Al-Qur`an
telah bertutur tentang dua wanita shalihah yang keimanannya telah
menancap kokoh di relung kalbunya. Dialah Asiyah bintu Muzahim, istri
Fir’aun, dan Maryam bintu ‘Imran. Dua wanita yang kisahnya terukir
indah di dalam Al-Qur`an itu merupakan sosok yang perlu diteladani
wanita muslimah saat ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia:
وَضَرَبَ
اللهُ مَثَلاً لِلَّذِيْنَ آمَنُوا اِمْرَأَةَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ
رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ
فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ.
وَمَرْيَمَ ابْنَتَ عِمْرَانَ الَّتِي أَحْصَنَتْ فَرْجَهَا فَنَفَخْنَا
فِيْهِ مِنْ رُوْحِنَا وَصَدَّقَتْ بِكَلِمَاتِ رَبِّهَا وَكُتُبِهِ
وَكَانَتْ مِنَ الْقَانِتِيْنَ
Dan
Allah membuat istri Fir’aun sebagai perumpamaan bagi orang-orang yang
beriman, ketika istri Fir’aun berkata: “Wahai Rabbku, bangunkanlah
untukku di sisi-Mu sebuah rumah dalam surga. Dan selamatkanlah aku dari
Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang
dzalim.” (Perumpamaan yang lain bagi orang-orang beriman adalah) Maryam
putri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam
rahimnya sebagian dari ruh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan
kalimat-kalimat Rabbnya dan kitab-kitab-Nya, dan adalah dia termasuk
orang-orang yang taat. (At-Tahrim: 11-12)
Asiyah
bintu Muzahim, istri Fir’aun, dan Maryam bintu ‘Imran adalah dua
wanita kisahnya terukir indah dalam Al-Qur`an. Ayat-ayat Rabb Yang Maha
Tinggi menuturkan keshalihan keduanya dan mempersaksikan keimanan yang
berakar kokoh dalam relung kalbu keduanya. Sehingga pantas sekali kita
katakan bahwa keduanya adalah wanita yang manis dalam sebutan dan
indah dalam ingatan. Asiyah dan Maryam adalah dua dari sekian qudwah
(teladan) bagi wanita-wanita yang beriman kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan uswah hasanah bagi para istri kaum mukminin.
Al-Imam
Ath-Thabari rahimahullahu berkata dalam kitab tafsirnya: “Allah yang
Maha Tinggi berfirman bahwasanya Dia membuat permisalan bagi
orang-orang yang membenarkan Allah dan mentauhidkan-Nya, dengan istri
Fir’aun yang beriman kepada Allah, mentauhidkan-Nya, dan membenarkan
Rasulullah Musa ‘alaihissalam. Sementara wanita ini di bawah penguasaan
suami yang kafir, satu dari sekian musuh Allah. Namun kekafiran
suaminya itu tidak memudharatkannya, karena ia tetap beriman kepada
Allah. Sementara, termasuk ketetapan Allah kepada makhluk-Nya adalah
seseorang tidaklah dibebani dosa orang lain (tapi masing-masing membawa
dosanya sendiri, -pent.1), dan setiap jiwa mendapatkan apa yang ia
usahakan.” (Jami’ul Bayan fi Ta`wilil Qur`an/ Tafsir Ath-Thabari,
12/162)
Pada
diri Asiyah dan Maryam, ada permisalan yang indah bagi para istri yang
mengharapkan perjumpaan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan hari
akhir. Keduanya dijadikan contoh untuk mendorong kaum mukminin dan
mukminat agar berpegang teguh dengan ketaatan dan kokoh di atas agama.
(Al-Jami’ li Ahkamil Qur`an/ Tafsir Al-Qurthubi, 9/132)