Konsep awal mula penciptaan menurut pandangan al-Qur’an dapat diringkas sebagai berikut :
"ketika Allah (sebagai angka 1) hendak memperkenalkan diri-Nya, maka Dia ciptakan cermin (angka 8). Makhluk adalah bayangan kesempurnaan-Nya (angka 10) yang nampak didalam cermin. Diantara diri-Nya dan cermin serta bayangan-Nya, terhampar permadani maghfirah sebagai ampunan dan tobat (angka 9) yang dihamparkan Allah dengan ikhlas (Qs 112) sebagai penauhidan makhluk pada-Nya (12) untuk kembali kepada-Nya (91:9) dengan ridha-Nya (19 huruf kalimat Basmalah).”
Jalan kembali itu sangat luas dan lurus, karena ia merupakan jalan kembali dengan berserah diri, maka kodefikasi 91 adalah petunjuk jalan kembali, dan penyucian jiwa (QS 91) untuk mencapai kesempurnaan yaitu tersingkapnya jalan yang luas atau yang dimaksudkan sebagai Shiraatal-Mustaqiim. Shirataal-Mustaqim terbangun dari 19 huruf basmalah yang lahiriah, dan 3 huruf tersembunyi yang menyempurnakan bahwa awal dan akhir segala sesuatu adalah penauhidan kepada-Nya (QS 57:3). Maka jalan kembali itu, Shirataal-Mustaqiim itu adalah jalan tauhid, dengan petunjuk dari orang yang diberi nikmat yaitu Nabi Muhammad SAW sebagai Utusan Allah, yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat Ar-Rahmaan dan ar-Rahiim dengan utuh QS 9:128. Bagi umat manusia, petunjuk jalan kembali itu aktual dari 19 huruf Basmalah, itulah yang kemudian menjadi 6236 ayat al-Qur'an. Jadi, secara langsung Al Qur’an lah yang dimaksudkan dengan Shirathaal Mustaqim itu namun dengan catatan bahwa manusia mampu mengimplementasikan nilai-nilainya didalam dirinya dengan mengikuti petunjuk atau washilah Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Makhluk yang diciptakan sebagai bayangan di dalam cermin adalah bayangan kesempurnaan Allah. Karena jalan kembali sebagai Shirathaal Mustaqiim (QS 1:6) adalah Tauhid dengan panduan yang mendapatkan rahmat Allah atau Muhammad Utusan Allah (Qs 1:7), maka bayangan yang sempurna didalam cermin adalah kebalikan dari tauhid atau angka 10 atau 1+9=9+1=10 yaitu huruf Ya.
Dari sisi makhluk, penauhidan kepada Allah yang Esa terletak diantara permadani maghfirah Allah yang terhampar dengan ampunan dan tobat dengan cermin yang pertama kali diciptakan-Nya, maka berlaku urutan proses 9 12 8 yang menjadi QS 9:128.
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.(Qs 9:128)
Jadi, syarat fundamental bagi yang memasuki jalan yang lurus adalah manusia yang menauhidkan Tuhan sebagai Allah, Dialah Tuhan Yang Maha Esa, yang kemudian menjadi QS 112:1-4. Dan untuk kembali kepada-Nya, maka makhluk yang berhasil adalah yang berhasil melaksanakan mi'raj sebagai 17 rakaat shalat dari jumlahan Thaa dan Ha menjadi kalimatullah ThaHaa QS 20:1. Semua itu adalah petunjuk yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai rasul bagi orang-orang yang mukmin.
Tersingkapnya kegaiban mutlak Allah, sebagai Tuhan Yang Maha Esa, adalah tersingkapnya tabir Ghain yang menyemburatkan kehendak-Nya untuk menciptakan dengan menampilkan Cahaya Kemuliaan-Nya sebagai Cahaya Diatas Cahaya (QS 24:35), maka Allah adalah ar-Rabb sebagai Rabbul Aalamin.
Tampilnya cahaya adalah tampilnya 2 pasang sifat dan 3 Ism Agung, namun segala sesuatunya diawali dengan cahaya yang ghaib maka tampilan Asma dan Sifat pertama kali tersembunyi dalam kegaiban 2 pasang sifat kesempurnaan dan 5 Asma dan Sifat.
Untuk menyingkap kegaiban Allah dan Asma dan Sifat-Nya, maka Allah harus menetapkan suatu konsepsi penciptaan dimana makhluk akan diciptakan dengan suatu kondisi yang tetap sebagai suatu sunnatullah QS 48:23, terukur (QS 54:49, 15:21), dalam kondisi awal keseimbangan (Qs 67:3), mempunyai ruang-waktunya sendiri (QS 17:12), dan sadar akan dirinya sebagai makhluk yang mempunyai keterbatasan atas waktu (QS 103), dan pertamakali menyaksikan Diri-Nya dengan tauhid (QS 7:172).
Kemudian ketetapan lain yang penting adalah bahwa Dia menciptakan sesuai dengan apa dengan yang dikehendaki-Nya (QS 28:68). Maka bagi makhluk yang mengenal dirinya, ia akan mengenal siapakah Tuhannya (man arofa nafsahu, faqod arofa robbahu). Dan siapapun yang akan memperhatikan bagaimana ia diciptakan akan menyadari pertemuan kembali dengan Penciptanya (QS 30:8).
al-Aalamin (QS 1;2) yang diciptakan-Nya adalah al-Aalamin yang menjadi cermin kesempurnaan-Nya, namun hanya makhluk sempurna yang berakal pikiran yang mampu menampung pengetahuan-Nya lah yang akan menyingkapkan siapakah Dia. Itulah makhluk yang tercelup dalam kekuasaan Ilmunya yang tak berbatas, dialah yang merasakan kekuasaan-Nya sebagai Shibghaatalllahi (QS 2:138).
Bila makhluk terjerat di dalam Laam sebagai alam semesta yang menabiri, maka Ghairi dari penyingkapan kegaiban-Nya menjadi “Ghairil” (Qs 1:7, setelah “Ghairil..” sering dikatakan juga menjadi ayat ke-8 dari al-Fatihah). Makhluk pun tertabiri oleh semua aspek kebendaan yang menyelimuti dirinya. Makna makhluk pun menjadi yang dimurkai dan tersesat (QS 1:7).
Hanya ampunan dan tobat Allah sebagai hidayah yang dapat membebaskan makhluk dari penjara Laam sebagai alam materi, yaitu yang diciptakan sebagai penampilan kesempurnaan-Nya yang tercerap alam inderawi. Itulah makhluk pertama yang menjadi awal dan akhir kehendak Allah untuk menciptakan. Siapakah dia?
Esensinya dinamakan sebagai Dal sebagai kesempurnaan azali, dan bayangan kesempurnaannya di dalam cermin adalah Mim. Dengan demikian, Mim berada dalam Laam baik secara individual sebagai eksistensi semua makhluk maupun secara global sebagai al-Aalamin. Dan unifikasi Mim - Dal menjadi bayangan kesempurnaan-Nya yang memberikan rahmat bagi seluruh alam. Ketika Hha sebagai 5 Asma dan Sifat-Nya tercetuskan di alam gaib, maka Hha menjadi nyata sebagai tersingkapnya Asma-Nya sebagai ar-Rahmaan dari titik dibawah Baa dari Allah sebagai Dzat Yang Esa dan al-Ghaibi.
ar-Rahmaan tampil sebagai bentuk sepasang bintang lima yang saling berhadapan ketika cermin Ha wujud, keduanya membangun enam titik temu menjadi bentuk hexagonal, segienam, atau penampang sarang tawon. Dari sepasang segi lima berhadapan tersebut, Allah memfirmankan QS 2:255 dan QS 55 sebagai ar-Rahmaan yang memberikan rahmat dan kasih sayang dan wujud sebagai dia yang disebutkan-Nya sebagai Rahmatan Lil Aalamin (QS 21:107).
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Tampilnya 5 titik temu menjadi segi lima ar-Rahmaan terbangun dari 7 ruas dari pertemuan 3 Asma dan Sifat. Tiga (3) titik temu terbangun dari masing-masing ruas yang membangun ar-Rahmaan, maka darinya penauhidan makhluk adalah penauhidan awal dan akhir, lahir dan batin , dan yang meliputi segala sesuatu yaitu QS 57:3.
Dari sepasang segilima yang membangun segi enam penampang sarang tawon, maka konsepsi penciptaan ditentukan bahwa hexagonal itu terbangun dari 7 Asma dan sifat dengan 3 titik temu dalam keadaan keseimbangan yang tidak habis bagi sebagai tampilnya As-Shamadiyah Dzat Allah (QS 112:2). Oleh karena itu QS 67:3 difirmankan sebagai prinsip penciptaan makhluk yang diciptakan dalam keadaan seimbang, dengan potensi baik dan buruk yang sama (QS 91:7-8).
Ketika huruf Hha membangun tampilan ar-Rahmaan maka ar-Rahiim nyata sebagai sifat yang melekat dan kekuasaan yang dimiliki Allah sebagai ar-Rahmaan, maka Allah memperkenalkan dirinya sebagai Dia adalah ar-Rahmaan (Qs 17:110) dan memiliki sifat ar-Rahiim yang menyiratkan kekuasaan-Nya atas segala eksistensi makhluk. Semua makhluk hanya tegak karena kekuasaan Allah sebagai ar-Rahmaan yang memiliki sifat ar-Rahiim. Bayangan yang tampil didalam cermin adalah ar-Rahmaan dan ar-Rahiim sebagai Rahmatan Lil Aalamin yang aktual setelah semburatnya Nun dan Raa menjadi Nur yang disingkapkan ketika Allah menyatakan diri-Nya sebagai Ar-Rabb Al-Aalamin. Makhluk yang wujud kemudian disebutkan-Nya sebagai Rahmatan Lil aalamin yang tidak lain adalah Cahaya sebagai Nur Muhammad yang menjadi esensi makhluk pertama.
Dengan aktualnya ar-Raab sebagai Rabbul Aalamin, terjadi proses yang nyaris mandiri dimana-mana, jadi pengertian yang menyangkut ruang-waktu saat itu, dialam yang gaib awal mula, tak bisa digambarkan sebagai suatu proses, karena semuanya mandiri terjadi serentak layaknya kita menumpahkan sekardus jigsaw puzzle diatas lantai.
Dengan aktualnya Nur Muhammad, maka bayangan Hha mandiri tercipta didalam cermin sebagai Nun. Lantas, ar-Rahmaan ar-Rahim aktual sebagai Rahmaatan Lil Aalamin yang menaungi huruf Mim yang tampil lebih nyata karena Nur awal mula sudah aktual sebagai Nur Muhammad.
Nur Awal Mula adalah hakikat Nur dari Allah sebagai ar-Raab, yaitu tersingkapnya tabir al-Ghaibi dari esensi Dzat Allah yang aktual. Firman Ghairi tanpa akhiran Laam (l) adalah Ra yang tersingkap yang menyingkap Ba dan titik dibawahnya sebagai Esensi Ilahiyah yaitu kekuasaan Allah sebagai ar-Rahmaan. Ketika Hha wujud, maka Mim yang dinaungi Rahmaatan Lil Aalamin adalah Hha-Mim (Qs 40:1) sebagai kesempurnaan unifikasi awal mula Alif-Dal yang tertabiri huruf Ghain atau al-Ghaibu Allah. Jadi firman QS 40:1 adalah firman Hha-Mim awal mula yang menjadi al-Mukmin. Dengan demikian Dal – Mim, yang dilihat dari sisi makhluk di dalam cermin menjadi Mim – Dal, mempunyai sisipan Hha Mim menjadi lafaz yang utuh sebagai Muhammad yang lahiriah sebagai nabi dan rasul terakhir, ialah makhluk yang pertama kali diciptakan dengan kesempurnaan-Nya. Didalam cermin yaitu huruf Ha (8) terjadi unifikasi antara Allah-Muhammad sebagai Alif – Mim yang akhirnya akan menegakkan semua eksistensi makhluk. Laam tanpa Mim tidak bisa eksis, Mim tanpa Alif tidak akan berdiri, Alif sendirian maka Dia sebagai al-Huwa menjadi Dzat Yang Ahad, Ash-Shamad, dan Ghaib Mutlak.
Saat yang sama, ketika Nur aktual maka angka 9 sebagai permadani maghfirah menampilkan bayangannya didalam cermin sebagai angka 6 atau huruf Wau. Wau seperti cahaya yang muncul sebagai garis melengkung sesaat yang kemudian membesar menjadi benderang dan menjadi huruf Sin. Maka dari kondisi diam kemudian bergerak, maka firman Allah kemudian menyatakan Thaa Sin (QS 27:1): yaitu gerakan 69 sebagai aktualnya energi awal mula seperti gerakan cakram galaksi Bimasakti.
Thaa Sin sebagai gerak awal mula munculnya eksistensi makhluk awal mula yang nyata tidak lain adalah firman al-Haqqah (QS 69:1) sebagai "yang pasti terjadi” karena sebelumnya kehendak Allah sudah dinyatakan dialam gaib sebagai "Sin Nun dan Ta" yang menjadi sunnatullah yang tetap QS 48:23.
Ta sebenarnya muncul dari aktualnya huruf Dal dengan multiplikasi dari tersingkapnya satu tabir ghain menjadi Qaaf (Qs 50). Jadi ketika Allah sebagai Yang Maha Gaib (al-Ghaibi) berkeinginan untuk memperkenalkan diri, Dia tertabiri oleh 3 tabir yaitu diri-Nya sebagai Allah, Dzat Yang Maha Esa dan Ghaib Mutlak, dan 2 atribut-Nya yaitu Asma dan Sifat.
Satu tabir tersingkap adalah tabir Sifat yang mengaktualkan Dal sebagai kesempurnaan yang menyingkapkan Ahadiyyah dan Shamadiyyah, ketunggalan dan keunikannya, dan ketidak terserupakannya (QS 112:1-4). Tabir kedua adalah tabir Asma yaitu ketika Dia sebagai Allah mengatakan dirinya sebagai ar-Rahmaan (QS 17:110). Tabir ketiga adalah diri-Nya sebagai Allah. Jadi Qaaf (Qs 50) aktual ketika tabir sifat terbuka menjadi "Qaaf" dan "Laam" yang berakhir dengan "Qul" atau "katakan", yang akhirnya menjadi firman QS 112 untuk menampilkan Ahadiyyah dan Shamadiyyah Dzat-Nya Yang Maha Esa dan menjadi tempat bergantung bagi semua makhluk. Maka dari sinilah semua eksistensi makhluk tak lain dari 19 huruf yang menjadi padanan Basmalah yaitu kalimat Haulaqah :
“Laa Hawla walla quwwata illa billah”
Setelah Thaasin mengaktualkan al-Haqqah sebagai sunnatullah yang pasti terjadi, Laam yang tersirat sebagai Qaaf dan Laam dalam firman "Qul" dan juga menjadi akhir dari "Laam" dari firman ke-8 al-Fatihah "Ghairil" sebagai tersingkapnya tabir kegaiban menjadi Laam menunjukkan wujud aktual sebagai kesempurnaan makhluk yang diciptakan Allah menjadi "Alif Laam Mim" dalam QS al-Ankabut (QS 29:1) dan menjadi al-Aalamin (QS 1:2).
Saat itu sebenarnya firman Allah mempertemukan Alif Laam dengan Ra menjadi Alif Laam Ra (QS 10:1) yang wujud diantara hamparan Taubat dan bayangan Allah sebagai huruf Ya. Jadi, bayangan yang tercipta sebagai makhluk hanya dapat meraih taubat yang benar jika ia menerima cahaya langsung dari Allah yang tak lain adalah frase terakhir dari surat An-Nuur ayat ke-35 dan dengan kalimat Haulaqah.
“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(Qs 24:35)”
Setelah itu terjadi pertemuan yang difirmankan sebagai Alif Laam Mim Ra (QS 13:1) sebagai bertemunya semua makhluk baik sebagai Mim yang menjadi bayangan kesempurnaan maupun Laam sebagai al-Aalamin. Hal ini juga menunjukkan bahwa Mim sebagai Muhammad menjadi washilah bagi semua makhluk. Yang mengikuti jalan lurus dengan tauhid dan Muhammad sebagai yang diberi nikmatlah yang akan selamat meniti Shiraatal Mustaqiim. Apakah Allah pilih kasih?
Tentu saja tidak karena sebagai makhluk pertama, ia menaungi semua makhluk lainnya dengan Rahmaatan Lil Aalamin dari ar-Rahmaan dan ar-Rahiim Allah. Demikian juga, terdapat proses pembelajaran untuk menghimpun pengetahuan yang disediakan Allah bagi makhluk-Nya yaitu munculnya pengertian waktu. Sepanjang sejarahnya, sejak zaman Adam sampai Nabi dan Rasul yang menyampaikan tauhid, Pengetahuan tentang Tuhan sudah difirmankan yaitu yang tersirat dalam firman Alif Laam Ra dari QS Hud (QS 11), Qs Yusuf (QS 12), Qs Ibrahim (QS 14), dan al-Hijr (QS 15) dan dalam surat al-Anbiya (QS 21).
Namun, sejarah berkata lain, ketika nafsu ammarah menyelubungi manusia, maka semua Pengetahuan tentang Tuhan ternyata diselewengkan oleh para generasi setelah Nabi-nabi yang menjadi Ulul Azmi. Distorsi realitas ini muncul karena keberhasilan Iblis menelusup kedalam hati manusia yang saat itu menjadi tamak akan kekuasaan dan previledge baik ia sebagai penguasa (raja) maupun penguasa otoritas keagamaan yang terlena dengan hak dan keistimewaan yang diterima dari masyarakatnya.
Penyewengan itu pun akhirnya semakin menjauhkan manusia ke dalam lumpur kehinaan yaitu membengkokkan firman-firman Tuhan sesuai dengan keinginan hawa nafsunya, pengkultusan berlebihan, fanatisme yang bodoh, kedengkian, dan penyakit iblis lainnya. Maka pengetahuan tentang tauhid pun menjadi semakin bengkok sampai akhirnya esensi makhluk awal mula sebagai Mim yang menjadi Nabi dan Rasul terakhir muncul di muka bumi sebagai Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para Nabi dan Rasul. Dialah yang kemudian menjadi al-Mahi sebagai Khalqi Avatar – Utusan Allah yang terakhir yang memerangi kekufuran dan menegakkan tauhid yang murni dengan al-Ikhlas.
Surat al-Ankabut sebagai firman Alif Laam Mim menyiratkan bahwa dalam Laam sebagai alam semesta dan semua isinya, komposisi Laam terdiri dari 29:1 atau 29 alam menjadi tatanan alam Ghaib dan 1 alam menjadi alam nyata. 29 surat mengandung huruf fawatih juga muncul dari pengertian angka 29 dari nomor surat al-Ankabut yang sebenarnya menunjukkan aktualnya Esensi Ilahiah sebagai Ain yang tersingkap dari titik dibawah Ba, yaitu tersingkapnya Qaaf dengan Ba menjadi huruf Nun yang akhirnya mengaktualkan cahaya.
Namun Nun yang mengaktualkan cahaya tersingkap setelah Mim disingkapkan oleh Ba sebagai Kaf, dengan demikian jadilah kemudian firman penciptaan Adalah "Kun". Huruf Ba, Sin, dan Mim kemudian disebutkan dalam surat al-Alaq QS 96:1 menjadi "Bismi" dan Raab menjadi Khalaq yang menciptakan , yang kemudian menjadi “Bismillahir” sebagai aktualnya 3 Ism Agung dari Allah dengan ar-Rahmaan dan ar-Rahiim, dan munculnya Nur dari unifikasi Nun dan Ra. Ketika Bism dari Bismillahir terucapkan maka "Kaf Ha Ya Ain Shaad" melakukan unifikasi menjadi surat Maryam (QS 19:1) sebagai aktualnya hamparan maghfirah dari ar-Rahmaan yaitu rahmat dan kasih sayang.
Kalimatullah "Kun" sebenarnya dicetuskan sebagai firman Allah setelah ThaaSin menyinari cermin Ha menampilkan bayangan kesempurnaan Alif sebagai angka 1 yang ditauhidkan sebagai "Laa Ilaaha Illaa Allah" yaitu 01 menjadi angka 10 alias huruf Ya, maka difirmankan oleh Allah "YaaSin" (QS 36:1) sebagai firman yang menyatakan aktualnya makhluk baik sebagai wujud awal mula sebagai Mim maupun Laam sebagai alam semesta global - keduanya adalah bayangan kesempurnaan Allah sebagai huruf Ya. Jadi, Yaasin merupakan degup jantung kehidupan semua makhluk yang diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu, firman "kun" tercantum dalam surat Yaasin sebagai QS 36:82.
Aktualnya Yaasin mengaktualkan firman "Kun" dan "Kaf Ha Ya Ain Shaad (QS 19:1), dan dengan demikian semua makhluk akhirnya tercelup dalam Shibghataallahi (QS 2:138) sebagai aktualnya Pengetahuan Awal Mula sebagai Cahaya Awal Mula (Cahaya awal) atau sering disebut Akal Awal sebagai yang harus dipatuhi. Jadi, YaaSiin (Qs 36:1) adalah Muthaain (Mim Tha Ain) sebagai tersingkapnya Ain sebagai Esensi Ilahi yang berada di bawah titik Ba menjadi titik diatas “Nun” yang akhirnya bertemu Kaf menjadi firman "Kun", oleh karena itu Muthaain sebagai yang menyingkapkan Ain harus dipatuhi karena dapat dipercaya (QS 81:21), dan karena ia adalah Al Amiin.
Kun menyingkap Ain, kemudian melakukan unifikasi dengan Sin dari Yasin dan Qaaf dari firman Qaaf (Qs 50) yang akhirnya tersingkap menjadi Nun yaitu surat al-Qalam (QS 68). Ain Sin Qaaf kemudian melakukan unifikasi dengan Hha Mim dari Qs 40:1, sehingga firman Allah aktual sebagai Hha Mim Ain Sin Qaaf Qs 42:1-2 sebagai esensi ilahiah yan tersingkap sebagai Laam lengkap dengan semua ketentuannya sebagai sunnatullah. Bimillahir kemudian dipertemukan dengan firman ar-Rahmaan ar-rahiim (Qs 1:3) maka jadilah kemudian lafaz yang diucapkan oleh Nabi Sulaiman a.s sebagai “Bismillahir ar-Rahmaan ar-Rahiim” (Qs 27:30) sebagai aktualnya ampunan dan tobat menjadi rahmat dan kasih sayang Allah yang menjadi firman pertama surat al-Fatihah.
Dari proses yang tumpang tindih diatas, maka dalam kalimat Basmalah sebenarnya ada 2 firman yaitu “Bismillahir” dan “ar-Rahmaan ar-Rahiim”. Dan dengan demikian, karena surat ke-7 Basmalah juga terdiri dari 2 bagian yaitu terpisah di bagian “Ghairil”, maka al-Fatihah sejatinya ada 9 ayat dengan komposisi 2-5-2. Komposisi ini merupakan komposisi yang tersembunyi didalam al-Fatihah sebagai komposisi at-Taubah dan komposisi Shirathaal Mustaqiim sebagai jalan luas dan lurus yang mengarahkan makhluk menuju Allah, sehingga dalam banyak segi terdapat 2 konfigurasi al-Fatihah yaitu 1-7, 1-8, dan 1-9; atau kompisisi 1,2,3,4,5,6,7; 1,2, 3,4,5,6 - 7,8 ; dan 1,2 – 3,4,5,6,7 – 8, 9. Namun, dalam formalisasinya al-Fatihah menjadi 7 ayat termasuk Basmalah sebagai Induk Al Qur’an. Seolah-olah, dengan susunan bertingkat ini Allah mengisyaratkan bahwa untuk mneyingkap hakikat al-Fatihah semua manusia harus belajar, melalaui suatu rangkaian ujian dengan pemurnian jiwa (QS 91), sehingga dapat menyingkap lapis demi lapis firman Allah sesuai dengan kondisi ruhaninya saat itu. Apapaun yang tersingkap dari al-Qur’an adalah pengetahuan Allah yang harus disampaikan kepada makhluk sebagai suatu kabar gembira, sebagai suatu rahmat bagi yang mengimani-Nya, maka dikatakan-Nya bahwa
Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".(QS 10:58)
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.(Qs 10:64)
…agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira kepadamu daripada-Nya,(Qs 11:2)
Semua makhluk atau makhluk awal mula yaitu esensi nabi Muhammad SAW sebagai Hakikat Muhammadiyyah kemudian menauhidkan dengan Alif Laam Mim dalam Qs 3:1-2. Kemudian semua ketentuan bagi makhluk ditetapkan sebagai QS 2:2-5 setelah sebelumnya Allah kembali mengingatkan dengan Alif Laam Mim Qs 2:1. Tatanan wujud kemudian aktual sebagai tempat-tempat tertingggi yaitu Alif Laam Mim Shaad (Qs 7:1) yang tak lain adalah alam meta-gaib dengan konstruksi sebagai tatanan 7 langit bumi. Setelah itu firman Alif Laam Mim berturutan sebagai suatu kesebandingan energetis dimana dikiaskan sehari=1000 tahun dalam surat As-Sajdah yaitu lif Laam Mim pada QS 32, 31, dan 30.
Konsepsi penciptaan yang terungkap dari 29 surat fawatih dapat diringkas menjadi beberapa surat yang menjadi bagian dari surat fawatih, dan menjadi komposisi bagaimana konsepsi Allah dalam mengkonstruksi al-Qur’an sebagai Ummul Kitab, yang awal dan yang akhir. Ringkasan dari uraian diatas dapat ditemui dalam beberapa ayat khusus berikut :
Surat 29:14 yang merupakan bagian dari surat al-Ankabut merupakan ayat yang menyatakan konsepsi tersingkapnya tabir kegaiban mutlak Allah yaitu huruf Ghain dari Ghaibi dengan nilai 1000 yang dikiaskan Allah sebagai 1000 tahun, Nun adalah pengurangan sebagai “illa Khasim” yaitu 50 tahun, dan 950 tahun adalah tersingkapnya esensi Nun dengan Kaf yang menjadi Ain dengan Mim dan Thaa yaitu Muthaain setelah aktualnya Thaa Sin dan Alif Laam Mim menjadi 7 tatanan langit bumi atau al-Aalamin.
Konsepsi demikian oleh KH Fahmi Basya dengan sedikit perubahan makna saya uraikan sbb:
01 - Tauhid - Laa iIlaaha iIlaa Allah
illa Khamsin = kurang 50
Laa=tidak ada=0
0=Tuhan-Allah
Tuhan adalah tersingkapnya tabir Ghain dengan munculnya cahaya awal mula sebagai Nur Muhammad dan Rahmaatan Lil Aalamin, untuk menciptakan alam semesta dan semua isinya sebagai makhluk yaitu Laam, maka kalimatullah “Ghairil” dalam kalimatullah QS 1:8 (QS 1:7) adalah Yang Gaib Mutlak yang membuka 3 cadarnya (1000=103) menjadi 0, sehingga 1000 tahun (103) menjadi 100=1. Formulasi tauhid menjadi :
0=1-Allah, Allah adalah Tuhan Yang Esa
1=Allah
Dari pengertian demikianlah kemudian ketentuan awal mula adalah kalimatullah tauhid yang terdiri dari 12 huruf arab “Laa Ilaahaa Illaa Allaah”. Dari pengertian demikian kemudian difirmankan surat al-Ikhlas QS 112 (4 ayat), sebagai tampilnya Ahadiyyah dan Shamadiyyah Dzat di dalam cermin. Makhluk yang pertama kali diciptakan menauhidkan dengan QS 3:2, QS 9:129, kemudian QS 2:163, QS 57:3 . Dalam praeksistensi sebelum dihidupkan di alam dunia makhluk menyaksikan dengan QS 7:172. Setelah YaaSiin difirmankan, maka konsepsi waktu bagi makhluk difirmankan sebagai QS 17:12.
Dari konsep penauhidan, maka konstruksi jagat raya sebagai al-Aalamin yang tersingkap oleh tersingkapnya tabir Ghain adalah Qs 29:41 yang merupakan cermin dari Qs 29:14 atau penguraian yang lebih sistematis. Maka, Alif Lam Mim yang pertama adalah alif lam mim QS 29 yang merupakan titik tengah dari 29 surat fawatih dengan perbandingan 29:41. Ketentuan lainnya yang berkaitan dengan konsepsi alam semesta sebagai KONTINUUM KESADARAN – RUANG –WAKTU (jadi bukan kontinuuum ruang-waktu seperti dipahami filsafat materialisme saat ini) yaitu QS 48:23 sebagai sunnatullah yang tetap, QS 72:28 sebagai suatu cara bahwa Allah menghitung satu persatu atau kuantifikasi kuantum, QS 17:12 konsepsi waktu relatif dan QS 103 Al Ashr sebagai konsepsi kesadaran atas waktu bagi makhluk yang disempurnakan yaitu Manusia sebagai al-Insaan dan an-Naas. Kesadaran atas waktu disebut al-Qur’an sebagai pertolongan Allah atau an-Nashr QS 110 yang akan membawa makhluk kepada al-Kautsar Qs 108. Namun semua itu nampaknya akan menjadi jelas bagi makhluk seperti manusia bila segala sesuatunya diarahkan semata-mata untuk menerima ridha Allah dengan keikhlasan seperti halnya Allah menghamparkan keikhlasan-Nya (QS 112) untuk menciptakan makhluk yang memberikan hidayah terbesar sebagai maghfirah.
Tidak ada kompromi ketika makhluk tidak selaras dengan kehendak Allah sebagai sunnatullah yang tetap. Ketika hal demikian dilanggar, maka sunnatullah Allah berlaku tidak pandang bulu dengan konsepsi keseimbangan al-Mizan : Aksi=Reaksi, Amaliah=Pahala, Kejahatan=Hukuman. Semuanya diberikan Allah sebagai wujud dari KemahaAdilan-Nya yang seringkali tidak dipahami makhluk karena kebodohannya sendiri terjerat dalam tipu daya Iblis yaitu KEBODOHAN dan KESOMBONGAN yang menutup mata hatinya
dari berbagai sumber
"ketika Allah (sebagai angka 1) hendak memperkenalkan diri-Nya, maka Dia ciptakan cermin (angka 8). Makhluk adalah bayangan kesempurnaan-Nya (angka 10) yang nampak didalam cermin. Diantara diri-Nya dan cermin serta bayangan-Nya, terhampar permadani maghfirah sebagai ampunan dan tobat (angka 9) yang dihamparkan Allah dengan ikhlas (Qs 112) sebagai penauhidan makhluk pada-Nya (12) untuk kembali kepada-Nya (91:9) dengan ridha-Nya (19 huruf kalimat Basmalah).”
Jalan kembali itu sangat luas dan lurus, karena ia merupakan jalan kembali dengan berserah diri, maka kodefikasi 91 adalah petunjuk jalan kembali, dan penyucian jiwa (QS 91) untuk mencapai kesempurnaan yaitu tersingkapnya jalan yang luas atau yang dimaksudkan sebagai Shiraatal-Mustaqiim. Shirataal-Mustaqim terbangun dari 19 huruf basmalah yang lahiriah, dan 3 huruf tersembunyi yang menyempurnakan bahwa awal dan akhir segala sesuatu adalah penauhidan kepada-Nya (QS 57:3). Maka jalan kembali itu, Shirataal-Mustaqiim itu adalah jalan tauhid, dengan petunjuk dari orang yang diberi nikmat yaitu Nabi Muhammad SAW sebagai Utusan Allah, yang mampu menginternalisasikan sifat-sifat Ar-Rahmaan dan ar-Rahiim dengan utuh QS 9:128. Bagi umat manusia, petunjuk jalan kembali itu aktual dari 19 huruf Basmalah, itulah yang kemudian menjadi 6236 ayat al-Qur'an. Jadi, secara langsung Al Qur’an lah yang dimaksudkan dengan Shirathaal Mustaqim itu namun dengan catatan bahwa manusia mampu mengimplementasikan nilai-nilainya didalam dirinya dengan mengikuti petunjuk atau washilah Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Makhluk yang diciptakan sebagai bayangan di dalam cermin adalah bayangan kesempurnaan Allah. Karena jalan kembali sebagai Shirathaal Mustaqiim (QS 1:6) adalah Tauhid dengan panduan yang mendapatkan rahmat Allah atau Muhammad Utusan Allah (Qs 1:7), maka bayangan yang sempurna didalam cermin adalah kebalikan dari tauhid atau angka 10 atau 1+9=9+1=10 yaitu huruf Ya.
Dari sisi makhluk, penauhidan kepada Allah yang Esa terletak diantara permadani maghfirah Allah yang terhampar dengan ampunan dan tobat dengan cermin yang pertama kali diciptakan-Nya, maka berlaku urutan proses 9 12 8 yang menjadi QS 9:128.
Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.(Qs 9:128)
Jadi, syarat fundamental bagi yang memasuki jalan yang lurus adalah manusia yang menauhidkan Tuhan sebagai Allah, Dialah Tuhan Yang Maha Esa, yang kemudian menjadi QS 112:1-4. Dan untuk kembali kepada-Nya, maka makhluk yang berhasil adalah yang berhasil melaksanakan mi'raj sebagai 17 rakaat shalat dari jumlahan Thaa dan Ha menjadi kalimatullah ThaHaa QS 20:1. Semua itu adalah petunjuk yang diberikan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai rasul bagi orang-orang yang mukmin.
Tersingkapnya kegaiban mutlak Allah, sebagai Tuhan Yang Maha Esa, adalah tersingkapnya tabir Ghain yang menyemburatkan kehendak-Nya untuk menciptakan dengan menampilkan Cahaya Kemuliaan-Nya sebagai Cahaya Diatas Cahaya (QS 24:35), maka Allah adalah ar-Rabb sebagai Rabbul Aalamin.
Tampilnya cahaya adalah tampilnya 2 pasang sifat dan 3 Ism Agung, namun segala sesuatunya diawali dengan cahaya yang ghaib maka tampilan Asma dan Sifat pertama kali tersembunyi dalam kegaiban 2 pasang sifat kesempurnaan dan 5 Asma dan Sifat.
Untuk menyingkap kegaiban Allah dan Asma dan Sifat-Nya, maka Allah harus menetapkan suatu konsepsi penciptaan dimana makhluk akan diciptakan dengan suatu kondisi yang tetap sebagai suatu sunnatullah QS 48:23, terukur (QS 54:49, 15:21), dalam kondisi awal keseimbangan (Qs 67:3), mempunyai ruang-waktunya sendiri (QS 17:12), dan sadar akan dirinya sebagai makhluk yang mempunyai keterbatasan atas waktu (QS 103), dan pertamakali menyaksikan Diri-Nya dengan tauhid (QS 7:172).
Kemudian ketetapan lain yang penting adalah bahwa Dia menciptakan sesuai dengan apa dengan yang dikehendaki-Nya (QS 28:68). Maka bagi makhluk yang mengenal dirinya, ia akan mengenal siapakah Tuhannya (man arofa nafsahu, faqod arofa robbahu). Dan siapapun yang akan memperhatikan bagaimana ia diciptakan akan menyadari pertemuan kembali dengan Penciptanya (QS 30:8).
al-Aalamin (QS 1;2) yang diciptakan-Nya adalah al-Aalamin yang menjadi cermin kesempurnaan-Nya, namun hanya makhluk sempurna yang berakal pikiran yang mampu menampung pengetahuan-Nya lah yang akan menyingkapkan siapakah Dia. Itulah makhluk yang tercelup dalam kekuasaan Ilmunya yang tak berbatas, dialah yang merasakan kekuasaan-Nya sebagai Shibghaatalllahi (QS 2:138).
Bila makhluk terjerat di dalam Laam sebagai alam semesta yang menabiri, maka Ghairi dari penyingkapan kegaiban-Nya menjadi “Ghairil” (Qs 1:7, setelah “Ghairil..” sering dikatakan juga menjadi ayat ke-8 dari al-Fatihah). Makhluk pun tertabiri oleh semua aspek kebendaan yang menyelimuti dirinya. Makna makhluk pun menjadi yang dimurkai dan tersesat (QS 1:7).
Hanya ampunan dan tobat Allah sebagai hidayah yang dapat membebaskan makhluk dari penjara Laam sebagai alam materi, yaitu yang diciptakan sebagai penampilan kesempurnaan-Nya yang tercerap alam inderawi. Itulah makhluk pertama yang menjadi awal dan akhir kehendak Allah untuk menciptakan. Siapakah dia?
Esensinya dinamakan sebagai Dal sebagai kesempurnaan azali, dan bayangan kesempurnaannya di dalam cermin adalah Mim. Dengan demikian, Mim berada dalam Laam baik secara individual sebagai eksistensi semua makhluk maupun secara global sebagai al-Aalamin. Dan unifikasi Mim - Dal menjadi bayangan kesempurnaan-Nya yang memberikan rahmat bagi seluruh alam. Ketika Hha sebagai 5 Asma dan Sifat-Nya tercetuskan di alam gaib, maka Hha menjadi nyata sebagai tersingkapnya Asma-Nya sebagai ar-Rahmaan dari titik dibawah Baa dari Allah sebagai Dzat Yang Esa dan al-Ghaibi.
ar-Rahmaan tampil sebagai bentuk sepasang bintang lima yang saling berhadapan ketika cermin Ha wujud, keduanya membangun enam titik temu menjadi bentuk hexagonal, segienam, atau penampang sarang tawon. Dari sepasang segi lima berhadapan tersebut, Allah memfirmankan QS 2:255 dan QS 55 sebagai ar-Rahmaan yang memberikan rahmat dan kasih sayang dan wujud sebagai dia yang disebutkan-Nya sebagai Rahmatan Lil Aalamin (QS 21:107).
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.
Tampilnya 5 titik temu menjadi segi lima ar-Rahmaan terbangun dari 7 ruas dari pertemuan 3 Asma dan Sifat. Tiga (3) titik temu terbangun dari masing-masing ruas yang membangun ar-Rahmaan, maka darinya penauhidan makhluk adalah penauhidan awal dan akhir, lahir dan batin , dan yang meliputi segala sesuatu yaitu QS 57:3.
Dari sepasang segilima yang membangun segi enam penampang sarang tawon, maka konsepsi penciptaan ditentukan bahwa hexagonal itu terbangun dari 7 Asma dan sifat dengan 3 titik temu dalam keadaan keseimbangan yang tidak habis bagi sebagai tampilnya As-Shamadiyah Dzat Allah (QS 112:2). Oleh karena itu QS 67:3 difirmankan sebagai prinsip penciptaan makhluk yang diciptakan dalam keadaan seimbang, dengan potensi baik dan buruk yang sama (QS 91:7-8).
Ketika huruf Hha membangun tampilan ar-Rahmaan maka ar-Rahiim nyata sebagai sifat yang melekat dan kekuasaan yang dimiliki Allah sebagai ar-Rahmaan, maka Allah memperkenalkan dirinya sebagai Dia adalah ar-Rahmaan (Qs 17:110) dan memiliki sifat ar-Rahiim yang menyiratkan kekuasaan-Nya atas segala eksistensi makhluk. Semua makhluk hanya tegak karena kekuasaan Allah sebagai ar-Rahmaan yang memiliki sifat ar-Rahiim. Bayangan yang tampil didalam cermin adalah ar-Rahmaan dan ar-Rahiim sebagai Rahmatan Lil Aalamin yang aktual setelah semburatnya Nun dan Raa menjadi Nur yang disingkapkan ketika Allah menyatakan diri-Nya sebagai Ar-Rabb Al-Aalamin. Makhluk yang wujud kemudian disebutkan-Nya sebagai Rahmatan Lil aalamin yang tidak lain adalah Cahaya sebagai Nur Muhammad yang menjadi esensi makhluk pertama.
Dengan aktualnya ar-Raab sebagai Rabbul Aalamin, terjadi proses yang nyaris mandiri dimana-mana, jadi pengertian yang menyangkut ruang-waktu saat itu, dialam yang gaib awal mula, tak bisa digambarkan sebagai suatu proses, karena semuanya mandiri terjadi serentak layaknya kita menumpahkan sekardus jigsaw puzzle diatas lantai.
Dengan aktualnya Nur Muhammad, maka bayangan Hha mandiri tercipta didalam cermin sebagai Nun. Lantas, ar-Rahmaan ar-Rahim aktual sebagai Rahmaatan Lil Aalamin yang menaungi huruf Mim yang tampil lebih nyata karena Nur awal mula sudah aktual sebagai Nur Muhammad.
Nur Awal Mula adalah hakikat Nur dari Allah sebagai ar-Raab, yaitu tersingkapnya tabir al-Ghaibi dari esensi Dzat Allah yang aktual. Firman Ghairi tanpa akhiran Laam (l) adalah Ra yang tersingkap yang menyingkap Ba dan titik dibawahnya sebagai Esensi Ilahiyah yaitu kekuasaan Allah sebagai ar-Rahmaan. Ketika Hha wujud, maka Mim yang dinaungi Rahmaatan Lil Aalamin adalah Hha-Mim (Qs 40:1) sebagai kesempurnaan unifikasi awal mula Alif-Dal yang tertabiri huruf Ghain atau al-Ghaibu Allah. Jadi firman QS 40:1 adalah firman Hha-Mim awal mula yang menjadi al-Mukmin. Dengan demikian Dal – Mim, yang dilihat dari sisi makhluk di dalam cermin menjadi Mim – Dal, mempunyai sisipan Hha Mim menjadi lafaz yang utuh sebagai Muhammad yang lahiriah sebagai nabi dan rasul terakhir, ialah makhluk yang pertama kali diciptakan dengan kesempurnaan-Nya. Didalam cermin yaitu huruf Ha (8) terjadi unifikasi antara Allah-Muhammad sebagai Alif – Mim yang akhirnya akan menegakkan semua eksistensi makhluk. Laam tanpa Mim tidak bisa eksis, Mim tanpa Alif tidak akan berdiri, Alif sendirian maka Dia sebagai al-Huwa menjadi Dzat Yang Ahad, Ash-Shamad, dan Ghaib Mutlak.
Saat yang sama, ketika Nur aktual maka angka 9 sebagai permadani maghfirah menampilkan bayangannya didalam cermin sebagai angka 6 atau huruf Wau. Wau seperti cahaya yang muncul sebagai garis melengkung sesaat yang kemudian membesar menjadi benderang dan menjadi huruf Sin. Maka dari kondisi diam kemudian bergerak, maka firman Allah kemudian menyatakan Thaa Sin (QS 27:1): yaitu gerakan 69 sebagai aktualnya energi awal mula seperti gerakan cakram galaksi Bimasakti.
Thaa Sin sebagai gerak awal mula munculnya eksistensi makhluk awal mula yang nyata tidak lain adalah firman al-Haqqah (QS 69:1) sebagai "yang pasti terjadi” karena sebelumnya kehendak Allah sudah dinyatakan dialam gaib sebagai "Sin Nun dan Ta" yang menjadi sunnatullah yang tetap QS 48:23.
Ta sebenarnya muncul dari aktualnya huruf Dal dengan multiplikasi dari tersingkapnya satu tabir ghain menjadi Qaaf (Qs 50). Jadi ketika Allah sebagai Yang Maha Gaib (al-Ghaibi) berkeinginan untuk memperkenalkan diri, Dia tertabiri oleh 3 tabir yaitu diri-Nya sebagai Allah, Dzat Yang Maha Esa dan Ghaib Mutlak, dan 2 atribut-Nya yaitu Asma dan Sifat.
Satu tabir tersingkap adalah tabir Sifat yang mengaktualkan Dal sebagai kesempurnaan yang menyingkapkan Ahadiyyah dan Shamadiyyah, ketunggalan dan keunikannya, dan ketidak terserupakannya (QS 112:1-4). Tabir kedua adalah tabir Asma yaitu ketika Dia sebagai Allah mengatakan dirinya sebagai ar-Rahmaan (QS 17:110). Tabir ketiga adalah diri-Nya sebagai Allah. Jadi Qaaf (Qs 50) aktual ketika tabir sifat terbuka menjadi "Qaaf" dan "Laam" yang berakhir dengan "Qul" atau "katakan", yang akhirnya menjadi firman QS 112 untuk menampilkan Ahadiyyah dan Shamadiyyah Dzat-Nya Yang Maha Esa dan menjadi tempat bergantung bagi semua makhluk. Maka dari sinilah semua eksistensi makhluk tak lain dari 19 huruf yang menjadi padanan Basmalah yaitu kalimat Haulaqah :
“Laa Hawla walla quwwata illa billah”
Setelah Thaasin mengaktualkan al-Haqqah sebagai sunnatullah yang pasti terjadi, Laam yang tersirat sebagai Qaaf dan Laam dalam firman "Qul" dan juga menjadi akhir dari "Laam" dari firman ke-8 al-Fatihah "Ghairil" sebagai tersingkapnya tabir kegaiban menjadi Laam menunjukkan wujud aktual sebagai kesempurnaan makhluk yang diciptakan Allah menjadi "Alif Laam Mim" dalam QS al-Ankabut (QS 29:1) dan menjadi al-Aalamin (QS 1:2).
Saat itu sebenarnya firman Allah mempertemukan Alif Laam dengan Ra menjadi Alif Laam Ra (QS 10:1) yang wujud diantara hamparan Taubat dan bayangan Allah sebagai huruf Ya. Jadi, bayangan yang tercipta sebagai makhluk hanya dapat meraih taubat yang benar jika ia menerima cahaya langsung dari Allah yang tak lain adalah frase terakhir dari surat An-Nuur ayat ke-35 dan dengan kalimat Haulaqah.
“Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.(Qs 24:35)”
Setelah itu terjadi pertemuan yang difirmankan sebagai Alif Laam Mim Ra (QS 13:1) sebagai bertemunya semua makhluk baik sebagai Mim yang menjadi bayangan kesempurnaan maupun Laam sebagai al-Aalamin. Hal ini juga menunjukkan bahwa Mim sebagai Muhammad menjadi washilah bagi semua makhluk. Yang mengikuti jalan lurus dengan tauhid dan Muhammad sebagai yang diberi nikmatlah yang akan selamat meniti Shiraatal Mustaqiim. Apakah Allah pilih kasih?
Tentu saja tidak karena sebagai makhluk pertama, ia menaungi semua makhluk lainnya dengan Rahmaatan Lil Aalamin dari ar-Rahmaan dan ar-Rahiim Allah. Demikian juga, terdapat proses pembelajaran untuk menghimpun pengetahuan yang disediakan Allah bagi makhluk-Nya yaitu munculnya pengertian waktu. Sepanjang sejarahnya, sejak zaman Adam sampai Nabi dan Rasul yang menyampaikan tauhid, Pengetahuan tentang Tuhan sudah difirmankan yaitu yang tersirat dalam firman Alif Laam Ra dari QS Hud (QS 11), Qs Yusuf (QS 12), Qs Ibrahim (QS 14), dan al-Hijr (QS 15) dan dalam surat al-Anbiya (QS 21).
Namun, sejarah berkata lain, ketika nafsu ammarah menyelubungi manusia, maka semua Pengetahuan tentang Tuhan ternyata diselewengkan oleh para generasi setelah Nabi-nabi yang menjadi Ulul Azmi. Distorsi realitas ini muncul karena keberhasilan Iblis menelusup kedalam hati manusia yang saat itu menjadi tamak akan kekuasaan dan previledge baik ia sebagai penguasa (raja) maupun penguasa otoritas keagamaan yang terlena dengan hak dan keistimewaan yang diterima dari masyarakatnya.
Penyewengan itu pun akhirnya semakin menjauhkan manusia ke dalam lumpur kehinaan yaitu membengkokkan firman-firman Tuhan sesuai dengan keinginan hawa nafsunya, pengkultusan berlebihan, fanatisme yang bodoh, kedengkian, dan penyakit iblis lainnya. Maka pengetahuan tentang tauhid pun menjadi semakin bengkok sampai akhirnya esensi makhluk awal mula sebagai Mim yang menjadi Nabi dan Rasul terakhir muncul di muka bumi sebagai Nabi Muhammad SAW sebagai penutup para Nabi dan Rasul. Dialah yang kemudian menjadi al-Mahi sebagai Khalqi Avatar – Utusan Allah yang terakhir yang memerangi kekufuran dan menegakkan tauhid yang murni dengan al-Ikhlas.
Surat al-Ankabut sebagai firman Alif Laam Mim menyiratkan bahwa dalam Laam sebagai alam semesta dan semua isinya, komposisi Laam terdiri dari 29:1 atau 29 alam menjadi tatanan alam Ghaib dan 1 alam menjadi alam nyata. 29 surat mengandung huruf fawatih juga muncul dari pengertian angka 29 dari nomor surat al-Ankabut yang sebenarnya menunjukkan aktualnya Esensi Ilahiah sebagai Ain yang tersingkap dari titik dibawah Ba, yaitu tersingkapnya Qaaf dengan Ba menjadi huruf Nun yang akhirnya mengaktualkan cahaya.
Namun Nun yang mengaktualkan cahaya tersingkap setelah Mim disingkapkan oleh Ba sebagai Kaf, dengan demikian jadilah kemudian firman penciptaan Adalah "Kun". Huruf Ba, Sin, dan Mim kemudian disebutkan dalam surat al-Alaq QS 96:1 menjadi "Bismi" dan Raab menjadi Khalaq yang menciptakan , yang kemudian menjadi “Bismillahir” sebagai aktualnya 3 Ism Agung dari Allah dengan ar-Rahmaan dan ar-Rahiim, dan munculnya Nur dari unifikasi Nun dan Ra. Ketika Bism dari Bismillahir terucapkan maka "Kaf Ha Ya Ain Shaad" melakukan unifikasi menjadi surat Maryam (QS 19:1) sebagai aktualnya hamparan maghfirah dari ar-Rahmaan yaitu rahmat dan kasih sayang.
Kalimatullah "Kun" sebenarnya dicetuskan sebagai firman Allah setelah ThaaSin menyinari cermin Ha menampilkan bayangan kesempurnaan Alif sebagai angka 1 yang ditauhidkan sebagai "Laa Ilaaha Illaa Allah" yaitu 01 menjadi angka 10 alias huruf Ya, maka difirmankan oleh Allah "YaaSin" (QS 36:1) sebagai firman yang menyatakan aktualnya makhluk baik sebagai wujud awal mula sebagai Mim maupun Laam sebagai alam semesta global - keduanya adalah bayangan kesempurnaan Allah sebagai huruf Ya. Jadi, Yaasin merupakan degup jantung kehidupan semua makhluk yang diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu, firman "kun" tercantum dalam surat Yaasin sebagai QS 36:82.
Aktualnya Yaasin mengaktualkan firman "Kun" dan "Kaf Ha Ya Ain Shaad (QS 19:1), dan dengan demikian semua makhluk akhirnya tercelup dalam Shibghataallahi (QS 2:138) sebagai aktualnya Pengetahuan Awal Mula sebagai Cahaya Awal Mula (Cahaya awal) atau sering disebut Akal Awal sebagai yang harus dipatuhi. Jadi, YaaSiin (Qs 36:1) adalah Muthaain (Mim Tha Ain) sebagai tersingkapnya Ain sebagai Esensi Ilahi yang berada di bawah titik Ba menjadi titik diatas “Nun” yang akhirnya bertemu Kaf menjadi firman "Kun", oleh karena itu Muthaain sebagai yang menyingkapkan Ain harus dipatuhi karena dapat dipercaya (QS 81:21), dan karena ia adalah Al Amiin.
Kun menyingkap Ain, kemudian melakukan unifikasi dengan Sin dari Yasin dan Qaaf dari firman Qaaf (Qs 50) yang akhirnya tersingkap menjadi Nun yaitu surat al-Qalam (QS 68). Ain Sin Qaaf kemudian melakukan unifikasi dengan Hha Mim dari Qs 40:1, sehingga firman Allah aktual sebagai Hha Mim Ain Sin Qaaf Qs 42:1-2 sebagai esensi ilahiah yan tersingkap sebagai Laam lengkap dengan semua ketentuannya sebagai sunnatullah. Bimillahir kemudian dipertemukan dengan firman ar-Rahmaan ar-rahiim (Qs 1:3) maka jadilah kemudian lafaz yang diucapkan oleh Nabi Sulaiman a.s sebagai “Bismillahir ar-Rahmaan ar-Rahiim” (Qs 27:30) sebagai aktualnya ampunan dan tobat menjadi rahmat dan kasih sayang Allah yang menjadi firman pertama surat al-Fatihah.
Dari proses yang tumpang tindih diatas, maka dalam kalimat Basmalah sebenarnya ada 2 firman yaitu “Bismillahir” dan “ar-Rahmaan ar-Rahiim”. Dan dengan demikian, karena surat ke-7 Basmalah juga terdiri dari 2 bagian yaitu terpisah di bagian “Ghairil”, maka al-Fatihah sejatinya ada 9 ayat dengan komposisi 2-5-2. Komposisi ini merupakan komposisi yang tersembunyi didalam al-Fatihah sebagai komposisi at-Taubah dan komposisi Shirathaal Mustaqiim sebagai jalan luas dan lurus yang mengarahkan makhluk menuju Allah, sehingga dalam banyak segi terdapat 2 konfigurasi al-Fatihah yaitu 1-7, 1-8, dan 1-9; atau kompisisi 1,2,3,4,5,6,7; 1,2, 3,4,5,6 - 7,8 ; dan 1,2 – 3,4,5,6,7 – 8, 9. Namun, dalam formalisasinya al-Fatihah menjadi 7 ayat termasuk Basmalah sebagai Induk Al Qur’an. Seolah-olah, dengan susunan bertingkat ini Allah mengisyaratkan bahwa untuk mneyingkap hakikat al-Fatihah semua manusia harus belajar, melalaui suatu rangkaian ujian dengan pemurnian jiwa (QS 91), sehingga dapat menyingkap lapis demi lapis firman Allah sesuai dengan kondisi ruhaninya saat itu. Apapaun yang tersingkap dari al-Qur’an adalah pengetahuan Allah yang harus disampaikan kepada makhluk sebagai suatu kabar gembira, sebagai suatu rahmat bagi yang mengimani-Nya, maka dikatakan-Nya bahwa
Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan".(QS 10:58)
Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan (dalam kehidupan) di akhirat. Tidak ada perobahan bagi kalimat-kalimat (janji-janji) Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.(Qs 10:64)
…agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku (Muhammad) adalah pemberi peringatan dan pembawa kabar gembira kepadamu daripada-Nya,(Qs 11:2)
Semua makhluk atau makhluk awal mula yaitu esensi nabi Muhammad SAW sebagai Hakikat Muhammadiyyah kemudian menauhidkan dengan Alif Laam Mim dalam Qs 3:1-2. Kemudian semua ketentuan bagi makhluk ditetapkan sebagai QS 2:2-5 setelah sebelumnya Allah kembali mengingatkan dengan Alif Laam Mim Qs 2:1. Tatanan wujud kemudian aktual sebagai tempat-tempat tertingggi yaitu Alif Laam Mim Shaad (Qs 7:1) yang tak lain adalah alam meta-gaib dengan konstruksi sebagai tatanan 7 langit bumi. Setelah itu firman Alif Laam Mim berturutan sebagai suatu kesebandingan energetis dimana dikiaskan sehari=1000 tahun dalam surat As-Sajdah yaitu lif Laam Mim pada QS 32, 31, dan 30.
Konsepsi penciptaan yang terungkap dari 29 surat fawatih dapat diringkas menjadi beberapa surat yang menjadi bagian dari surat fawatih, dan menjadi komposisi bagaimana konsepsi Allah dalam mengkonstruksi al-Qur’an sebagai Ummul Kitab, yang awal dan yang akhir. Ringkasan dari uraian diatas dapat ditemui dalam beberapa ayat khusus berikut :
Surat 29:14 yang merupakan bagian dari surat al-Ankabut merupakan ayat yang menyatakan konsepsi tersingkapnya tabir kegaiban mutlak Allah yaitu huruf Ghain dari Ghaibi dengan nilai 1000 yang dikiaskan Allah sebagai 1000 tahun, Nun adalah pengurangan sebagai “illa Khasim” yaitu 50 tahun, dan 950 tahun adalah tersingkapnya esensi Nun dengan Kaf yang menjadi Ain dengan Mim dan Thaa yaitu Muthaain setelah aktualnya Thaa Sin dan Alif Laam Mim menjadi 7 tatanan langit bumi atau al-Aalamin.
Konsepsi demikian oleh KH Fahmi Basya dengan sedikit perubahan makna saya uraikan sbb:
01 - Tauhid - Laa iIlaaha iIlaa Allah
illa Khamsin = kurang 50
Laa=tidak ada=0
0=Tuhan-Allah
Tuhan adalah tersingkapnya tabir Ghain dengan munculnya cahaya awal mula sebagai Nur Muhammad dan Rahmaatan Lil Aalamin, untuk menciptakan alam semesta dan semua isinya sebagai makhluk yaitu Laam, maka kalimatullah “Ghairil” dalam kalimatullah QS 1:8 (QS 1:7) adalah Yang Gaib Mutlak yang membuka 3 cadarnya (1000=103) menjadi 0, sehingga 1000 tahun (103) menjadi 100=1. Formulasi tauhid menjadi :
0=1-Allah, Allah adalah Tuhan Yang Esa
1=Allah
Dari pengertian demikianlah kemudian ketentuan awal mula adalah kalimatullah tauhid yang terdiri dari 12 huruf arab “Laa Ilaahaa Illaa Allaah”. Dari pengertian demikian kemudian difirmankan surat al-Ikhlas QS 112 (4 ayat), sebagai tampilnya Ahadiyyah dan Shamadiyyah Dzat di dalam cermin. Makhluk yang pertama kali diciptakan menauhidkan dengan QS 3:2, QS 9:129, kemudian QS 2:163, QS 57:3 . Dalam praeksistensi sebelum dihidupkan di alam dunia makhluk menyaksikan dengan QS 7:172. Setelah YaaSiin difirmankan, maka konsepsi waktu bagi makhluk difirmankan sebagai QS 17:12.
Dari konsep penauhidan, maka konstruksi jagat raya sebagai al-Aalamin yang tersingkap oleh tersingkapnya tabir Ghain adalah Qs 29:41 yang merupakan cermin dari Qs 29:14 atau penguraian yang lebih sistematis. Maka, Alif Lam Mim yang pertama adalah alif lam mim QS 29 yang merupakan titik tengah dari 29 surat fawatih dengan perbandingan 29:41. Ketentuan lainnya yang berkaitan dengan konsepsi alam semesta sebagai KONTINUUM KESADARAN – RUANG –WAKTU (jadi bukan kontinuuum ruang-waktu seperti dipahami filsafat materialisme saat ini) yaitu QS 48:23 sebagai sunnatullah yang tetap, QS 72:28 sebagai suatu cara bahwa Allah menghitung satu persatu atau kuantifikasi kuantum, QS 17:12 konsepsi waktu relatif dan QS 103 Al Ashr sebagai konsepsi kesadaran atas waktu bagi makhluk yang disempurnakan yaitu Manusia sebagai al-Insaan dan an-Naas. Kesadaran atas waktu disebut al-Qur’an sebagai pertolongan Allah atau an-Nashr QS 110 yang akan membawa makhluk kepada al-Kautsar Qs 108. Namun semua itu nampaknya akan menjadi jelas bagi makhluk seperti manusia bila segala sesuatunya diarahkan semata-mata untuk menerima ridha Allah dengan keikhlasan seperti halnya Allah menghamparkan keikhlasan-Nya (QS 112) untuk menciptakan makhluk yang memberikan hidayah terbesar sebagai maghfirah.
Tidak ada kompromi ketika makhluk tidak selaras dengan kehendak Allah sebagai sunnatullah yang tetap. Ketika hal demikian dilanggar, maka sunnatullah Allah berlaku tidak pandang bulu dengan konsepsi keseimbangan al-Mizan : Aksi=Reaksi, Amaliah=Pahala, Kejahatan=Hukuman. Semuanya diberikan Allah sebagai wujud dari KemahaAdilan-Nya yang seringkali tidak dipahami makhluk karena kebodohannya sendiri terjerat dalam tipu daya Iblis yaitu KEBODOHAN dan KESOMBONGAN yang menutup mata hatinya
dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar