluarganya.
Ia tetap mengirimi mereka uang meski sangat sedikit, meski harus ditukar dengan lapar dan haus untuk raganya disini.
Sering ia melewatkan harinya dengan puasa menahan dahaga dan lapar
sambil terus melangkah, berikhtiar mencari suap demi suap nasi untuk
keluarganya di Sudan.
Tapi Ammar pun tetap manusia.
Ditahun kelima ini ia tidak tahan lagi menahan malu dengan teman temannya yang ia kenal, sudah lima tahun ia berpindah pindah kerja dan numpang di teman-temannya tapi kehidupannya tidak kunjung berubah.
Ia memutuskan untuk pulang ke Sudan.Tekadnya telah bulat untuk
kembali menemui keluarganya, meski dengan tanpa uang yang ia bawa untuk
mereka yang menunggunya.
Saat itupun sebenarnya ia tidak memiliki uang, meski sebatas uang
untuk tiket pulang.Ia memaksakan diri menceritakan keinginannya untuk
pulang itu kepada teman terdekatnya. Dan salah satu teman baik Ammar
memahaminya, ia memberinya sejumlah uang untuk membeli satu tiket
penerbangan ke Sudan.
Hari itu juga Ammar berpamitan untuk pergi meninggalkan kota ini
dengan niat untuk kembali ke keluarganya dan mencari kehidupan di sana
saja.
Ia pergi ke sebuah agen di jalan Olaya- Riyadh, utuk menukar uangnya
dengan tiket. Sayang, ternyata semua penerbangan Riyadh-Sudan minggu
ini susah didapat karena konflik di Libya, Negara tetangganya. Tiket
hanya tersedia untuk kelas executive saja.
Akhirnya ia membeli tiket untuk penerbangan minggu berikutnya.
Ia memesan dari saat itu supaya bisa lebih murah. Tiket sudah ditangan, dan jadwal terbang masih minggu depan.
Ammar sedikit kebingungan dengan nasibnya.
Tadi pagi ia tidak sarapan karena sudah tidak sanggup lagi menahan malu kepada temannya, siang inipun belum ada celah untuk makan siang. Tapi baginya ini bukan hal pertama. Ia hampir terbiasa dengan kebiasaan itu.
Adzan dzuhur bergema..
Semua Toko-Toko, Supermarket, Bank, dan Kantor Pemerintah serentak menutup pintu dan menguncinya. Security Kota berjaga jaga di luar kantor kantor, menunggu hingga waktu Shalat berjamaah selesai.
Ammar tergesa menuju sebuah masjid di pusat kota Riyadh.
Ia mengikatkan tas kosongnya di pinggang, kemudian mengambil wudhu.. memabasahi wajahnya yang hitam legam, mengusap rambutnya yang keriting dengan air.
Lalu ia masuk mesjid. Shalat 2 rakaat untuk menghormati masjid. Ia duduk menunggu mutawwa memulai shalat berjamaah.
Hanya disetiap shalat itulah dia merasakan kesejukan,Ia
merasakan terlepas dari beban Dunia yang menindihnya, hingga hatinya
berada dalam ketenangan ditiap menit yang ia lalui.
Shalat telah selesai.
Ammar masih bingung untuk memulai langkah.
Penerbangan masih seminggu lagi.
Ia diam.
Dilihatnya beberapa mushaf al Qur’an yang tersimpan rapi di
pilar-pilar mesjid yang kokoh itu. Ia mengmbil salah satunya, bibirnya
mulai bergetar membaca taawudz dan terus membaca al Qur’an hingga adzan
Ashar tiba menyapanya.
Selepas Maghrib ia masih disana.Beberapa hari berikutnya, Ia
memutuskan untuk tinggal disana hingga jadwal penerbangan ke Sudan tiba.
Ammar memang telah terbiasa bangun awal di setiap harinya.
Seperti pagi itu, ia adalah orang pertama yang terbangun di sudut kota itu.
Ammar mengumandangkan suara indahnya memanggil jiwa jiwa untuk shalat, membangunkan seisi kota saat fajar menyingsing menyapa Kota.
Adzannya memang khas.
Hingga bukan sebuah kebetulan juga jika Prince (Putra Raja Saudi) di kota itu juga terpanggil untuk shalat Subuh berjamaah disana.
Adzan itu ia kumandangkan disetiap pagi dalam sisa seminggu terakhirnya di kota Riyadh.
Hingga jadwal penerbanganpun tiba. Ditiket tertulis jadwal
penerbangan ke Sudan jam 05:23am, artinya ia harus sudah ada di bandara
jam 3 pagi atau 2 jam sebelumnya.
Ammar bangun lebih awal dan pamit kepada pengelola masjid, untuk
mencari bis menuju bandara King Abdul Azis Riyadh yang hanya berjarak
kurang dari 30 menit dari pusat Kota.
Amar sudah duduk diruang tunggu dibandara,
Penerbangan sepertinya sedikit ditunda, kecemasan mulai meliputinya.
Ia harus pulang kenegerinya tanpa uang sedikitpun, padahal lima tahun ini tidak sebentar, ia sudah berusaha semaksimal mungkin.
Tapi inilah kehidupan, ia memahami bahwa dunia ini hanya persinggahan.
Ia tidak pernah ingin mencemari kedekatannya dengan Penggenggam Alam semesta ini dengan mengeluh. Ia tetap berjalan tertatih memenuhi kewajiban kewajibannya, sebagai Hamba Allah, sebagai Imam dalam keluarga dan ayah buat anak anaknya.
Diantara lamunan kecemasannya, ia dikejutkan oleh suara yang memanggil manggil namanya.
Suara itu datang dari speaker dibandara tersebut, rasa kagetnya belum hilang Ammar dikejutkan lagi oleh sekelompok berbadan tegap yang menghampirinya.
Mereka membawa Ammar ke mobil tanpa basa basi, mereka hanya berkata “Prince memanggilmu”.
Ammarpun semakin kaget jika ia ternyata mau dihadapkan dengan
Prince. Prince adalah Putra Raja, kerajaan Saudi tidak hanya memiliki
satu Prince. Prince dan Princess mereka banyak tersebar hingga ratusan
diseluruh jazirah Arab ini. Mereka memilii Palace atau Istana
masing-masing.
Keheranan dan ketakutan Ammar baru sirna ketika ia sampai di Mesjid
tempat ia menginap seminggu terakhir itu, disana pengelola masjid itu
menceritakan bahwa Prince merasa kehilangan dengan Adzan fajar yang
biasa ia lantunkan.
Setiap kali Ammar adzan prince selalu bangun dan merasa terpanggil..
Hingga ketika adzan itu tidak terdengar, Prince merasa kehilangan. Saat mengetahui bahwa sang Muadzin itu ternyata pulang kenegerinya Prince langsung memerintahkan pihak bandara untuk menunda penerbangan dan segera menjemput Ammar yang saat itu sudah mau terbang untuk kembali ke Negerinya.
Singkat cerita, Ammar sudah berhadapan dengan Prince.
Prince menyambut Ammar dirumahnya, dengan beberapa pertanyaan tentang alasan kenapa ia tergesa pulang ke Sudan.
Amarpun menceritakan bahwa ia sudah lima tahun di Kota Riyadh ini dan
tidak mendapatkan kesempatan kerja yang tetap serta gaji yang cukup
untuk menghidupi keluarganya.
Prince mengangguk nganguk dan bertanya: “Berapakah gajihmu dalam satu bulan?”
Amar kebingungan, karena gaji yang ia terima tidak pernah tetap.
Bahkan sering ia tidak punya gaji sama sekali, bahkan berbulan bulan
tanpa gaji dinegeri ini.
Prince memakluminya.
Beliau bertanya lagi: “Berapa gaji paling besar dalam sebulan yang pernah kamu dapati?”
Dahi Ammar berkerut mengingat kembali catatan hitamnya selama lima tahun kebelakang. Ia lalu menjawabnya dengan malu: “Hanya SR 1.400″, jawab Ammar.
Prince langsung memerintahkan sekretarisnya untuk menghitung uang.
1.400 Real itu dikali dengan 5 tahun (60 bulan) dan hasilnya adalah SR 84.000 (84 Ribu Real = Rp. 184. 800.000). Saat itu juga bendahara Prince menghitung uang dan menyerahkannya kepada Amar.
Tubuh Amar bergetar melihat keajaiban dihadapannya.
Belum selesai bibirnya mengucapkan Hamdalah,
Prince baik itu menghampiri dan memeluknya seraya berkata:
“Saya tahu, cerita tentang keluargamu yang menantimu di Sudan. Pulanglah temui istri dan anakmu dengan uang ini. Lalu kembali lagi setelah 3 bulan. Saya siapkan tiketnya untuk kamu dan keluargamu kembali ke Riyadh. Jadilah Bilall dimasjidku.. dan hiduplah bersama kami di Palace ini.”
Ammar tidak tahan lagi menahan air matanya.
Ia tidak terharu dengan jumlah uang itu, uang itu memang sangat besar artinya di negeri Sudan yang miskin. Ammar menangis karena keyakinannya selama ini benar, Allah sungguh sungguh memperhatikannya selama ini, kesabarannya selama lima tahun ini diakhiri dengan cara yang indah.
Ammar tidak usah lagi membayangkan hantaman sinar matahari disiang
hari yang mengigit kulitnya. Ammar tidak usah lagi memikirkan kiriman
tiap bulan untuk anaknya yang tidak ia ketahui akan ada atau tidak.
Semua berubah dalam sekejap!
Lima tahun itu adalah masa yang lama bagi Ammar.
Tapi masa yang teramat singkat untuk kekuasaan Allah.
Nothing is Imposible for Allah,
Tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah..
Bumi inipun Milik Allah,..
Alam semesta, Hari ini dan Hari Akhir serta Akhirat berada dalam Kekuasaan Nya.
Inilah buah dari kesabaran dan keikhlasan.
Ini adalah cerita nyata yang tokohnya belum beranjak dari kota ini, saat ini Ammar hidup cukup dengan sebuah rumah di dalam Palace milik Prince. Ia dianugerahi oleh Allah di Dunia ini hidup yang baik, ia menjabat sebagai Muadzin di Masjid Prince Saudi Arabia di pusat kota Riyadh.
Subhanallah…
Seperti itulah buah dari kesabaran.
“Jika sabar itu mudah, tentu semua orang bisa melakukannya.
Jika kamu mulai berkata sabar itu ada batasnya, itu cukup berarti pribadimu belum mampu menetapi kesabaran karena sabar itu tak ada batasnya. Batas kesabaran itu terletak didekat pintu Syurga dalam naungan keridhaan Nya”. (NAI)
Jika kamu mulai berkata sabar itu ada batasnya, itu cukup berarti pribadimu belum mampu menetapi kesabaran karena sabar itu tak ada batasnya. Batas kesabaran itu terletak didekat pintu Syurga dalam naungan keridhaan Nya”. (NAI)
“Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada
orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang besar”. (Al Fushilat 35)
Allahu Akbar!
Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya
(Di kisahkan oleh Mohammad Safik di copy-paste dari e-mail seorang teman ex. PHILIPS)
“Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya rizki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3).
Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa orang yang merealisasikan taqwa akan dibalas Allah dengan dua hal. Pertama, “Allah akan mengadakan jalan keluar baginya.” Artinya, Allah akan menyelamatkannya –sebagaimana dikatakan Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu – dari setiap kesusahan dunia maupun akhirat. Kedua, “Allah akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” Artinya, Allah akan memberi-nya rizki yang tak pernah ia harapkan dan angankan.
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan: “Maknanya, barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah dengan melakukan apa yang diperintahkanNya dan meninggalkan apa yang dilarangNya, niscaya Allah akan memberinya jalan keluar serta rizki dari arah yang tidak disangka-sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya,”
Dipublikasikan oleh Ummu Aisyah Nur Syifa untuk http://www.satucahayahidupku.net/ dengan penambahan tanpa merubah makna cerita…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar