Wasiat Empat Imam Mazhab
Yang pertama-tama diantara mereka adalah Imam Abu Hanifah An-Nu’man binTsabit.
Para sahabatnya telah meriwayatkan banyak perkataan dan ungkapan
darinya, yang semuanya melahirkan satu kesimpulan, yaitu kewajiban
untuk berpegang teguh kepada hadits dan meninggalkan pendapat para imam
yangbertentangan dengan hadits tersebut.
- ‘Apabila hadits itu shahih, maka hadits itu adalah madzhabku.” (Ibnu Abidin di dalam Al-Hasyiyah 1/63)
- ‘Tidak dihalalkan bagi seseorang untuk berpegang pada perkataan kami, selagi ia tidak mengetahui dari mana kami mengambilnya”. (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Intiqa’u fi Fadha ‘ilits Tsalatsatil A’immatil Fuqaha’i, hal. 145)
- Dalam sebuah riwayat dikatakan: ‘Adalah haram bagi orang yang tidak mengetahui alasanku untuk memberikan fatwa dengan perkataanku”
- Di dalam sebuah riwayat ditambahkan: “Sesungguhnya kami adalah manusia yang mengatakan perkataan pada hari ini dan meralatnya di esok hari”.
- “Jika aku mengatakan suatu perkataan yang bertentangan dengan kitab Allah dan kabar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tinggalkanlah perkataanku”. (Al-Fulani di dalam Al-lqazh, hal. 50)
II. MALIK BIN ANAS (Imam Madzhab Maliki)
Imam Malik berkata:
- “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia yang salah dan benar. Maka perhatikanlah pendapatku. Setiap pendapat yang sesuai dengan Kitab dan Sunnah, ambillah dan setiap yang tidak sesuai dengan Al Kitab dan Sunnah, tinggalkanlah”. (Ibnu Abdil Barr di dalam Al-Jami’, 2/32)
- ‘Tidak ada seorang pun setelah Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, kecuali dari perkataannya itu ada yang diambil dan yang ditinggalkan, kecuali Nabi Shallallahu alaihi wa sallam “. (Ibnu Abdil Hadi di dalam Irsyadus Salik, 1/227)
- Ibnu Wahab berkata, ‘Aku mendengar bahwa Malik ditanya tentang menyelang-nyelangi jari di dalam berwudhu, lalu dia berkata, ‘Tidak ada hal itu pada manusia. Dia berkata. Maka aku meninggalkannya hingga manusia berkurang, kemudian aku berkata kepadanya. Kami mempunyai sebuah sunnah di dalam hal itu, maka dia berkata: Apakah itu? Aku berkata: Al Laits bin Saad dan Ibnu Lahi’ah dan Amr bin Al-Harits dari Yazid bin Amr Al ¬Ma’afiri dari Abi Abdirrahman Al-Habli dari Al Mustaurid bin Syidad Al-Qirasyi telah memberikan hadist kepada kami, ia berkata, ”Aku melihat RasulullahShallallahu AlaihinWaSallam menunjukkan kepadaku dengan kelingkingnya apa yang ada diantara jari-jari kedua kakinya. Maka dia berkata, “sesungguhnya hadist ini adalah Hasan,’aku mendengarnya hanya satu jam. Kemudian aku mendengarnya, setelah ituditanya, lalu ia memerintahkan untuk menyelang-nyelangi jari-jari.(Mukaddimah Al-Jarhu wat Ta’dil, karya Ibnu Abi Hatim, hal. 32-33)
III. ASY-SYAFI’I (Imam Madzhab Syafi’i)
Adapun perkataan-perkataan yang diambil dari
Imam Syafi’i di dalam hal ini lebih banyak dan lebih baik, dan para
pengikutnya pun lebih banyak mengamalkannya. Di antaranya:
- Tidak ada seorangpun, kecuali dia harus bermadzab dengan Sunnah Rasulullah dan menyendiri dengannya. Walaupun aku mengucapkan satu ucapan dan mengasalkannya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bertentangan dengan ucapanku. Maka peganglah sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Inilah ucapanku.” (Tarikhu Damsyiq karya Ibnu Asakir,15/1/3)
- “Kaum muslimin telah sepakat bahwa barang siapa yang telah terang baginya Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka tidak halal baginya untuk meninggalkannya, hanya karena mengikuti perkataan seseorang.”(Ibnul Qayyim, 2/361, dan Al-Fulani, hal.68)
- ”Apabila kamu mendapatkan di dalam kitabku apa yang bertentangan dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka berkatalah dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tinggalkanlah apa yang aku katakan.” (Al-Harawi di dalam Dzammul Kalam,3/47/1)
- ”Apabila Hadist itu Shahih, maka dia adalah madzhabku. ” (An-Nawawi di dalam AI-Majmu’, Asy-Sya’rani,10/57)
- “Kamu (Imam Ahmad) lebih tahu dari padaku tentang hadist , dan orang¬-orangnya (Rijalull-Hadits). Apabila hadist itu shahih, maka ajarkanlah ia kepadaku apapun ia adanya, baik ia dari Kufah, Bashrah maupun dari Syam, sehingga apabila ia shahih, aku akan bermadzhab dengannya.” ( Al-Khathib di dalam Al-Ihtijaj bisy-Syafi’I, 8/1)
- “Setiap masalah yang didalamnya terdapat kabar dari Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam adalah shahih …..dan bertentangan dengan apa yang aku katakan, maka aku meralatnya di dalam hidupku dan setelah aku mati.” (Al-¬Harawi, 47/1)
- ”Apabila kamu melihat aku mengatakan suatu perkataan, sedangkan hadist Nabi yang bertentangan dengannya shahih, maka ketahuilah, sesungguhnya akalku telah bermadzhab dengannya (Hadits Nabi). ” (Al-Mutaqa, 234/1 karya Abu Hafash Al-Mu’addab)
- Setiap apa yang aku katakan, sedangkan dari Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam terdapat hadist shahih yang bertentangan dengan perkataanku, maka hadits nabi adalah lebih utama. Olah karena itu, janganlah kamu mengikutiku.” (ibnu Asakir, 15/9/2)
IV. AHMAD BIN HAMBAL (Imam Madzhab Hambali)
‘Imam Ahmad adalah salah seorang imam yang paling banyak
mengumpulkan sunnah dan paling berpegang teguh kepadanya. Sehingga ia
membenci penulisan buku-buku yang memuat cabang-cabang (furu’ ) dan
pendapat. Oleh karena itu ia berkata:
- “Janganlah engkau mengikuti aku dan jangan pula engkau mengikuti Malik, Syafi’i, Auza’i dan Tsauri, Tapi ambillah dari mana mereka mengambil.” (Al¬ Fulani, 113 dan Ibnul Qayyim di dalam Al-I’lam, 2/302)
- “Pendapat Auza’i, pendapat Malik, dan pendapat Abu Hanifah semuanya adalah pendapat, dan ia bagiku adalah sama, sedangkan alasan hanyalah terdapat di dalam atsar-atsar (hadits-hadits. )” (Ibnul Abdl Brr di dalam Al-Jami`, 2/149)
- “Barang siapa yang menolak hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya ia telah berada di tepi kehancuran. ” (Ibnul Jauzi, 182).
Allah berfirman: “Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya)
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang
mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka
sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka
menerima dengan sepenuhnya” (An-Nisa:65), dan firman-Nya: “Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut akan ditimpa
cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. ” (An-Nur:63).
–wasiat ini saya nukil dari mukaddimah sifat solat nabi, karangan syaikh al-albani -rahimahullah-
Sumber : http://ibnumuflih.blogspot.com/2008/11/wasiat-empat-imam-mazhab.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar