Cari Di Blog Ini

Sabtu, 18 Februari 2012

PERNIKAHAN NABI MUHAMMAD SAW DAN SITI AISYAH III

HUJAH KETUJUH - AISHAH RA MASIH INGAT AYAT AL-QURAN YANG DITURUNKAN DI TAHUN EMPAT KERASULAN
Marilah kita membahas satu lagi hadis dari kitab Saheh Bukhari, di mana Imam Bukhari telah memasukkannya dalam 'Kitabul Tafsir' sebagaimana berikut:
'Ummul Mu'minin' Aishah ra berkomentar bahwa ketika ayat al-Qur'an berikut diturunkan,
"(Bukan kekalahan itu saja) bahkan hari Qiamat adalah hari yang dijanjikan kepada mereka (untuk menerima balasan yang sepenuh-penuhya). Dan (siksaan) hari kiamat itu amat dahsyat dan amat pahit. "(Surah al-Qamar, ayat 46),
"Saya masih anak-anak yang bermain ke sana ke mari."
Surah al-Qamar ini telah diturunkan berhubung dengan kejadian 'Shaqqul Qamar' (Peristiwa Nabi saw membelah bulan).Para penafsir al-Qur'an telah menjelaskan bahwa surat ini diturunkan pada tahun ke-4 kenabian, dan Ummul Mu'minin 'Aishah ra ketika itu adalah seorang anak yang selalu bermain ke hulu dan ke hilir.

Pada pandangan kami, riwayat ini bertentangan dengan riwayat Hisham. Ini karena, dalam riwayat Hisham, Ummul Mu'minin ra telah dilahirkan pada tahun ke-5 kenabian dan ini diterima oleh ulama kita. Kalau begitu Ummul Mu'minin ra telah mempelajari ayat ini sebelum beliau dilahirkan, dan ia juga telah biasa memainkan ke hulu-hilir di sekitar Mekah sebelum kelahirannya .... Alangkah peliknya!! Oleh itu, kita harus memilih salah satu di antara dua kemungkinan yaitu:1. Riwayat Hisham adalah benar, dan riwayat Bukhari salah; atau 
2. Riwayat Bukhari adalah benar dan riwayat Hisham salah.

Ulama kita tampaknya telah menerima pilihan pertama, tetapi kami lebih cenderung kepada pilihan kedua.
Riwayat ini membuktikan bahwa Ummul Mu'minin ra sudah besar sewaktu tahun ke-4 Kerasulan, di mana beliau ra selalu memainkan dengan anak-anak perempuan lain; dan ia ra mampu mahal dan memahami bahwa ayat yang diturunkan adalah ayat dari al-Quran yang mulia . Jika kita membuat asumsi bahwa umurnya adalah enam tahun pada tahun ke-4 Kerasulan, bermakna Ummul Mu'minin ra telah dilahirkan dua tahun sebelum Wahyu Pertama diturunkan (Penunjukan Nabi).Berdasarkan perhitungan ini, usianya adalah 17 tahun saat mulai tinggal dengan nabi saw

HUJAH KEDELAPAN - AISHAH RA MASIH INGAT DENGAN JELAS PERISTIWA HIJRAH ABU BAKAR RA KE HABSHAH
Di dalam 'Saheh Bukhari', ada satu riwayat telah dinukilkan oleh Zuhri dari Urwah dari Ummul Mu'minin ra Riwayat ini tidak pernah disebut oleh orang Irak tetapi diriwayatkan oleh dua orang perawi Mesir, seorang perawi Sham dan dua orang perawi Madinah.

Urwah bin Az Zubair meriwayatkan dari A'ishah Ummul Mukminin berkata, "Sejak saya sadar dan mengerti, saya melihat orangtua saya telah pun beragama Islam. Tidak berlalu satu hari pun melainkan Rasulullah saw akan datang kepada kami baik di pagi atau sore ".

Kapan orang-orang Islam diganggu oleh orang-orang kafir, Abu Bakar telah keluar dari rumahnya dengan maksud untuk berhijrah ke bumi Ethiopia. Kapan ia sampai ke Birku al-Ghimad beliau bertemu dengan Ibnu ad Dughunnah, kepala kabilah Qarah. Ibnu ad-Dughunnah bertanya, "Engkau hendak ke mana Abu Bakar?". Abu Bakar menjawab, "kaumku telah mengeluarkanku. Karena itu aku akan mengembara di muka bumi agar dapat beribadat kepada tuhanku ". Ibnu ad Dughunnah berkata, "Sesungguhnya orang-orang sepertimu tidak bisa keluar dan tidak patut dikeluarkan (dari sebuah negeri) karena engkau berusaha untuk orang-orang yang tidak berharta. Engkau menghubungkan hubungan keluarga, engkau menanggung beban masyarakat, menjadi tuan rumah pada tamu dan membantu masyarakat ketika ditimpa bencana alam. Aku akan melindungimu. Pulanglah dan sembahlah kepada tuhan di negerimu. "

Maka pulanglah Abubakar bersama Ibnu Ad Dughunnah. Pada petangnya Ibnu ad Dughunnah mengunjungi orang-orang bangsawan Quraisy. Ia bersuara kepada mereka, "Sesungguhnya orang seperti Abu Bakar tidak bisa keluar dan dikeluarkan. Apakah kamu patut mengeluarkan seorang yang berusaha untuk orang yang tidak berharta, menjalin silaturrahim, menanggung beban kesusahan orang lain, menjadi tuan rumah pada tamu dan menolong masyarakat saat bencana? ". Perlindungan Ibnu Ad Dughunnah tidak ditolak oleh orang-orang Quraisy. Mereka berkata kepada Ibnu ad Dughunnah, "Suruhlah Abu Bakar menyembah tuhannya di dalam rumahnya. Ikut sukanya untuk membaca apa saja yang dia mau asalkan dia tidak mengganggu kami dengan bacaannya dan jangan pula dia membaca dengan suara yang nyaring karena kami khawatir perempuan-perempuan kami dan anak-anak kami akan terpesonanya dengannya ".

Ibnu ad Dughunnah meminta dari Abu Bakar apa yang diutarakan oleh orang-orang Quraisy itu. Sampai beberapa lama Abu Bakar memenuhi persyaratan yang dikemukakan oleh orang-orang Quraisy itu. Ia menyembah Tuhan di rumahnya dan tidak mengeraskan bacaannya di dalam shalat. Ia juga tidak membaca al Quran di luar rumahnya.

Kemudian timbul satu pikiran ke Abu Bakar untuk membangun masjid di halaman rumahnya. Ia pun membangun masjid dan shalat di dalam masjid itu dan mulai membaca al Quran menyebabkan perempuan-perempuan orang-orang musyrikin dan anak-anak mereka mulai mengerumuninya dengan rasa kagum terhadapnya di samping melihat tingkah lakunya. Abu Bakar adalah seorang yang mudah menangis. Ia tidak dapat menahan air mata saat membaca al Quran. Kondisi ini menggemparkan kalangan bangsawan dan musyrikin Quraisy.

Mereka pun mengutus orang kepada Ibnu ad-Dughunnah untuk bertemu dengan mereka. Setelah Ibnu Ad-Dughunnah datang, mereka pun berkata kepada Ibnu ad-Dughunnah, "Sesungguhnya kami telah melindungi Abu Bakar pada permintaanmu asalkan dia menyembah tuhannya di dalam rumahnya saja. Sekarang dia telah pun melanggar syarat itu. Dia telah membangun sebuah masjid di depan rumahnya dan menunaikan pula sembahyang dan membaca al Quran di dalam masjid yang dibinanya itu. Kami khawatir istri-istri dan anak-anak kami akan terpesona dengannya. Oleh itu tegahlah dia dari berbuat begitu. Kalau dia setuju untuk menyembah Tuhannya di dalam rumahnya saja maka baiklah tetapi jika dia enggan melainkan tetap mahu mengerjakannya sembahyangnya secara terbuka dan membaca al Quran dengan suara yang nyaring, maka mintalah dengan agar dikembalikan kepadamu jaminan keamanan yang diberikan olehmu kepadanya karena tidak kami suka mengkhianati perlindungan yang diberikan olehmu itu dan tidak pula kami dapat menerima Abu Bakar shalat dan membaca al Quran secara terbuka seperti itu ".

Ibnu ad Dughunnah pun pergi menemui Abu Bakar. Dia berkata, "Engkau telah tahu Persyaratan yang telah ku berikan untuk melindungimu. Jadi apakah engkau akan mematuhi Persyaratan itu atau engkau kembalikan kepadaku jaminan keamananku. Aku tidak suka orang-orang Arab mendengar cerita bahwa jaminan keamanan yang telah kuberikan kepada seseorang telah disia-siakan ".

Mendengar kata-kata Ibnu Ad Dughunnah, Abu Bakar berkata, "Kalau begitu aku akan kembalikan kepadamu jaminan keamananmu dan aku puas dengan perlindungan Allah".
(Bukhari, Jilid I, m / s 553)

Di dalam hadis ini, Ummul Mu'minin 'Aishah ra menguraikan pengamatannya tentang kondisi dari periode mulai kerasulan sehingga peristiwa hijrah ke Habshah dalam dua ayat yaitu "Sejak saya mengerti dan faham lingkungan saya dapati keluarga saya telah memeluk Islam" dan "Saya melihat Nabi Muhammad datang ke rumah kami setiap hari pada pagi dan petang ".

Di bagian pertama hadits ini Ummul Mu'minin ra telah menceritakan pengamatannya di dalam dua ayat, yaitu "Sejak saya mengerti dan faham lingkungan, saya telah melihat kondisi ini". Dan di bagian kedua yaitu setelah balighnya, Ummul Mu'minin ra mengatakannya sebagai zaman sengketa. Yaitu zaman yang menyebabkan sahabat-sahabat utama di awal Islam berhijrah ke Habshah. 'Aishah ra kemudian telah menceritakan secara rinci peristiwa migrasi ayahnya, Abu Bakar ke Habshah.

Bagian ketiga dari hadits ini yang tidak kami nukilkan di sini adalah hijrah ke Madinah.
Ada dua riwayat tentang peristiwa Hijrah ke Madinah. Pertamanya, "Nabi saw keluar dari rumah Abu Bakar" di mana Aishah ra menyatakan dia diberitahu oleh Amir bin Fahirah (bekas hamba Abu Bakar dan temannya saat Hijrah). Keduanya, peristiwa Suraqah di mana beliau ra menyatakan diberitahu oleh Suraqa kepadanya. Dengan kata lain, sejak dari Ummul Mu'minin ra bisa berpikir, Abu Bakar dan Ummu Rumman ra telah memeluk Islam. Dan juga, sejak ia mengerti kondisi sekelilingnya, ia melihat Rasulullah saw selalu mengunjungi rumah mereka setiap hari pada waktu pagi dan petang.

Di dalam hadis ini Aishah ra telah mendakwa secara jelas bahwa beliau ra telah faham keadaan sekelilingnya pada saat nabi saw dilantik menjadi rasul dan menyaksikan semua peristiwa yang terjadi dalam periode tersebut. Namun ulama kita telah mentakwilkan bahwa oleh sebab riwayat Hisham menyatakan 'Aishah ra berusia sembilan tahun saat mulai hidup bersama Rasulullah saw, Ummul Mu'minin ra mungkin telah mendengar cerita-cerita ini dari orang lain.

Ummul Mu'minin ra berkata bahwa "apabila saya telah faham keadaan sekeliling, saya telah melihat hal yang terjadi" Ulama kita mengatakan bahwa beliau belum lagi dilahirkan! Singkatnya, bisa dikatakan, Ummul Mu'minin telah melihat peristiwa tersebut lima atau enam tahun sebelum kelahirannya. Kami menyerahkan kepada Anda untuk memutuskan siapa yang benar.

Keseluruhan diskusi ini membuktikan bahwa saat nabi saw dilantik menjadi rasul Ummul Mu'minin ra merupakan seorang anak yang telah mengerti kondisi sekelilingnya yaitu berumur setidaknya lima sampai enam tahun. Dengan kata lain, seorang anak yang sudah bisa mahal siapa yang datang dan keluar dari rumahnya dan faham bahwa apa yang orang tuanya lakukan adalah bertentangan dengan penduduk Mekah. Ini adalah tingkat usia seorang anak di mana memiliki naluri ingin tahu dan berpikir mengapa dan bagaimana sesuatu hal terjadi.

Kesimpulan dari diskusi ini adalah, Anda harus mengaku, berdasarkan hadits ini, bahwa Ummul Mu'minin ra sudah tentu setidaknya berumur antara lima sampai enam tahun pada saat pengangkatan nabi saw sebagai rasul. Oleh itu, penghitungan ringkas menunjukkan umur beliau ra adalah sekitar sembilan belas atau dua puluh tahun saat mulai tinggal dengan Rasulullah saw
Dan sekaligus ia membuktikan bahwa Ummul Mu'minin 'Aishah ra dan Fatima adalah sebaya. Dengan itu, tergantung pada Anda apakah untuk menerima riwayat Hisham (dengan menolak dua hadis di dalam kitab Bukhari di atas) atau mengakui kesalahan Hisham.

HUJAH KESEMBILAN - AISHAH RA mengelap LUKA DAN hingus Usamah bin Zaid ra YANG DIKATAKAN SEBAYA DENGANNYA

Riwayat Aisyah ra menceritakan bahwa Usamah telah jatuh tergelincir di bendul pintu dan luka di mukanya. Rasulullah saw berkata kepada saya, "Bersihkan kotoran itu dari Usamah." Saya terasa jijik bila melihat Usamah mulai menjilat darahnya untuk membersihkan mukanya.

Dalam riwayat Ibn Majah, "Hingus keluar dari hidung Usamah. Nabi saw menyuruh saya bangkit dan membersihkan hidung Usamah. Saya merasa jijik, lalu Nabi saw sendiri yang bangun dan membersihkan hidungnya. "

Di dalam riwayat Tirmidzi ada pula disebut bahwa Nabi saw ingin membersihkan hidung Usamah. Kemudian Ummul Mu'minin ra meminta izin untuk membersihkan hidungnya (Usamah). Nabi saw kemudian berkata, "Wahai 'Aishah! Sayangilah Usamah, karena saya juga menyayangi Usamah. "(Tirmidzi: Jilid II, m / s 246)

Juga, Baihaqi melalui Sha'abi, dari Ummul Mu'minin ra "Rasulullah saw meminta saya bangun dan mencuci muka Usamah.Saya memberitahunya saya tidak tahu membersihkan muka anak karena saya tidak memiliki anak. Tolonglah pegang dia dan cuci mukanya. Nabi saw memegang Usamah dan membasuh mukanya ". Dan beliau berkata, "Dia (Usamah) telah memudahkan kita karena dia bukan seorang anak perempuan. Jika dia seorang anak perempuan, saya akan menghiaskannya dengan perhiasan-perhiasan dan akan berbelanja banyak untuknya. "

Imam Ahmad, melalui Baihaqi, telah meriwayatkan dari 'Aisyah ra bahwa Usamah jatuh tergelincir pada bendul pintu.Mukanya telah luka. Nabi Muhammad saw telah mengelap dan membersihkannya, dan Beliau berkata, "Wahai Usamah! Jika kamu seorang anak perempuan, pastinya saya akan memakaikan dan menghiasi kamu dengan perhiasan. Saya akan berbelanja besar untuk mu. "

Sekali lagi, perhatikan semua riwayat ini. Anda akan menemukan bahwa Usamah bin Zaid ra adalah seorang anak yang jauh lebih muda dari Ummul Mu'minin ra. Ada masanya dia ra tercedera atau hidungnya berhingus. Adakalanya Ummul Mu'minin ra mengangkat dan membersihkannya dan kadang-kadang Rasulullah saw yang melakukannya. Adakalanya Ummul Mu'minin ra merasa jijik, dan pernah suatu kali ia meminta maaf dengan berkata, "Saya tidak memiliki anak, jadi saya tidak memiliki pengalaman mencuci muka anak."

Pertama, kata 'saya tidak memiliki anak' tidak mungkin keluar dari mulut seorang anak perempuan berusia sembilan atau sepuluh tahun. Kata ini hanya bisa diucapkan oleh seorang wanita yang umurnya sesuai untuk mendapat anak.

Yang keduanya, ini jelas menunjukkan bahwa Usamah adalah jauh lebih muda dari Ummul Mu'minin ra Jika Ummul Mu'minin 'Aishah ra adalah sebaya atau lebih muda dari Usamah, Rasulullah saw tidak mungkin akan menyuruh' Aishah ra untuk membersihkan darah dan hidungnya (Usamah ). Buku begitu biasanya diberi kepada seseorang yang lebih tua dari anak-anak tersebut. Tidak pernah terjadi dalam sejarah seorang anak berusia delapan tahun disuruh untuk melayan atau merawat seorang anak berusia sepuluh tahun!!
Para ulama mengatakan, 'dari Riwayat Hisham, Ummul Mu'minin berusia 18 tahun saat kematian nabi'. Dengan itu, adalah perlu untuk mengetahui berapakah usia Usamah di waktu kematian Rasulullah saw
Imam Zahabi telah menulis di dalam bukunya 'Siyar A'lam al-Nubala' bahwa Usamah berusia 18 tahun pada waktu itu.

Sesuatu yang menarik untuk diperhatikan di sini adalah seorang anak perempuan telah membersihkan hidung seorang anak lelaki yang sebaya dengannya!
 
Waliuddin Al-Khatib, penulis 'Mishkat', menulis di dalam bab 'Al-Ikmal fi Asma' al-Rijal ' 
"Bila Nabi saw wafat, Usamah berumur 20 tahun." ('Mishkat', m / s 585)
Telah disepakati oleh ulama hadits dan ahli sejarah bahwa sebelum kematiannya, Rasululullah menyusun satu pasukan untuk menyerang tentara Romawi dan menaklukkan Suriah untuk menebus kekalahan dalam Perang Mu'tah. Usamah ra merupakan panglima tentara ini, dan sahabat besar seperti Umar telah diperintahkan untuk berperang di bawah arahannya.Pada saat itu, beliau berumur dua puluh tahun, menurut Waliuddin Al-Khatib, dan sembilan belas tahun menurut Hafiz Ibn Kathir:

"Saat Rasulullah wafat, Usamah berumur 19 tahun." (Al-Bidayah-wan-Nihayah, Jilid 8, m / s 67)
Setelah dibaia'kan, Abu Bakar ra menyempurnakan tugas ini dengan mengirim tentara Usamah, yang mana dengan izin Allah SWT telah kembali dengan kemenangan.

Usamah ra telah dilahirkan pada tahun ke-3 kerasulan. Dan kejadian di mana beliau cedera terjatuh di muka pintu rumahnya, atau hidungnya berhingus, atau Nabi Muhammad saw membasuh mukanya atau Beliau menyuruh Ummul Mu'minin ra supaya membasuh atau membersih mukanya dan sebagainya, adalah karena Usamah pada masa itu adalah seorang anak kecil. Dan juga, permintaan agar Ummul Mu'minin merawat Usamah adalah karena Ummul Mu'minin adalah lebih tua dari Usamah. Jika Usamah ra adalah lebih muda dari Ummul Mu'minin ra dan usianya (Usamah) sekitar 19-20 tahun di waktu kewafatan Nabi saw, umur Ummul Mu'minin rasepatutnya setidaknya lima tahun lebih tua (dari Usamah), dengan itu barulah instruksi tentang membersihkan darah dan hidung itu sesuai.

HUJAH KESEPULUH - Ummul Mu'minin RA TURUT SERTA DALAM PEPERANGAN BADAR

Di dalam 'Saheh'nya Imam Muslim melalui Urwah bin Zubair, telah meriwayatkan dari riwayat' Aisyah ra bahwa beliau (riwayat 'Aisyah ra) berkata Nabi Muhammad saw ke medan pertempuran Badar dan saat tiba di Harratul Wabrah, seorang pria yang terkenal dengan kegagahan dan keberanian datang kepadanya. Para Sahabat ra teramat gembira melihat kedatangan pria tersebut. Beliau berkata kepada Nabi Muhammad saw, "Saya telah datang kepadamu dengan tujuan untuk ikut dalam perang, dan saya ingin menanggung kesulitan ini bersama kamu." Beliau bertanya, "Apakah kamu beriman kepada Allah dan Nabi-Nya?" Pemuda itu menjawab, "Tidak ". Lalu beliau berkata, "Pergi, baliklah. Saya tidak memerlukan bantuan dari seorang musyrik. "

Ummul Mu'minin ra berkata bahwa pemuda tersebut pun berlalu dari situ. Tetapi ketika mereka sampai di Shajarah, orang yang sama telah datang kembali. Beliau sekali lagi menanyakan pertanyaan yang sama yaitu apakah ia beriman kepada Allah dan Nabi-Nya. Sekali lagi pemuda itu menjawab tidak. Kemudian Rasulullah saw telah berkata bahwa beliau tidak memerlukan pertolongan dari seorang musyrik. Maka pemuda itu pun sekali lagi berlalu pergi.

Ummul Mu'minin ra menceritakan bahwa ketika mereka tiba di sebuah tempat bernama Baida ', pemuda yang sama muncul kembali. Sekali lagi Nabi Muhammad saw bertanya pertanyaan yang sama, "Apakah kamu beriman kepada Allah dan Nabi-Nya?" Pemuda tersebut mengiyakannya. Lalu beliau berkata, "Bagus! Kamu bisa berpartisipasi. "('Shahih Muslim', Jilid II, m / s 118)

Namun dosen-dosen hadis telah mentakwilkan bahwa kata 'kami' yang digunakan oleh Ummul Mu'minin ra mungkin telah bermaksud 'para sahabat' ra dan beliau ('Aishah ra) sendiri sebenarnya tidak termasuk dalam ungkapan' kami 'itu. Dan Ummul Mu'minin ra mungkin telah pergi hingga ke Baida 'untuk mengucapkan selamat jalan kepada Nabi Muhammad saw

Namun, kami tidak dapat menerima takwilan ini. Dari hadits imam Muslim ini, kami menyimpulkan bahwa Ummul Mu'minin 'Aishah ra telah berpartisipasi dalam perang Badar, dan' Aishah ra adalah satu-satunya wanita yang ikut dalam perang Badar. Anggota sejarah dan para penulis sirah Nabi Muhammad saw yang mengatakan bahwa Beliau mulai tinggal bersama 'Aishah ra di bulan Syawal, tahun ke-2 H mungkin dipengaruhi kaum Syiah. Yang tepatnya, Ummul Mu'minin ra telah mulai hidup bersama Beliau pada bulan Syawal, tahun pertama setelah hijrah, dan hadits Muslim di atas adalah benar.

Selain membuktikan bahwa Ummul Mu'minin ra turut serta dalam Perang Badar dan hidup bersama Nabi saw mulai bulan Syawal di tahun pertama hijrah, hadis ini juga membuktikan bahwa 'Aishah ra telah hidup bersama Rasulullah saw selama sepuluh tahun. Klaim sejarawan yang mengatakannya sembilan tahun atau Riwayat Hisham yang menyatakan waktu sembilan tahun, adalah salah.

Bila Umar telah mengalokasikan sejumlah tunjangan untuk para Sahabat ra sewaktu beliau menjadi Khalifah, beliau telah memberikan elaun yang lebih kepada mereka yang telah bergabung Perang Badar, dibandingkan dengan mereka yang tidak bergabung Perang Badar. Dan, saat elaun untuk isteri-isteri Rasulullah saw dibagi, jumlah elaun Ummul Mu'minin Saidatina 'Aishah ra adalah yang tertinggi yang mana menurut ahli sejarah disebabkan beliau adalah isteri yang paling disayangi oleh Rasulullah saw Alasan ini mungkin juga benar. Akan tetapi, sebabnya yang sebenarnya pada pandangan kami adalah beliau ('Aishah ra) telah berpartisipasi di dalam Perang Badar, dan isteri yang lain tidak memiliki kelebihan ini, malah tidak wanita lain di muka bumi ini yang memiliki penghormatan ini.

Semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya ke atas Imam Muslim yang telah menyampaikan riwayat ini dengan sanad yang paling shahih sehingga tidak perawinya dipertikaikan. Ia telah membuktikan Ummul Mu'minin Saidatina 'Aishah ra turut serta di dalam Perang Badar, dan menjalani kehidupan sebagai isteri kepada Nabi saw pada tahun 1 (setelah hijrah), dan terus kekal sebagai istri Nabi saw selama sepuluh tahun (sampai kematiannya); maka periode sembilan tahun. sebagaimana yang disebut di dalam Riwayat Hisham, adalah tidak benar.

Semoga Allah memberi kesejahteraan terhadap Imam Muslim di dalam taman-taman surga, karena dengan meriwayatkan peristiwa ini telah membuktikan Ummul Mu'minin ra tidaklah bermain dengan boneka tetapi memainkan dengan pedang; bahkan ia telah dibesarkan di bawah bayang-bayang pedang. Ini merupakan sifat alami, karena seorang anak yang senantiasa melihat permainan pedang, tidak bermain dengan boneka. Bermain dengan boneka adalah kebiasaan orang Ajami (Iran), bukan permainan orang Arab. Para Perawi Irak ini mau mengatakan Ummul Mu'minin Aishah ra suka bermain dengan boneka sebagaimana favorit wanita-wanita di sana. Mungkin, tujuan mereka adalah ingin mengatakan 'bagaimanana mungkin seorang anak perempuan yang menghabiskan waktunya dengan bermain boneka dapat memahami maksud al-Qur'an dan Sunnah'.

Riwayat ini juga telah membuktikan bahwa Ummul Mu'minin 'Aishah ra bukanlah seorang anak berumur sembilan tahun ketika itu. Jika beliau adalah seorang anak berusia sembilan tahun, apakah tujuannya untuk pergi ke medan perang? Ini karena, tugas wanita yang berada di medan perang adalah untuk berperang dan memberikan layanan militer. Aspek ini akan dijelaskan dalam situs-situs berikutnya.

Di dalam Perang Badar, sudah terkenal bahwa bendera yang tersedia di hari itu, adalah terbuat dari kain tudung yang digunakan oleh wanita Islam untuk menutup kepala dan badan. Jika peristiwa ini benar-benar terjadi, ia merupakan bukti yang lebih kokoh, bahwa Ummul Mu'minin ra mulai hidup bersama Rasulullah pada tahun pertama Hijrah dan beliau ('Aishah) bergabung Perang Badar. Ini karena, adalah tidak masuk akal untuk mengambil kain tudung anak perempuan yang belum menikah lagi. Begitu juga agak sulit dipercaya bahwa Beliau membawa kerudung seorang pengantin baru dan ke medan Badar, dan ia juga tidak mungkin bahwa beliau (riwayat 'Aishah) pergi sampai ke Baida' semata-mata untuk mengucapkan selamat jalan kepada Rasulullah saw, dan telah meninggalkan kain tudungnya di sana. Ini bukan sebuah kisah cinta!!
Yang sebetulnya, kondisi peperangan yang datang secara mendadak menyebabkan kesulitan untuk mendapatkan kain bendera. Mungkin, tidak ada kain di dalam tenda untuk dijadikan bendera. Kemudian Ummul Mu'minin ra memberikan kain tudungnya dan meletakkan sehelai kain sapu tangan pada kepalanya dan ia ra telah siap untuk berperang. Namun perawi-perawi Irak menggambarkannya sebagai sebuah kisah cinta yang romantis!!

Juga perhatikan bahwa bendera-bendera tersebut telah tersedia di tempat yang bernama 'Rawja' yang jauhnya 40 mil dari Madinah.

Sehelai bendera telah dibuat untuk orang Anshar dan yang sehelai lagi untuk Muhajirin. Bendera Muhajirin telah diberi kepada Mus'ab bin Umair ra, akan tetapi Waqidi (seorang perawi Syiah) berkata ia telah diberi kepada Ali ra Riwayat ini, kemudian dikumpulkan oleh ulama ahli sunnah yang menganggap setiap riwayat perlu dikutip untuk memenuhi kewajiban agama. Maka timbullah cerita sehelai bendera telah diberi kepada Mus'ab ra dan sehelai lagi diberi kepada Ali ra Kemudian dari itu anggota-anggota sejarah Syiah telah memotong nama Mus'ab ra dan memasyhurkan nama Ali ra sebagai satu-satunya pembawa bendera.

Pada hari ini 'sejarah' yang kita miliki, adalah sejarah yang diputarbelit dan diselewengkan. Semua kaki dan tangannya sudah dipotong oleh pembohong-pembohong Syiah. Untuk menghubungkan kembali tangan dan kakinya yang dipotong ini hanya mungkin apabila kita mendapatkan 'anggota' yang sebenarnya.

Kebanyakan orang sibuk untuk mengorek dan menggali sejarah. Kita geledah di mana-mana untuk mencari 'anggota-anggota' yang hilang itu. Meskipun kita menemukan anggota-anggota ini kita sebenarnya tidak dapat memastikan bahwa ia bukan organ palsu. Malah adalah dibimbangi kita mungkin kehilangan tubuh yang tersedia pincang ini setelah mendapat anggota yang kononnya 'asli' tetapi pada hakikanya adalah palsu.
Misalnya, pada awal abad ini, jenazah, yang dikatakan milik Saidina Huzaifah dan Saidina Jabir bin Abdullah telah ditemukan. Menurut sejarawan dan ulama hadis, Jabir ra telah dikebumikan di pemakaman Baqi 'di Madinah. Mungkin kubur palsu ini, yang siap dengan ukiran, telah di bina pada zaman Bani Buwaihah atau setelah kematian sahabat besar ini mereka telah menggali terowongan yang panjang dan berjalan sampai ke Baghdad!; Sebagaimana empat orang anak perempuan Saidina Husin ra yang telah sampai ke Lahore , dan kuburan mereka yang terkenal dengan nama 'Nik Bibiyun "(Anak-anak perempuan yang baik) sampai ke hari ini, atau Ali ra mungkin telah dikebumikan di Najaf (Irak), di Koh Mawla, Baluchistan (Pakistan) dan di Koh Mawla , Deccan (India) pada satu waktu.

Sebenarnya, ini semua kerja kelompok-kelompok Bathiniah (salah satu ajaran Syiah). Kita tidak bisa meneropong rahasia dan konspisrasi di balik tabir. Halangan yang paling besar yang kita hadapi sekarang ini adalah kurangnya 'ilmu' di kalangan kita. Jika kita membuang buku-buku ke dalam sungai seperti yang dilakukan oleh al-Ghazali, al-Rumi, Junaid dan Shibli, maka, kita akan dikuasai oleh orang-orang jahil dan jahat.

HUJAH KE-11 - AISHAH RA MENYERTAI PERANG UHUD SEDANGKAN ANAK LELAKI BERUMUR EMPAT BELAS TAHUN TIDAK DIIZINKAN MENYERTAI PERANG
Perang Uhud adalah satu peperangan di mana Nabi Muhammad saw telah terluka parah. Menurut Hadis Bukhari, hanya dua orang sahabat yang tinggal bersamanya yaitu Sa'ad bin Abi-Waqas dan Thalhah bin Ubaidullah ra Sebagian sahabat kebingungan, sebagian berjuang sendirian dan diskoneksi dengan yang lain. Sebagian yang lain mereka memanjat bukit untuk menyelamatkan nyawa; dan telah tersebar dengan luas kabar angin bahwa Nabi Muhammad saw telah syahid.

Pada hari itu, Abu Thalhah Anshari ra yaitu ayah tiri Anas ra, telah mempertahankan Nabi saw dengan sepenuh jiwa dan tenaganya. Ia berkali-kali menyeru Rasulullah saw sambil berkata, "Saya korbankan ibubapa ku demi keselamatanmu!Jangan tinggalkan tempatmu karena saya takut Anda akan dipanah ".

Inilah satu-satunya perang saat hayat Rasulullah saw di mana orang Islam dikalahkan dan sebanyak 70 orang sahabat ra telah syahid. Dan, barangkali tidak seorang pun yang tidak mendapat cedera. Beberapa orang wanita juga turut serta dalam pertempuran ini.

Sebelum kami berkomentar lebih lanjut tentang siapakah wanita yang berpartisipasi dalam perang ini, dan apakah tanggung jawab mereka, harus dijelaskan bahwa Rasulullah saw menyadari akan bahaya yang akan dihadapi. Itulah mengapa Beliau tidak mengizinkan anak-anak lelaki yang berumur 14 tahun ke bawah untuk mengambil bagian dalam peperangan ini. Di kalangan anak-anak bawah umur ini termasuk Samrah bin Jundub, Bara 'bin Azib, Anas bin Malik, Zaid bin Thabith dan Abdullah bin Umar ra. Ibn Umar tidak diizinkan bergabung Perang Uhud karena beliau berumur 14 tahun ketika itu dan perang pertama yang disertainya adalah Perang Ahzab atau dikenal dengan nama Perang Khandak. Oleh itu, batas umur untuk bergabung satu-satu perang adalah 15 tahun. Angka ini sangat penting sehingga beberapa anggota feqah, dengan berdasarkan riwayat Ibnu Umar ini, telah menetapkan batas kematangan (baligh) adalah sedikitnya 15 tahun.

Sekarang perhatikan jika Rasulullah saw hanya mengizinkan mereka yang berumur 15 tahun ke atas untuk mengambil bagian dalam perang, bagaimana mungkin seorang anak perempuan bawah umur dibenarkan untuk berpartisipasi dalam perang?

Perlu diingat bahwa wanita yang mengambil bagian di dalam peperangan memiliki berbagai tanggung jawab seperti mengangkat dan merawat mujahidin yang terluka di medan pertempuran, memberi minum kepada mujahidin yang terluka, bahkan mengangkat senjata bila diperlukan. Adalah jelas bahwa tidak semua wanita mampu melakukan tugas-tugas ini.Bagaimana mungkin tanggungjawab sebegitu penting diserahkan kepada seorang anak perempuan yang baru berusia sembilan atau sepuluh tahun?

Seorang wanita mampu melaksanakan tugas yang sebegitu penting jika dia memiliki keterampilan dalam teknik bertempur, dan bisa mempertahankan dirinya sendiri ketika harus, dan yang utamanya dia harus memiliki keberanian untuk bergabung pertempuran bila diperlukan.

Dengan mempertimbangkan hal ini dengan cermat, kita harus mengakui bahwa tanggung jawab seperti itu tidak bisa diserahkan kepada seorang anak perempuan bawah umur. Jika, pemuda yang berusia 14 tahun tidak diizinkan untuk mengambil bagian di dalam pertempuran, kaum wanita yang ingin bergabung perang harus seorang yang cukup matang dan berpengalaman yang paham akan resiko yang bakal ditanggung.
Di antara wanita yang pernah berperang bersama Rasulullah saw adalah:

1. Ummu Ammarah ra:
Di antara wanita yang telah ikut dalam perang Uhud adalah Ummu Ammarah ra yang turut melindungi Rasulullah saw. Pada hari itu, beliau mendapat 13 luka dan Nabi saw sendiri telah membalut lukanya sambil berdiri.

Ummu Ammarah ra menghadapi Ibn Qamayyah yang melemparkan batu ke Rasulullah saw Beliau (Ummu Ammarah ra) menyerang menggunakan sebatang kayu (sedangkan Ibn Qamayyah bersenjatakan sebilah pedang), mengakibatkan Ibn Qamayyah jatuh tersungkur dan pecah kepalanya.

Beliau ra juga telah bergabung Perang Yamamah melawan Musailamah al-Kazzab dan telah berjuang dengan sepenuh hati dan telah mendapat 12 luka sehingga menyebabkan tangannya tidak bisa digunakan.

2. Ummu Sulaim ra:
Ibn Sa'ad telah meriwayatkan bahwa Ummu Sulaim ra membawa bersamanya pisau belati pada hari Perang Uhud.
Anas ra telah menceritakan bahwa Ummu Sulaim ra membawa pisau belati bersamanya sewaktu Pertempuran Hunain. Abu Thalhah ra mengadu kepada nabi saw, "Wahai Rasulullah., Ini Ummu Sulaim dan ia membawa pisau belati bersamanya".Mendengarkan kata-kata itu, Ummu Sulaim berkata, "Wahai Rasulullah., Saya menyimpan pisau ini karena jika ada orang kafir datang mendekati saya, saya akan menikam perutnya". (Tabaqat Ibn Sa'ad, Jilid VIII, m / s 425)

Wanita yang tidak bergabung pertempuran secara langsung juga turut dilengkapi dengan senjata.
Keterangan ini jelas menunjukkan bahwa bergabung perang bukanlah tugas seorang anak bawah umur. Ummu Sulaim ra, ibu kepada Anas ra, adalah seorang wanita yang dewasa dan berpengalaman. Ia telah berpartisipasi dalam beberapa perang bersama Nabi Muhammad saw

3. Ummul Mu'minin Saidatina 'Aishah ra:
Kami telah membuktikan bahwa Ummul Mu'minin Saidatina 'Aishah ra telah bergabung Perang Badar sebagai wanita dewasa dan bukan sebagai anak-anak bawah umur. Beliau ra juga telah mengambil bagian di dalam Pertempuran Uhud bersama-sama dengan Ummu Sulaim ra

Anas ra mengatakan bahwa ia telah melihat 'Aishah binti Abu Bakar dan Ummu Sulaim ra menyinsingkan kaki celana mereka dan sebagian dari buku lali mereka telah terlihat olehnya (Anas ra). Kedua mereka bertugas mengangkat gereba air dan memberi minum kepada tentara Islam. Mereka berulang-alik mengisi air dan memberi minum kepada Mujahidin.(Bukhari, Jilid I, m / s 403)

Tugas menyediakan air adalah proses yang berkelanjutan di medan perang. Tugas ini hanya bisa dilakukan oleh wanita yang bersenjata dan berpengalaman, dan bukan seorang gadis mentah berumur sepuluh tahun. Sedangkan untuk mengangkat gereba air pun suatu tugas yang berat untuknya (jika beliau ra berumur sepuluh tahun pada waktu itu) bagaimana mungkin beliau sama-sama memikul tanggung jawab bersama Ummu Sulaim ra, seorang wanita dewasa?Bergandeng tangan dengan Ummu Sulaim ra itu sendiri membuktikan bahwa Ummul Mu'minin ra sekali-kali bukan seorang anak di bawah umur pada waktu itu. Dan juga, ketika diakui bahwa anak-anak lelaki yang berumur 14 tahun tidak diizinkan ikut dalam perang, bagaimana mungkin Ummul Mu'minin ra yang berumur 10 tahunn dibebankan dengan tugas berat ini.
Saudara, diskusi pada adalah dari sudut hadis. Sekarang mari kita bicarakan judul ini dari aspek sejarah, yang mana akan terus mendukung pendapat bahwa Ummul Mu'minin tidak berumur enam tahun saat ia ra menikahi Rasulullah

Tidak ada komentar: