Oleh Pecinta Ibadah
sumber : http://forum.swaramuslim.net/threads.php?id=4357_0_15_0_C
Ketika Abrahah menjalankan ekspedisinya ke Mekah untuk menghancurkan Ka’bah, pasukannya beristirahat di suatu tempat bernama Mughammis yang jauhnya beberapa mil dari Mekah.
Mereka merampas apa saja yang mereka temukan diperjalanan, termasuk 200 ekor unta milik Abdul Muthalib, si penjaga Ka’bah. Abrahah lalu mengirim utusan untuk menemui pemimpin penduduk disana. Ia berpesan bahwa mereka datang bukan untuk berperang, melainkan hanya ingin untuk menghancurkan Ka’bah.
Dan jika ingin menghindari pertumpahan darah, maka pemimpin Mekah harus menemuinya di kemahnya.
Pemimpin yang mewakili penduduk Mekah adalah Abdul Muthalib, ketika Abrahah melihat kedatangan Abdul Muthalib kekemahnya, dia sangat terkesan, sampai turun dari singgasananya dan menyambutnya dan duduk bersama dia diatas karpet. Ia menyuruh juru bicaranya menanyakan kepada Abdul Muthalib permintaan apa yang hendak diajukan. Abdul Muthalib meminta agar 200 ekor untanya yang telah dirampas oleh pasukan Abrahah agar dikembalikan. Abrahah sangat kecewa mendengarkan permintaan tersebut karena menganggap Abdul Muthalib lebih mementingkan unta-untanya ketimbang Ka’bah yang sedang terancam untuk dihancurkan.. Abdul Muthalib menjawab :”Aku adalah pemilik unta-unta itu, sementara Ka’bah ada pemiliknya sendiri yang akan melindunginya”. “Tapi sekarang ini Dia tak akan mampu melawanku”, kata Abrahah. “Kita lihat saja nanti,” jawab Abdul Muthalib, tapi kembalikan unta-unta itu sekarang”. Dan Abrahah memerintahkan agar unta-unta tersebut dikembalikan.
Dalam ekspedisinya, Abrahah mempunyai seorang penunjuk jalan dari suku arab, bernama Nufayl dari suku Khats’am.
Belum sampai ke Ka’bah, pasukan tersebut dimusnahkan Allah :
Tapi mereka telah terlambat, langit di ufuk barat menghitam pekat, dan suara-suara gemuruh terdengar dengan suara yang makin menggelegar, muncul gelombang kegelapan yang menyapu dari arah laut dan menutupi langit diatas mereka. Sejauh jangkauan pandangan mereka, langit dipenuhi beribu-ribu burung – tak terhingga jumlahnya. Orang-orang yang berhasil selamat menceritakan bahwa burung-burung tersebut secepat burung layang-layang dan masing-masing membawa tiga batu kecil yang membara, satu diparuhnya dan yang lain dijepit dengan cakar di kedua belah kakinya. Burung-burung tersebut menukik kearah pasukan dan menjatuhkan batu-batu itu, yang kemudian meluncur keras dan cepat menembus setiap baju. Setiap batu yang mengenai pasukan langsung mematikan. Mereka langsung jatuh terkapar dan tubuhnya langsung membusuk.Ada yang membusuk dengan cepat ada juga yang perlahan-lahan.
Sumber : Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Martin Lings, PT. Serambi Ilmu Semesta.
Terdapat catatan adanya proyek non-Muslim, yaitu Gotthelf Bergstraesser dan Otto Pretzl sekitar PD II di Munich untuk menciptakan ‘Al-Qur’an edisi kritis’ versi mereka. Proyek tersebut kelihatannya sudah berjalan demikian lama dan serius dengan mengumpulkan foto lembaran-lembaran manuskrip. Namun ternyata gagal karena tempat mereka bekerja berikut semua arsip-arsipnya musnah saat PD II berkecamuk. Kita tidak tahu persis sudah seberapa jauh proyek tersebut berjalan dan seberapa serius hasilnya akan bisa merusak Al-Qur’an yang ada. Dalam pikiran kita peristiwa pemusnahan proyek Munich ini terlihat ada kemiripan dengan bencana yang menimpa Abrahah dulu. Ka’bah dan Al-Qur’an adalah milik Allah, bahkan secara eksplisit Allah menyatakan Dia akan memelihara Al-Qur’an :
[15:9] Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
Kita wajar saja menduga, nasib yang diterima orang yang berusaha merusak Al-Qur’an bisa terlihat mirip dengan nasib yang diterima Abrahah dan pasukannya. Informasinya tempat proyek tersebut beserta arsip-arsipnya musnah dalam PD II, namun kita juga boleh punya pikiran bahwa Allah menjatuhkan laknatnya kepada musuh-musuh Islam yang mau merusak Al-Qur’an dengan menimpakan perang yang luas dan mengerikan, Kristen membunuh Kristen, Kristen membunuh Yahudi, jutaan orang tewas dan puluhan negeri di Eropah binasa, dan ternyata proyek merusak Al-Qur’an terhenti. Kita juga bisa membayangkan bahwa tempat proyek tersebut di Munich diserang oleh puluhan pesawat tempur yang menjatuhkan bom, persis seperti ketika ribuan burung-burung menghabisi pasukan Abrahah dengan menjatuhkan batu berapi.
Saat ini proyek untuk memunculkan Al-Qur’an edisi kritis sudah mulai kembali didengungkan, dengan cara yang lebih kreatif. Kalau dulu pasukan Abrahah punya penunjuk jalan dari kalangan ‘internal’ suku Arab, maka sekarang dunia diluar Islam punya kelompok Islam Liberal, mereka terlihat bersama-sama berusaha untuk memunculkan Al-Qur’an yang sesuai dengan pandangan dan aspirasi yang diinginkan mereka sendiri. Kita tentunya tidak boleh menyama-ratakan motivasi yang ada dibalik sang ‘penunjuk jalan’ ini, dasar tiap-tiap individunya pasti berbeda :
1. Mungkin ada yang berlandaskan motivasi karena keprihatinan mereka terhadap dunia Islam yang saat ini tertinggal dalam bidang keilmuan. Para ilmuwan Islam dinilai sudah ketinggalan jaman karena masih berpedoman kepada kaedah ilmu ‘jadul’ padahal dunia ilmu pengertahuan saat ini sudah berkembang dengan kaedah yang didominasi oleh dunia Barat.
2. Mungkin ada juga yang merupakan reaksi dari penerapan beberapa aliran Islam yang memunculkan tindakan kekerasan dan teror, padahal nuansa yang dikembangkan manusia saat ini adalah demokrasi, hak azazi manusia, kesetaraan, anti kekerasan, dll. Penyebab tindakan kekerasan dan teror ini dialamatkan kepada Al-Qur’an dengan mushafnya yang dikenal sekarang, maka perlu dibuat Al-Qur’an versi lain yang disesuaikan dengan prinsip tersebut.
3. Mungkin ada juga alasan yang berbau ‘sufi’, ibarat ‘menempatkan diri sendiri sebagai bara api diatas sebongkah es yang membeku’, dengan memunculkan kajian-kajian dan tindakan yang ‘kontroversial’ maka dunia Islam yang dianggap selama ini telah membeku bisa tergerak untuk kembali mengkaji dan memikirkan ajaran Agamanya. Akibat positifnya memang bisa kita lihat, sekarang muncul cendikiawan yang lebih muda, yang bergairah untuk kembali mendalami ajaran Islam, baik dengan mengulas kembali pikiran-pikiran ulama ‘tradisional’ maupun berusaha ‘masuk’ melihat dari cara berpikir ilmuwan non-Muslim/orientalis, lalu mempublikasikannya di media massa, sesuatu yang masih jarang kita temukan dimasa lalu.
4. Mungkin ada juga yang punya motivasi untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Kita bisa membaca berita, orang-orang dari Islam Liberal mempunyai akses yang cukup mumpuni terhadap sumber-sumber dana pihak non-Muslim, ada yang mampu melanjutkan pendidikannya kedunia barat untuk mendapatkan Master atau Doktor, ada yang LSM-nya tetap berjalan dengan dana yang cukup, ada juga yang terpublikasikan memperoleh penghargaan atau piagam yang tentunya bisa menambah catatan ‘curriculum vitae’-nya.
Apapun motivasi sang ‘penunjuk jalan’ ini, secara umum bisa kita katakan bahwa agenda yang dibawa tidak akan bisa dilepaskan dengan agenda ‘tuan’nya. Dan BELUM ADA BUKTI bahwa agenda yang dibawa kaum non-Muslim terhadap ajaran Islam benar-benar bermanfaat bagi perkembangan Islam itu sendiri, kita bisa berpikir buat apa orang lain begitu repot-repot mau menghabiskan waktu dan tenaganya untuk ‘memperbaiki’ Al-Qur’an..???
Kekuatan untuk mengutak-utik ajaran Islam adalah kekuatan yang besar dan mendominasi dunia, persis posisinya dengan pasukan Abrahah dulu. Umat Islam bisa saja berjuang untuk melawannya, namun ketika seluruh upaya yang ada sudah kita lakukan, ada baiknya kita bersikap seperti Abdul Muthalib dulu :”Al-Qur’an itu ada pemiliknya, maka Dia-lah yang akan melindunginya..”. lalu mari kita sama-sama tunggu apa yang akan terjadi…
Ketika Abrahah menjalankan ekspedisinya ke Mekah untuk menghancurkan Ka’bah, pasukannya beristirahat di suatu tempat bernama Mughammis yang jauhnya beberapa mil dari Mekah.
Mereka merampas apa saja yang mereka temukan diperjalanan, termasuk 200 ekor unta milik Abdul Muthalib, si penjaga Ka’bah. Abrahah lalu mengirim utusan untuk menemui pemimpin penduduk disana. Ia berpesan bahwa mereka datang bukan untuk berperang, melainkan hanya ingin untuk menghancurkan Ka’bah.
Dan jika ingin menghindari pertumpahan darah, maka pemimpin Mekah harus menemuinya di kemahnya.
Pemimpin yang mewakili penduduk Mekah adalah Abdul Muthalib, ketika Abrahah melihat kedatangan Abdul Muthalib kekemahnya, dia sangat terkesan, sampai turun dari singgasananya dan menyambutnya dan duduk bersama dia diatas karpet. Ia menyuruh juru bicaranya menanyakan kepada Abdul Muthalib permintaan apa yang hendak diajukan. Abdul Muthalib meminta agar 200 ekor untanya yang telah dirampas oleh pasukan Abrahah agar dikembalikan. Abrahah sangat kecewa mendengarkan permintaan tersebut karena menganggap Abdul Muthalib lebih mementingkan unta-untanya ketimbang Ka’bah yang sedang terancam untuk dihancurkan.. Abdul Muthalib menjawab :”Aku adalah pemilik unta-unta itu, sementara Ka’bah ada pemiliknya sendiri yang akan melindunginya”. “Tapi sekarang ini Dia tak akan mampu melawanku”, kata Abrahah. “Kita lihat saja nanti,” jawab Abdul Muthalib, tapi kembalikan unta-unta itu sekarang”. Dan Abrahah memerintahkan agar unta-unta tersebut dikembalikan.
Dalam ekspedisinya, Abrahah mempunyai seorang penunjuk jalan dari suku arab, bernama Nufayl dari suku Khats’am.
Belum sampai ke Ka’bah, pasukan tersebut dimusnahkan Allah :
Tapi mereka telah terlambat, langit di ufuk barat menghitam pekat, dan suara-suara gemuruh terdengar dengan suara yang makin menggelegar, muncul gelombang kegelapan yang menyapu dari arah laut dan menutupi langit diatas mereka. Sejauh jangkauan pandangan mereka, langit dipenuhi beribu-ribu burung – tak terhingga jumlahnya. Orang-orang yang berhasil selamat menceritakan bahwa burung-burung tersebut secepat burung layang-layang dan masing-masing membawa tiga batu kecil yang membara, satu diparuhnya dan yang lain dijepit dengan cakar di kedua belah kakinya. Burung-burung tersebut menukik kearah pasukan dan menjatuhkan batu-batu itu, yang kemudian meluncur keras dan cepat menembus setiap baju. Setiap batu yang mengenai pasukan langsung mematikan. Mereka langsung jatuh terkapar dan tubuhnya langsung membusuk.Ada yang membusuk dengan cepat ada juga yang perlahan-lahan.
Sumber : Muhammad, Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Martin Lings, PT. Serambi Ilmu Semesta.
Terdapat catatan adanya proyek non-Muslim, yaitu Gotthelf Bergstraesser dan Otto Pretzl sekitar PD II di Munich untuk menciptakan ‘Al-Qur’an edisi kritis’ versi mereka. Proyek tersebut kelihatannya sudah berjalan demikian lama dan serius dengan mengumpulkan foto lembaran-lembaran manuskrip. Namun ternyata gagal karena tempat mereka bekerja berikut semua arsip-arsipnya musnah saat PD II berkecamuk. Kita tidak tahu persis sudah seberapa jauh proyek tersebut berjalan dan seberapa serius hasilnya akan bisa merusak Al-Qur’an yang ada. Dalam pikiran kita peristiwa pemusnahan proyek Munich ini terlihat ada kemiripan dengan bencana yang menimpa Abrahah dulu. Ka’bah dan Al-Qur’an adalah milik Allah, bahkan secara eksplisit Allah menyatakan Dia akan memelihara Al-Qur’an :
[15:9] Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.
Kita wajar saja menduga, nasib yang diterima orang yang berusaha merusak Al-Qur’an bisa terlihat mirip dengan nasib yang diterima Abrahah dan pasukannya. Informasinya tempat proyek tersebut beserta arsip-arsipnya musnah dalam PD II, namun kita juga boleh punya pikiran bahwa Allah menjatuhkan laknatnya kepada musuh-musuh Islam yang mau merusak Al-Qur’an dengan menimpakan perang yang luas dan mengerikan, Kristen membunuh Kristen, Kristen membunuh Yahudi, jutaan orang tewas dan puluhan negeri di Eropah binasa, dan ternyata proyek merusak Al-Qur’an terhenti. Kita juga bisa membayangkan bahwa tempat proyek tersebut di Munich diserang oleh puluhan pesawat tempur yang menjatuhkan bom, persis seperti ketika ribuan burung-burung menghabisi pasukan Abrahah dengan menjatuhkan batu berapi.
Saat ini proyek untuk memunculkan Al-Qur’an edisi kritis sudah mulai kembali didengungkan, dengan cara yang lebih kreatif. Kalau dulu pasukan Abrahah punya penunjuk jalan dari kalangan ‘internal’ suku Arab, maka sekarang dunia diluar Islam punya kelompok Islam Liberal, mereka terlihat bersama-sama berusaha untuk memunculkan Al-Qur’an yang sesuai dengan pandangan dan aspirasi yang diinginkan mereka sendiri. Kita tentunya tidak boleh menyama-ratakan motivasi yang ada dibalik sang ‘penunjuk jalan’ ini, dasar tiap-tiap individunya pasti berbeda :
1. Mungkin ada yang berlandaskan motivasi karena keprihatinan mereka terhadap dunia Islam yang saat ini tertinggal dalam bidang keilmuan. Para ilmuwan Islam dinilai sudah ketinggalan jaman karena masih berpedoman kepada kaedah ilmu ‘jadul’ padahal dunia ilmu pengertahuan saat ini sudah berkembang dengan kaedah yang didominasi oleh dunia Barat.
2. Mungkin ada juga yang merupakan reaksi dari penerapan beberapa aliran Islam yang memunculkan tindakan kekerasan dan teror, padahal nuansa yang dikembangkan manusia saat ini adalah demokrasi, hak azazi manusia, kesetaraan, anti kekerasan, dll. Penyebab tindakan kekerasan dan teror ini dialamatkan kepada Al-Qur’an dengan mushafnya yang dikenal sekarang, maka perlu dibuat Al-Qur’an versi lain yang disesuaikan dengan prinsip tersebut.
3. Mungkin ada juga alasan yang berbau ‘sufi’, ibarat ‘menempatkan diri sendiri sebagai bara api diatas sebongkah es yang membeku’, dengan memunculkan kajian-kajian dan tindakan yang ‘kontroversial’ maka dunia Islam yang dianggap selama ini telah membeku bisa tergerak untuk kembali mengkaji dan memikirkan ajaran Agamanya. Akibat positifnya memang bisa kita lihat, sekarang muncul cendikiawan yang lebih muda, yang bergairah untuk kembali mendalami ajaran Islam, baik dengan mengulas kembali pikiran-pikiran ulama ‘tradisional’ maupun berusaha ‘masuk’ melihat dari cara berpikir ilmuwan non-Muslim/orientalis, lalu mempublikasikannya di media massa, sesuatu yang masih jarang kita temukan dimasa lalu.
4. Mungkin ada juga yang punya motivasi untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Kita bisa membaca berita, orang-orang dari Islam Liberal mempunyai akses yang cukup mumpuni terhadap sumber-sumber dana pihak non-Muslim, ada yang mampu melanjutkan pendidikannya kedunia barat untuk mendapatkan Master atau Doktor, ada yang LSM-nya tetap berjalan dengan dana yang cukup, ada juga yang terpublikasikan memperoleh penghargaan atau piagam yang tentunya bisa menambah catatan ‘curriculum vitae’-nya.
Apapun motivasi sang ‘penunjuk jalan’ ini, secara umum bisa kita katakan bahwa agenda yang dibawa tidak akan bisa dilepaskan dengan agenda ‘tuan’nya. Dan BELUM ADA BUKTI bahwa agenda yang dibawa kaum non-Muslim terhadap ajaran Islam benar-benar bermanfaat bagi perkembangan Islam itu sendiri, kita bisa berpikir buat apa orang lain begitu repot-repot mau menghabiskan waktu dan tenaganya untuk ‘memperbaiki’ Al-Qur’an..???
Kekuatan untuk mengutak-utik ajaran Islam adalah kekuatan yang besar dan mendominasi dunia, persis posisinya dengan pasukan Abrahah dulu. Umat Islam bisa saja berjuang untuk melawannya, namun ketika seluruh upaya yang ada sudah kita lakukan, ada baiknya kita bersikap seperti Abdul Muthalib dulu :”Al-Qur’an itu ada pemiliknya, maka Dia-lah yang akan melindunginya..”. lalu mari kita sama-sama tunggu apa yang akan terjadi…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar