Bismillahirohmanirrohim...
Bahasa
Arab memang sebuah bahasa yang istimewa. Sehingga Allah SWT berkenan
berbicara kepada umat manusia dengan bahasa Arab lewat Al-Quran
Al-Kariem. Padahal Al-Quran itu bukan hanya ditujukan kepada bangsa
Arab saja, melainkan untuk seluruh umat manusia sepanjang zaman.
Allah
SWT bukan tidak tahu bahwa manusia itu memiliki ribuan jenis bahasa
yang saling berbeda. Namun Dia telah menetapkan bahwa hanya ada satu
bahasa yang digunakannya untuk memberikan petunjuk buat milyaran umat
manusia, yaitu bahasa Arab.
Sebelum diutusnya nabi
Muhammad SAW, memang Allah SWT berbicara kepada umat manusia dengan
menggunakan bahasa mereka masing-masing. Dan Allah SWT mengutus para
nabi dari keturunan masing-masing bangsa dan bahasa itu. Sebagaimana
firman-Nya:
Kami tidak mengutus seorang rasulpun,
melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan
dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia
kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan
Dia-lah Tuhan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Namun
khusus untuk nabi yang terakhir, Allah SWT telah menetapkan kebijakan
tersendiri. Pertama, nabi terakhir itu benar-benar nabi yang diutus
untuk terakhir kalinya. Artinya, setelah itu tidak akan ada lagi nabi,
meski hari kiamat masih jauh. Kedua, nabi itu hanya memiliki satu
bahasa dan tentunya kitab suci yang diturunkan pun hanya satu bahasa
saja. Dan bahasa yang dipilih adalah bahasa Arab.
Kemudian
Allah SWT pun telah menetapkan bahwa cara manusia berkomunikasi
dengan-Nya lewat ibadah shalat pun dengan menggunakan bahasa Arab.
Shalat itu menjadi tidak sah ketika tidak menggunakan bahasa Arab,
meski bukan berarti Allah SWT tidak mengerti bahasa Arab itu. Namun
sengaja Allah SWT menetapkan bahwa shalat kepada-Nya hanya boleh
menggunakan bahasa Arab saja.
Lantas ketika agama Islam
ini disiarkan ke seluruh penjuru dunia, para shahabat, tabi’in dan
generasi selanjutnya pun tetap konsekuen menggunakan bahasa Arab.
Al-Quran Al-Karim pun tidak pernah diterjemahkan ke dalam bahasa lain.
Kalau pun suatu ketika diterjemahkan, maka terjemahannya itu tidak
dianggap sebagai Al-Quran yang suci.
Bahkan kitab-kitab yang
ditulis para ulama di seluruh penjuru dunia tetap menggunakan bahasa
Arab. Meski ulama itu bukan keturunan Arab dan tidak lahir di negeri
Arab. Namun bahasa Arab telah dijadikan bahasa yang menyatukan dunia
Islam, dari ujung barat Moroko hingga ujung timur Marouke. Hingga
bahasa yang digunakan oleh umat Islam pun juga bahasa Arab.
Tentunya
ada alasan kuat mengapa bahasa Arab yang dipilih Allah SWT untuk
dijadikan bahasa komunikasi antara langit dan bumi. Para pakar bahasa
Arab sering kali menyebutkan di antara keistimewaan itu antara lain:
1. Bahasa Arab adalah induk dari semua bahasa manusia
Pendapat
ini sering mengemuka ketika kita mempelajari sejarah suatu bahasa.
Analisa yang sering digunakan adalah bahwa sejak manusia pertama, Nabi
Adam as, menjejakkan kaki di atas bumi, beliau sudah pandai berbicara.
Dan karena sebelum beliau adalah penduduk surga, di mana ada
keterangan bahwa bahasa penduduk surga adalah bahasa Arab di dalam
suatu riwayat, maka otomatis bahasa yang digunakan oleh Nabi Adam as
itu adalah bahasa Arab.
Dan tentunya anak-anak keturunan Nabi
Adam as itu pun menggunakan bahasa Arab. Meski pun setelah itu jumlah
mereka tambah banyak dan tersebar ke berbagai benua, menjadi jutaan
bahasa yang saling berbeda.
2. Bahasa Arab adalah Bahasa Tertua dan Abadi
Bahasa
Inggris sekarang ini boleh saja dikatakan bahwa paling populer di
dunia, akan tetapi tidak ada bahasa yang bisa bertahan lama di muka
bumi selain bahasa Arab. Sebab sejarah membuktikan bahwa sejak zaman
Ibrahim as. di muka bumi yang diperkirakan hidup pada abad 19 sebelum
masehi, mereka tercatat sudah menggunakan bahasa Arab. Itu berarti
bahasa Arab paling tidak sudah digunakan oleh umat manusia sejak 40
abad yang lalu, atau 40.000 tahun.
Bahkan analisa yang lebih jauh
lagi menunjukkan bahwa bahasa Arab telah berusia lebih tua lagi.
Karena bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan Allah SWT untuk
berfirman di dalam Al-Quran. Sementara Al-Quran itu sudah ada di sisi
Allah SWT jauh sebelum awal mula diturunkan di masa Rasulullah SAW. Dan
Allah SWT menjamin bahwa Al-Quran itu tidak akan lenyap hingga hari
kiamat.
Artinya, bahasa Arab adalah bahasa yang sudah jauh
sebelum adanya peradaban manusia dan akan terus berlangsung hingga
akhir dunia ini.
3. Bahasa Arab adalah Bahasa yang Paling Banyak Diserap
Bahkan
serapan dari bahasa Arab nyaris terdapat di hampir semua bahasa yang
ada saat ini. Nyaris bahasa-bahasa yang kita kenal sekarang ini, telah
banyak menyerap kosa kata dan istilah dari bahasa Arab. Salah satunya
adalah bahasa Ingrgris dan tentunya bahasa Indonesia.
Bahkan
bahasa ilmiyah di dunia sains pun tidak lepas dari pengaruh serapan
kata dari bahasa Arab. Istilah alkohol, aljabar, algoritme dan lainnya
adalah bagian dari serapan dari bahasa arab.
4. Bahasa Arab Memiliki Jumlah Perbendaharaan Kata yang Paling Banyak
Salah
satu keistimewaan bahasa Arab lainnya adalah kekayaan dalam jumlah
perbendaharaan kata. Mungkin karena usianya yang sudah tua namun masih
digunakan hingga hari ini, sehingga penbendaharaan kata di dalam bahasa
Arab menjadi sangat besar.
Sebagai contoh, salah satu peneliti
bahasa Arab mengemukakan bahwa orang Arab punya 80 sinonim untuk kata
yang bermakna unta. Dan punya 200 sinonim untuk kata yang bermakna
anjing.
Tentang Sholat Yang Harus Menggunakan Bahasa Arab?
Jumhur
ulama mengatakan bahwa shalat itu harus dengan menggunakan bahasa
arab. Sebab dahulu Rasulullah SAW mengajarkan demikian kepada orang
Arab dan juga kepada orang-orang non Arab. Di masa beliau masih hidup
ada Salman Al-Farisy yang berasal dari Persia, namun belum pernah
Rasulullah SAW memberikan keringangan kepada beliau untuk shalat dengan
menggunakan bahasa Persia. Juga ada Syuhaib Ar-Rumi yang berasal dari
Romawi. Namun Rasulullah SAW tidak pernah membolehkannya shalat dengan
bahasa Romawi. Juga ada Bilal bin Rabah al-Habsyi yang berasal dari
Habasyah, Afrika. Namun Rasulullah SAW tidak pernah membolehkannya
shalat dengan bahasa tersebut.
Dan ketika Islam
mampu melebarkan sayap ke luar wilayah Arab, belum pernah Rasulullah SAW
membolehkan orang-orang non Arab untuk shalat dengan bahasa
masing-masing. Demikian juga dengan para para shahabat penerus misi
Islam ke berbagai penjuru dunia, tidak satu dari mereka yang pernah
membolehkan orang shalat dengan bahasa selain arab. Bahkan di luar
shalat pun bahasa yang digunakan justru bahasa Arab. Mesir, Iraq,
Palestina, Suriah, Jordan dan wilayah lainnya dahulu bukanlah wilayah
Arab dan masyarakatnya tidak berbahasa Arab. Namun begitu Islam sampai
di negeri itu, bahasa Arab lantas menjadi bahasa ibu mereka dengan
nyaris melupakan bahasa asli mereka. Hari ini orang-orang di Mesir tidak
bisa berbahasa sebagaimana yang dulu dipakai oleh Firaun.
Kutipan
bahwa Imam Abu Hanifah pernah membolehkan seseorang shalat dengan
bahasa Arab adalah kutipan yang tidak sempurna. Sebab para muhaqqiqun
(ahli tahqiq) atau para peneliti sumber-sumber rujukan mendapatkan bahwa
akhirnya Imam Abu Hanifah tidak mengatakan demikian. Yang benar
adalah bahwa beliau membolehkan shalat dengan bukan bahasa Arab khusus
hanya untuk seorang muallaf (orang yang baru saja masuk Islam) yang
tidak mampu membunyikan atau melafalkan bahasa Arab. Sedangkan buat
mereka yang bisa melafazkannya, haram hukumnya untuk melakukan hal
itu.
Dalam salah satu kitab mazhab Al-Hanafiyah,
Al-Inshaf disebutkan bahwa bila seseorang tidak mampu mengucapkan
bacaan shalat dalam bahasa arab, dia diharuskan untuk mengucapkan
(subhanallah, walhamdulillah wala ilahaillahllah). Demikian juga yang
disebutkan dalam kitab Al-Kafi dan Al-Hadi. Dalam kitab mazhab
al-Hanafiyah yang lainnya yaitu Al-Furu` disebutkan bahwa diharamkan
untuk menterjemahkan Al-Fatihah dalam shalat.
Jumhur
ulama mengatakan bila seseorang bisa melafazkan bahasa Arab dalam
shalatnya namun malah menggunakan bahasa selain Arab, maka shalatnya
batal dengan sendirinya. Shalat itu tidak syah dan tidak diterima oleh
Allah SWT.
Mengapa Shalat Harus dengan Bahasa Arab
Al-Imam
An-Nawawi rahimahullah menuliskan dalam kitab fiqih fenomenalnya,
Al-Majmu' Syarah Al-Muhazzab, "Terjemah Al-Quran itu bukan Al-Quran itu
sendiri sebagaimana ijma' seluruh umat Islam. Semua orang pasti setuju
bahwa bila ada seseorang membaca terjemahan Al-Quran dengan bahasa
India, dia bukan sedang membaca Al-Quran. Tafsir atau terjemahan syair
Imru'ul Qais itu bukanlah syair beliau itu sendiri. Apalagi dengan
Al-Quran, terjemahan Al-Quran pastilah bukan Al-Quran itu sendiri.
Apalagi kita tahu bahwa Al-Quran itu adalah mukjizat dan bahwa
terjemahan itu bukan mukjizat."
Kalau dahulu Imam
Abu Hanifah pernah memberikan keringanan untuk itu, tentu karena kasus
yang sangat khusus saja. Namun hari ini, orang-orang yang kurang
paham menggunakan apa yang pernah dikatakan oleh beliau sebagai sebuah
cara untuk meruntuhkan sendi-sendi syariat Islam. Seandainya Imam Abu
Hanifah masih hidup hari ini, pastilah beliau akan mengatakan bahwa
orang yang membolehkan shalat dengan bahasa selain Arab sebagai sesat
dan menyesatkan.
Ada beberpa poin penting alasan Sholat harus menggunakan bahasa Arab
Poin pertama:
Dapat dikatakan bahwa dalil utama mengapa shalat harus dikerjakan
dengan menggunakan bahasa Arab, setelah mengetahui bahwa shalat
merupakan Sunnah Rasulullah dan ibadah tauqifi (dikerjakan sesuai dengan
bentuk yang ditetapkan Allah Swt), adalah untuk menjaga dan
memelihara shalat sepanjang perjalanan abad dan masa tanpa adanya
pengurangan dan penambahan. Dan apabila orang-orang mengerjakan shalat
dengan bahasa ibu dan bahasa daerahnya masing-masing maka boleh jadi
akan terjadi penambahan dan pengurangan lafaz, distorsi dan
tercampurnya dengan pelbagai khurafat dan masalah-masalah yang
tak-berdasar pada shalat. Barangkali perubahan-perubahan ini, akan
berpengaruh pada kewajiban-kewajiban dan rukun-rukun shalat lainnya.
Dan tidak menutup kemungkinan secara perlahan inti shalat akan hilang
signifikansinya dan secara keseluruhan akan dilupakan.
Jelas
bahwa supaya segala sesuatunya terpelihara dan terjaga selamanya
sepanjang sejarah maka ia harus memiliki kriteria dan neraca yang
tidak berubah-ubah; seperti dalam masalah ukuran, milimiter,
sentimeter atau meter dan terkait dengan urusan berat, gram, kilogram
dan sebagainya yang digunakan sebagai kriteria dan pakem yang
mengalami perubahan. Shalat juga demikian adanya, beberapa hal yang
dinamakan sebagai kewajiban-kewajiban dan rukun-rukun digunakan
sebagai kriteria dan pakem dimana salah satu darinya adalah keharusan
menggunakan bahasa Arab dalam mengerjakan shalat.
Poin Kedua:
Islam merupakan agama global dan universal yang ingin menempatkan
seluruh kaum Muslimin pada barisan dan jejeran yang satu. Untuk
membentuk masyarakat yang satu tidak mungkin dapat tercapai tanpa bahasa
yang satu yang menjadi media mereka untuk berkomunikasi dan saling
memahami. Dan bahasa Arab sesuai dengan pengakuan para ahli bahasa,
merupakan bahasa yang paling komplit dan menyeluruh dari bahasa-bahasa
yang ada di dunia. Bahasa Arab ini dapat menjadi satu bahasa
internasional dan bahasa shalat seluruh kaum Muslimin, formula wahdah
(kesatuan) dan perlambang persatuan kaum Muslimin; kaidah ini juga dapat
dijumpai pada aturan-aturan Islam lainnya seperti mengerjakan shalat
dengan menghadap kiblat.
Poin Ketiga:
Boleh jadi terlintas dalam benak Anda bahwa mengkondisikan dan
memaksa seseorang yang tidak menguasai bahasa Arab untuk mengerjakan
shalat dengan menggunakan bahasa Arab akan menciptakan kesulitan bagi
mereka dan konsekuensinya adalah berlaku aniaya kepada mereka. Dalam
menjawab persoalan ini harus dikatakan bahwa bagi orang-orang yang
ingin memenuhi hajat kesehariannya terkondisi menggunakan puluhan
terminologi bahkan ratusan istilah asing, mereka tahu bahwa
kalimat-kalimat shalat yang terdiri dari himpunan kalimat wajib
(dengan menghapus kalimat-kalimat ulangan) kira-kira menjadi 20
kalimat saja. Tentu hal ini bukan merupakan suatu hal yang sulit
dilakukan. Dari sisi lain, makna lahir dan permukaan kalimat-kalimat
shalat sangat sederhana, mudah dan seluruh orang dapat dengan mudah
mempelajari makna lahir dan permukaan kalimat
Bismihillahirrahmanirahim (Dengan Menyebut Nama Allah Yang Mahakasih
dan Mahasayang) dan seterusnya. Meski kalimat ini mengandung kalimat
yang dalam dan luas.
Poin Keempat:
Dalam perspektif linguistik, bahasa Arab merupakan bahasa yang paling
komplit sedunia sehingga pelbagai konsep dan pahaman yang luas dan
mendalam dapat dengan mudah dijelaskan dalam beberapa format indah.[1]
Satu-satunya
bahasa yang kumpulan hurufnya sangat konsisten baik dari tulisan
maupun pelafalan adalah Al Lughotun Al Arobiya (Bahasa Alquran, bukan
bahasa Arab sehari-hari). Misalnya dibandingkan dengan bahasa latin,
huruf Alif bila kita tanya ke semua muslim di dunia maka mereka tetap
melafalkannya dengan [Alif].
Dlm bahasa latin, huruf [i] dilafal
[i] di Indonesia, tapi di Amerika akan dilafal [ai], dan di Prancis
justru dilafalkan dengan [a]. Contoh lain, huruf [c], dinegeri barat
kadang dilafalkan dengan bunyi [c], [s], dan [k]. Contoh : Charlie buy
some machine at Chicago. Huruf [c] dalam bahasa latin sangat tidak
konsisten pelafalannya. Di kalangan orang minang bahkan ada gurauan yang
menggambarkan inkonsistensi bahasa latin : “O-Ne tulisannyo, Wan
dibacanyo, ah iko ciek artinyo” (O-Ne tulisannya, Wan dibacanya, ah itu
satu artinya).
Bahasa Arab adalah akar bahasa
dunia, tidak hanya dari perspektif sejarah. Unsur huruf dan bunyi
lafalnya bisa dilihat dari berbagai bahasa di dunia.Contoh : F4 (baca:
ef tse). Dalam bahasa mandarin, hitungan 4 (empat) dibaca tse, yg dlm
bahasa Arab adalah huruf keempat dlm urutan hijaiyah, yaitu huruf
[tsa]. [syin] dalam huruf hijaiyah juga digunakan di negeri berbahasa
Inggris, contoh dalam pelafalan machine. Di Jerman dan Belanda huruf
[ghoin] pada huruf hijaiyah digunakan untuk melafalkan kata Guten
Morgen (baca: hute morhen), guye morgen (baca: huye morhen). Di Prancis
juga banyak menggunakan hukum hijaiyah ikhra, misal pada kata bonjour
(baca: bongsua), dan msh banyak lagi.
Bahasa
Arab sangat sehat dilihat dari tinjauan medis.Tatkala kita melafalkan
huruf hijaiyah (Alif, Ba, Ta, Tsa, dst) hormon tertentu akan
diproduksi oleh kelenjar pituitary yang ada diotak kita yang
disebabkan oleh stimulus yg dilakukan lidah terhadap simpul syaraf
yang banyak terdapat di rongga mulut. Kinerja lidah juga berefek pada
hormon dari kelenjar pineal sehingga memberikan rasa teduh, nyaman,
tenang, dan damai di jiwa ketika benar melafalkan doa atau bacaan
sholat. Getaran pita suara yang dihasilkan oleh pelafalan setiap huruf
hijaiyah yang benar dan tepat juga akan menggetarkan organ-organ
tubuh kita secara elektromagnetik. Huruf hijaiyah tersebut adalah
[ain] untuk ginjal, [ghoin] untuk paru-paru, [kha] untuk jantung, dan
sebagainya. Rahasia lain dibalik bahasa Arab Alquran (Arab) adalah
bisa menghasilkan energi dan aura tertentu. Lafadz Allah (gabungan
huruf Alif Lam Lam Ha), jika di foto aura mengeluarkan pendar cahaya
yang menyilaukan. Disebuah literatur martial arts berbahasa Jepang
pernah memaparkan bahwa air putih yang dibacakan kata-kata atau doa
diatasnya, molekul airnya (diamati mikroskop) berubah sesuai dengan
doa yang dibacakan. Bila buruk arti katanya maka buruk pula bentuk
molekulnya, demikian sebaliknya. [5]
Penelitian medis ini dilakukan oleh orang Jepang yang bukan orang muslim
Subhanallah....
Poin Kelima:
Penggunaan lafaz dan penyebutan zikir pada setiap hukum dan ibadah
dengan bahasa Arab bukan merupakan syarat lâzim (syarat yang harus ada).
Misalnya berdasarkan pandangan sebagian ulama, bahwa ungkapan yang
dipakai dalam akad nikah tidak diharuskan menggunakan bahasa Arab.[2]
Sebagian ulama seperti Imam Khomeini Ra dalam bab ini mengatakan bahwa:
jika seorang mukallaf tidak mampu mengucapkan formula (sigah) dalam
bahasa Arab, walaupun dalam hal ini ia boleh mewakilkannya, maka
dibolehkan baginya membaca akad dengan selain bahasa Arab.[3] Demikian
juga, doa-doa tidak selalu diharuskan dibaca dengan bahasa Arab. Oleh
karena itu, doa dalam shalat pun diperbolehkan disampaikan dengan
bahasa selain Arab. Sesuai fatwa mayoritas Marja Taklid, dalam shalat
juga pada selain dzikir-dzikir wajib dan khususnya pada saat qunut, ia
dapat berdoa dengan bahasa selain Arab.[4]
Akan
tetapi apa yang disampaikan di atas tidak bermakna tiadanya perhatian
kaum Muslimin terhadap makna-makna dzikir dalam shalat dan
sebagainya, melainkan harus bagi setiap Muslim mengenal makna shalat
dan doa-doa sehingga ia tahu apa yang ia sampaikan kepada Tuhannya.
Apabila ia mengenal dan mengetahui makna shalat dan doa-doa yang
disampaikan dalam shalat maka seluruh perbuatannya tidak kering dan
tanpa ruh sehingga dengan pengetahuan tersebut ia dapat melesak
terbang berziarah menuju keabadian
[1]. Al-Mizân, jil. 4, hal. 160; Tafsir Nemune, jil. 9, hal. 300 dan jil. 13, hal. 311.
[2]. Mu'allaqât-e Ayatullâh Gerâmi, jil. 4, hal. 645.
[3]. Urwat al-Wutsqâ, jil. 1, hal. Hasyiyeh hal. 645
[4]. Taudhi al-Masâil Marâjî', jil. 1, hal. 62.
[5] http://tiyan.multiply.com/journal/item/18
Wallahu'alam bishshowab...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar