V. KITAB SUCIKenapa kalian mengingkari
ayat-ayat Allah…?
SEJARAH DAN KEASLIAN AL-QUR’AN
oleh : Irene Handono
Perbandingan
Jika dibandingkan dengan kitab-kitab yang terdahulu – Taurat, Zabur, Injil- maka Al-Qur’anlah yang paling bisa dikatakan lebih otentik karena beberapa hal :
-
Ditulis saat Rasulullah masih hidup, dengan larangan penulisan masalah lainnya yaitu hadits, sehingga kemungkinan adanya pencampuran adalah kecil. Sementara yang lain seperti Perjanjian Lama yang merupakan himpunan kitab/fasal, ditulis selama lebih dari dua abad setelah musnahnya teks asli pada zm. Nebukadnezar, yang ditulis kembali berdasarkan ingatan semata oleh seorang pendeta Yahudi yang bernama Ezra dan dilanjutkan oleh pendeta – pendeta Yahudi atas perintah raja Persia , Cyrus pada tahun 538 sebelum Masehi.18
-
Al-Qur’an masih memakai bahasa asli sejak wahyu diturunkan yaitu Arab, bukan terjemahan. Bagaimanapun terjemah telah mengurangi keotentikan suatu teks.Bibel sampai ketangan umatnya dengan Bahasa Latin Romawi. Bahasa Ash Taurat adalah Ibrani, sedang bahasa Ash Injil adalah Aramaik. Keduanya disajikan bersama dalam paket Bibel berbahasa Latin yang disimpan dan disajikan untuk masing-masing negara melalui bahasanya sendiri-sendiri, dengan wewenang penuh untuk mengubah dan mengganti sesuai keinginan
-
Al-Qur’an banyak dihafal oleh umat Islam dari zaman Rasulullah sampai saat ini. Sedangkan Bibel, boleh dibilang tidak ada. Jangankan dihapal, di Indonesia sendiri Bibel umat Katolik baru boleh dibaca oleh umatnya pada tahun 1980
-
Materi Al-Qur’an tidak bertentangan dengan akal, dan relevan sepanjang masa. Sementara Bibel mengandung banyak hal-hal yang tidak masuk akal dan mengandung pornografi. Seperti berikut ini :
Yehezkiel 23
:1-21, berisi ayat-ayat jorok tentang seksual. Diceritakan didalamnya
penyimpangan seksual yang sangat berbahaya bagi perkembangan psikologis
bila dibaca oleh anakanak dibawah umur. Ada kalimat-kalimat yang sangat cabul dengan menyebut (maaf) buah dada, buah zakar, menjamahjamah, birahi, dan lain-lain, contohnya :
(ayat.3) “Mereka bersundal pada masa mudanya; di sann susunya dijamah jamah dan dada keperawanannya dipegang-pegang”.
Ayat yang
selanjutnya: 5, 8, 11, 18, 20, 21 dalam kitab yang sama lebih jorok
lagi yang tidak sepantasnya ditulis bahkan di dalam buku ini.
Pelecehan Bibel terhadap Tuhan
Tuhan jorok, menyuruh makan tahi? (Yehezkiel4: 13).
Tuhan kalah dalam duel melawan Yakub? (Kejadian 32:28).
Pelecehan Bibel kepada para Nabi Allah Swt.
Tuhan kalah dalam duel melawan Yakub? (Kejadian 32:28).
Pelecehan Bibel kepada para Nabi Allah Swt.
Nabi Nuh mabuk-mabuk sampai teler dan telanjang bugil (kejadian 9:18-27).
Ayat-ayat yang mustahil dipraktekkan
Hukum Sabat
Hari Sabat (sabtu) adalah hari Tuhan yang
harus dikuduskan. Pada hari itu setiap orang dilarang bekerja,
dilarang memasang api di rumah (lampu, kompor, dll) karena Sabat adalah
hari perhentian penuh. Orang yang bekerja pada hari Sabtu harus
dihukum mati (keluaran 20 :8-11, 31 :15, 35 : 2-3).
Ayat-ayat diskriminatif
Perbuatan riba (rente) dilarang dilakukan kepada Israel, tapi boleh dilakukan kepada non Israel (Ulangan 23 : 19-20).
Ayat-ayat yang seperti di atas adalah bukti kebenaran dari apa yang
diberitahukan oleh Allah bahwa para ahli kitab telah merubah isi kitab
mereka. Apa mungkin Tuhan berfirman seperti di atas?. Maha suci Allah
atas apa yang mereka tuduhkan. Sebelum menyudutkan sisi sejarah
penulisan wahyu, Dr. Robert Morey mestinya
berkaca lebih lama di depan kitab sucinya untuk kemudian menentukan
langkahnya. Langkah menyudutkan al-Qur’an sangat tidak membantu umat
Kristen memahami kitab sucinya. Kalau ingin jujur sebenarnya ajaran
asli -tauhid- mereka disampaikan ulang oleh Allah melalui al-Qur’an.
Beberapa kiasan dalam bibel akan dapat mudah dipahami ketika membaca
al-Qur’an. Maka benar jika al-Qur’an menyatakan bahwa di dalam
al-Qur’an memuat kabar dan ajaran tentang mereka. Pengakuan saudara
seagama Dr. Robert Morey ,
lebih menunjukkan suatu kedewasaan berpikir dan jujur. Mungkin
termasuk mereka yang disebut al-Qur’an sebagai Qissisin wa ruhban,
yaitu :
Dr. G.C. Van Niftrik dan Dr. B.J. Bolland :
“Kita
tidak usah malu-malu, bahwa terdapat berbagai kekhilafan di dalam
Bibel; kehilafan-kekhilafan tentang angka-angka perhitungan; tahun dan
fakta. Dan tak perlu kita pertanggungkan kekhilafan-kekhilafan itu pada caranya, isi Bibel telah disampaikan kepada kita, sehingga
kita akan dapat berkata: “Dalam naskah aslinya tentu tidak terdapat
kesalahan-kesalahan, tetapi kekhilafan itu barulah kemudian terjadi di
dalam turunan naskah itu. Isi Bibel juga dalam bentuknya yang asli,
telah datang kepada kita dengan perantaraan manusia”.19
Dr. R. Soedarmo :
“Dengan
pandangan bahwa Kitab Suci hanya catatan saja dari orang, maka diakui
juga bahwa di dalam Kitab Suci mungkin sekali ada kesalahan. Oleh
karena itu Kitab Suci mungkin sekali ada kesalahan. Oleh karena itu
Kitab dengan bentuk sekarang masih dapat diperbaiki”.20
Keaslian
al-Qur’an di kalangan Muslim adalah suatu kepastian, susunan dan
materinya. Selain karena penjagaan Allah, hal ini tidak lepas dari
usaha Rasulullah dan para penerusnya hingga saat ini dalam menjaga
keaslian al-Qur’an; huruf perhuruf, ayat perayat, hingga surat dan
susunannya. Dengan begitu umat Muslim terhindar dari peringatan Allah
swt. untuk tidak merubah al-Qur’an sebagaimana yang pernah dilakukan
oleh umat sebelumnya
(Apakah
kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal
segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya
setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?] (QS. al-Baqarah: 75).
Allah Swt. telah menjanjikan suatu penjagaan bagi kitab terakhir yang pernah diturunkan kepada umat manusia ini
[Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.] (QS. Al-Hijr : 9).
Dan
sekaligus menjadi bukti bahwa Muhammad adalah nabi akhir zaman, sebab
ajarannya tetap terpelihara dan tak satupun umatnya berani merubah
walaupun satu huruf. Janji Allah tersebut setidaknya terbukti dengan
upaya-upaya penjagaan oleh kaum Muslim yang telah berlangsung selama
lebih dari 14 Abad. Upaya tersebut dapat disimpulkan dalam dua cara :
Penulisan Mushhaf seperti yang sampai kepada kita, dan upaya penghafalan oleh para Qurra’ (pengkaji
al-Qur’an) yang tersebar dipenjuru dunia Islam. Dua macam upaya ini
sudah berjalan sejak zaman Rasulullah saat wahyu diturunkan.
Sejarah
penulisan dan penjagaan wahyu ini akan kami sajikan secara ringkas
berdasarkan hadits dan riwayat sahabat. Riwayat merupakan sumber dalam
penulisan sejarah -khususnya tentang masalah ini- yang tidak bisa
begitu saja diabaikan, apalagi materi riwayat tersebut tidaklah
bertentangan dengan akal sehat, dan diriwayatkan dengan seleksi
penerimaan yang sangat ketat. Seleksi yang selain berdasarkan materi
juga kejujuran periwayat yang mungkin jarang -nyaris mustahil- kita
dapatkan pada masa sekarang. Kita bisa bayangkan ketika perowi yang
ditemukan ingin menangkap ayam dengan menggunakan biji sebagai umpan,
riwayatnya tidak bisa diterima karena dianggap tidak jujur kepada
hewan, apalagi kepada manusia. Suatu seleksi yang sangat ketat hingga
hasilnya sangat layak untuk kita jadikan sandaran hukum dan penulisan
suatu sejarah seperti bahasan kita kali ini.
Kalau
toh ada yang mengatakan riwayat-riwayat di bawah ini adalah fiksi,
kita bisa menilai mana yang lebih akurat apakah perowi yang telah
menulis riwayat tersebut beberapa abad yang lalu (dimana lebih dekat
dengan kejadian, dan tradisi lesan masih sangat kuat serta seleksi yang
sangat ketat) ataukah mereka yang datang setelah beberapa abad
kemudian dengan alasan “Ilmiah” tiba-tiba mengatakan riwayat tersebut
“fiksi”. Selama materi riwayatnya tidak menyiratkan hal yang di
buat-buat kenapa harus ditolak, kecuali jika bertentangan dengan bukti
lain yang lebih akurat.
Rasulullah sangat berdisiplin dan
hati-hati dalam mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabatnya, dimana
ayat- ayat yang baru turun harus dihapal oleh para sahabat saat itu
juga, mereka tidak diizinkan pergi sebelum hafal seluruhnya, setelah
itu mereka sampaikan kepada mereka yang tidak hadir, Ayat yang sudah
mereka hafal tersebut kemudian mereka lakukan tadarusan (membaca dan mengkajinya) bersama disalah satu rumah di pojok kota Makkah, demi menghindari ancaman orang-orang Quraisy.
Pada saat Rasulullah berada di Madinah, 2/3 al-Qur’an sudah diturunkan.21Hal
ini membuat Rasulullah harus bekerja keras mengajarkan al-Qur’an
kepada kaum Anshor yang baru masuk Islam. Begitu besarnya tuntutan
tersebut hingga Rasulullah menghabiskan sebagian besar waktunya untuk
mengajarkan al-Qur’an kepada para sahabat. Maka tidak heran jika ada
satu kelompok yang kita kenal sebagai ahlu as-suffah yaitu para
sahabat yang menetap/tinggal di masjid untuk belajar al-Qur’an, dan dari
antara merekalah muncul nama-nama seperti Ibnu Abbas (Muhajirin), Ubay
bin Ka’b (Anshor)…… kelak merekalah yang paling berperan dalam
melakukan kodifikasi wahyu. Lain dari pada itu cara pengajaran yang
dilakukan oleh Rasulullah sangatlah berdisiplin dimana al-Qur’an
diajarkan persepuluh ayat sampai para sahabat hafal dan paham maknanya
bahkan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, untuk kemudian baru
pindah pada sepuluh ayat berikutnya.
Pada zaman Nabi upaya penulisan sudah mulai dilakukan walaupun dengan media yang sangat sederhana di antaranya batu tulis, tulang-tulang, pelepah pohon. Riwayat dari Imam Al-Bukhori menerangkan sebagaimana berikut:
Ubaidullah
mengatakan kepada kami dari Musa dari Israil dari Abi Ishaq dari
al-Barraa’, rnengatakan: Ketika turun (ayat yang artinya:) {Tidaklah
sama orang-orang yang berdiam diri dari para mu’min dengan mereka yang
berjihad di jalan Allah } Nabi Saw. berkata : panggilkan untukku Zaid
dengan membawa batu tulis dan tinta serta tulang, atau tulang dan
tinta, kemudian berkata: tulislah {Tidaklah sama orang-orang yang berdiam diri}…..22
Riwayat lain menyebutkan media lain berupa pelepah pohon.23
Dengan media seperti di atas maka logis sekali jika diriwayatkan bahwa
lembaran-lembaran al-Qur’an tersebut memenuhi satu ruang (gudang)
ditempat Hafsah, istri Nabi Muhammad Saw.
Upaya penulisan yang
mereka lakukan bahkan terbilang ketat, sebab penulisan selain wahyu
oleh para sahabat tidak diperbolehkan oleh Rasulullah Saw. dengan
begitu wahyu Allah tidak tercampur oleh perkataan dan perilaku Nabi
yang kemudian disebut Hadits. Berikut ini riwayat dari Imam Muslim
berkenaan dengan masalah ini:
Berkata
kepada kami Haddaab bin khaalid al-Azdy, berkata kepapa kami Hammaam
dari Zaid bin Aslam dari A’athaa’ bin Yasar dari Abi Sa ‘iid al-Khudry,
bahwa Rasulullah Saw. bersabda : “Janganlah kalian menulis apa-apa
dariku, barang siapa menulis dariku selain al-Qur’an maka hendaklah ia
menghapusnya, dan berbicaralah tentang diriku dan itu diperbolehkan,
dan barang siapa dengan sengaja berbohong atas diriku maka
bersiap-siaplah untuk tinggal di Neraka (HR. Muslim)
Penulis wahyu yang
ditunjuk oleh Rasulullah pada masa itu ada empat orang dari kaum
Anshor yaitu : Mu’aadz bin Jabal, Ubay bin Ka’b, Zaid bin Tsaabit dan
Abu Zaid,25
dalam riwayat lain menyebutkan : Abu ad-Darda’, Mu’adz bin Jabal, Zaid
bin Tsabit, dan Abu Zaid. Selain mereka juga ada beberapa sahabat Yang
menulis untuk diri mereka sendiri.26
Penulisan yang dilakukan oleh Aisyah bahkan sudah berbentuk mushhaf
(berbentuk seperti buku) sebagaimana tersebut dalam riwayat berikut ini
:
Dan
berkata kepada kami Yahya bin Yahya at-Tamiimy ia mengatakan saya
belajar dari Malik dari Zaid bin Aslam dari al-Qa ‘qaa’ bin Hakim dari
Abi Yunus pembantu ‘Aisyah bahwa ia mengatakarn : Aisyah menyuruhku
menulis untuknya mushhaf dan ia mengatakan jika sudah sampai pada ayat
ini maka panggil saya [Jagalah
oleh kalian sholat sholat (kalian) dan sholat pertengahan] maka
ketika sudah sampai pada ayat ini aku memanggilnya dan ia (Aisyah)
lantas mengimlakkan kepadaku [Jagalah oleh kalian sholatsholat
(kalian) dan sholat pertengahan] serta sholat ashar (dan berdirilah di
hadapan Allah dengan khusyu’] Aisyah mengatakan saya mendengarnya dari
Rasulullah Saw. Diriwayatkan oleh Imam Muslim.27
Sangat tidak masuk akal jika Dr.
Robert Morey menyatakan bahwa tulisan al-Qur’an telah hilang karena
yang tertulis di atas tulang telah pudar dan yang ditulis di atas daun
telah dimakan oleh binatang, alasan yang kekanak-kanakan.28
Selain adanya upaya penulisan, maka upaya penjagaan melalui hafalan adalah kegiatan yang
umum dilakukan oleh para sahabat, di mana para sahabat saat itu akan
merasa malu jika tidak hafal al-Qur’an. Sebegitu merebaknya tradisi
hafalan tersebut hingga ada riwayat yang mengatakan bahwa dari sekian
jumlah penduduk muslim Madinah saat itu hanya 4-6 orang saja yang tidak
hafal.
Tradisi periwayatan lisan (hafalan) dalam budaya Arab
sangatlah kental, apalagi pada masa Rasulullah Saw. di mana budaya
baca tulis belum meluas -budaya tulis menulis setelah 1,5 abad
kemudian-. Begitu kentalnya hingga mereka menemukan metode periwayatan
yang ekstra hati-hati. Dalam metode yang mereka pakai dikenal adanya
istilah Jarh wa atta ‘diil
(kritik dan seleksi atas kredibelitas perowi), sehingga suatu riwayat
yang datang dari seorang yang tidak dipercaya tidak akan digunakan.
Masing-masing riwayat yang diakui juga memiliki kriteria sendiri
berdasarkan keutuhan matan (materi riwayat), sanad (silsilah riwayat
sampai ke sumbernya), serta periwayat, baik jumlah maupun
kredibelitasnya.29
Dengan tradisi periwayatan dan
hafalan seperti diatas, tentu saja al-Qur’an mendapatkan perlakuan
yang paling Istimewa. Apalagi metode pengajaran al-Qur’an yang
diterapkan pada masa itu salah satunya adalah metode at-Talaqqy wal `ardl
(tatap rnuka langsung antara guru dan murid dengan komunikasi dua
arah, dengan system learning and presentation) yang akhirnya menjadi
dasar-dasar dalam kodifikasi al-Qur’an, yaitu: “Mengambil materi
riwayat yang paling akurat serta cara periwayatan yang paling benar,
bukan sekedar yang umum clan sesuai dengan standar bahasa Arab “.30
Riwayat-riwayat berikut ini mungkin akan memperjelas tentang masalah ini :
Dari ‘Fathimah ra, “Nabi Saw
membisikkan kepadaku: ‘Jibril telah mengajariku al-Qur’an setiap
tahunnya, dan dia mengajariku tahun ini dua kali, dan aku tidak melihat
itu kecuali ajalku telah dekat” (HR. Bukhari) .31
Riwayat
di atas menerangkan bahwa al-Qur’an selalu diajarkan oleh Jibril
kepada Nabi, sebagai pembawa wahyu, yaitu pada bulan Ramadlan pada
setiap tahunnya hingga masa berakhirnya penurunan wahyu kepada Nabi
Muhammad Saw. Pada tahun yang terakhir, menjelang wafatnya, Jibril datang dua kali untuk mengajariNya al-Qur’an.
(Riwayat ini sekaligus menepis anggapan Dr. Robert Morey yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak mengetahui kapan beliau akan wafat.)
Pandangan pewahyuan melalui Jibril utusan Allah
untuk disampaikan kepada Rasulullah -salah satu caranya dengan
dibacakan- secara gradual selama 23 tahun lebih dapat diterima akal
ketimbang penggambaran satu buku diturunkan dari langit. Pengajaran
dengan system at-talaqqy wal `ardli yang
dilakukan oleh Jibril kepada Nabi Muhammad Saw tersebut diteruskan
kepada para sahabat seperti yang dituturkan oleh riwayat berikut ini :
Dan
berkata kepada kami Amru an-Naqid, berkata kepada kami Ya’qub bin
Ibrahim bin Sa’ad, berkata kepada kami Ayahku dari Muhammad bin Ishaq
ia mengatakan, berkata kepadaku Abdullah bin Abi Bakar bin Muharnmad
bin Amru bin Hazm al-anshaary dari Yahya bin ‘Abdullah bin Abdirrahman bin
Sa’ad bin Zurarah dari Ummi Hisyam binti Haritsah bin an-Nu’man
mengatakan: Tungku api kami dan tungku api Rasulullah adalah satu
selama satu atau dua tahun atau lebih, dan saya tidak pernah mengambil
(menghafalkan) (surat) Qaaf dari
al-Qur’an yang mulia kecuali dari lisan Rasulullah Saw. yang selalu
beliau baca pada hari jum’at di atas mimbar ketika berkhutbah dihadapan
jama’ah. (HR. Muslim) .32
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah seringl:ali meminta sahabatnya untuk membacakan al-Qur’an dihadapannya 33.
Diantara para sahabat yang ditunjuk oleh Rasulullah untuk mengajarkan
al-Qur’an adalah Abdullah bin Mas’ud, Salim, Mu’adz, serta Ubay bin Ka
`b .34
Memang agak naif jika seseorang mempersoalkan masalah hafalan yang seakan-akan hanya dilakukan oleh satu orang saja, seperti pernyataan Dr. Robert Morey berikut :
Pengumpulan
bahan-bahan al-Qur’an berlangsung beberapa tahun. Banyak masalah
muncul karena daya ingat dan hafalan-hafalan seseorang fidak persis
sama dengan orang lain. Hal ini merupakan salah safu kelemahan manusia yang tidak dapaf diabaikan. 35
Dr. Robert Morey
sangat meremehkan kalangannya senditi dengan menganggap mereka tidak
bisa membedakan antara manusia sebagai individu clan manusia sebagai
umat. Sebagai individu mungkin saja manusia berkurang daya ingatnya,
tapi sebagai ummat hafalan bahkan semakin kuat seiring usaha yang
mereka lakukan dari generasi ke generasi. Umat adalah komunitas dan
bukan satu orang. Usia umat tidak seperti usia satu orang, usia ummat
bisa berabad bahkan beribu tahun hingga kemusnahannya. Usia umat Islam
sendiri sudah mencapai ±14 abad.
NOTES
18.
Didalam Perjanjian Lama terdapat Taurat (bahasa Semit) yang Dalam
bahasa Latin disebut : Pentateuque yang artinya kitab yang terdiri
daripada lima bagian : “Kejadian, Keluaran, Imamat orang Levi, bilangan
dan ulangan. Orang-orang Yahttdi dan Kristen beranggapan bahwa
pengarang Kitab Taurat adalah Nabi Musa. Untuk itu perlu diuji , antara
lain tentang kematian Nabi Musa dan kemudian ia menulis tentang
kematiannya sendiri ? ( Ul. 34 : 5 ).
19. Dogmatika Masa Kini, BPK Jakarta, 1976, hal. 298
20. Ikhtisar Dogmatika, BPK Jakarta, 1965 hal. 47
21. hal ini bisa dihitung dari jumlah surat makky dan madany.
22. Al-Bukhari, Shahih Al-Bulchari, Daar al-Fikr, Beirut, 1994, Vol. Vl, hal. 123.
23. Imam Ahmad Ibn Hambal, Musnad, Daar al-Fikr, Beirut, vol. V, hal. 185.
25. Ibid, II/474
26.
Diantaranya adalah Siti ‘Aisyah, Ibnu Mas’ud, Umi Waroqoh binti
Abdillah bin Harits, Ubay bin Ka’b, Imam Ali, Ibn Mas’ud dll.
27. Muslim, I/280.
28. Robert Morey, Op. citl., hal 128
29.
Metode periwayatan tersebut dikenal dengan ilmu Mushtolah al-Hadits,
dan sudah maklum dalam tradisi dan khazanah keilmuan Islam.
30. As-Suyuthi, al-Itqaan fi Ulum al-Qur’an, Daar al-Fikr, Beirut, Cet. III, Th. 1951, Vol. I, hal. 77. 78
31. Al-Bukhari, VI/123.
32. Muslim, I/382.
33. Al-Bukhari, VI/138.
34. Ibid, VI/124.
35 Robert Morey, op. cit., ha1128.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar