Asbabun Nuzul (sebab turunnya ayat)
Syaikhain dan lain-lainnya mengetengahkan sebuah hadis melalui
Siti Aisyah r.a., yang menceritakan bahwa Rasulullah saw. bila hendak
melakukan perjalanan, beliau mengundi di antara istri-istrinya.
Barang
siapa yang namanya keluar dalam undian, maka ia akan pergi bersamanya.
Lalu Rasulullah saw. mengadakan undian di antara kami dalam suatu
peperangan yang akan dilakukannya, maka keluarlah bagianku, lalu aku
pergi bersamanya.
Peristiwa ini terjadi sesudah ayat hijab diturunkan.
Qs. An-Nuur 6-9 :
[1031] Maksud ayat 6 dan 7: orang yang menuduh istrinya berbuat zina dengan tidak mengajukan empat orang saksi, haruslah bersumpah dengan nama Allah empat kali, bahwa dia adalah benar dalam tuduhannya itu. Kemudian dia bersumpah sekali lagi bahwa dia akan kena la'nat Allah jika dia berdusta. Masalah ini dalam fiqih dikenal dengan "Li'an".
Selanjutnya aku dinaikkan ke atas punggung unta kendaraanku dan aku
berada di dalam sekedupnya.
Kami berangkat menuju medan perang yang
dimaksud, ketika Rasulullah saw. telah selesai dari tugasnya, kemudian
beliau kembali lagi, kota Madinah sudah dekat. Pada suatu malam
Rasulullah saw. menyeru semua rombongan pasukannya untuk melanjutkan
perjalanan.
Ketika itu juga aku pergi meninggalkan rombongan pasukan
untuk menunaikan hajatku.
Setelah aku menyelesaikan hajatku, aku kembali
ke rombongan, tetapi di tengah jalan ketika aku meraba dadaku tiba-tiba
kalungku sudah tidak ada karena terputus.
Aku kembali lagi untuk
mencari kalungku itu, sehingga aku tertahan selama beberapa waktu.
Rombongan yang membawa aku, telah berangkat; menaikkan sekedup tempat
aku berada ke atas punggung unta kendaraanku, mereka menduga bahwa aku
telah berada di dalamnya.
Siti Aisyah r.a. mengatakan, bahwa kaum wanita
pada masa itu ringan bobotnya, karena badannya kurus. Sebab mereka
makan hanya sedikit sekali.
Kaum yang mengangkat sekedupku pun tidak
menaruh rasa curiga terhadap ringannya berat sekedupku sewaktu mereka
mengangkatnya.
Oleh karenanya mereka segera menghardik untaku untuk
berangkat, tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun. Aku menemukan kembali
kalungku, sewaktu rombongan pasukan telah berangkat; ketika aku datang
ke tempatku ternyata tidak ada seorang pun, semuanya telah berangkat.
Terpaksa aku menunggu di tempatku itu, karena aku mempunyai dugaan,
bahwa kelak rombongan akan merasa kehilangan aku, kemudian mereka pasti
akan kembali mencariku.
Sewaktu aku sedang duduk menunggu, rasa kantuk
menyerangku dan membuatku tertidur nyenyak. Shofwan ibnu Mu'aththal
tertinggal jauh dari rombongan pasukan karena beristirahat, kemudian ia
melanjutkan perjalanannya di waktu malam hari.
Pada waktu pagi harinya
ia sampai ke tempatku; sesampainya di tempatku, ia melihat seseorang
yang sedang tidur, yaitu aku sendiri. Begitu ia melihatku, ia langsung
mengenalku karena ia pernah melihatku sebelum aku memakai hijab (kain
penutup).
Aku menjadi terbangun sewaktu mendengar Istirja'nya, karena
begitu ia melihat dan mengenalku ia langsung mengucapkan kalimat
Istirja'. Segera aku menutupkan hijab ke mukaku.
Demi Allah, sepatah
kata pun tidak keluar dari mulutnya untuk berbicara kepadaku dan aku
tidak mendengar sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya selain
daripada kalimat Istirja'nya, yaitu sewaktu ia merundukkan kendaraannya.
Lalu ia merundukkan kaki untanya dan aku menaikinya, kemudian ia
berangkat seraya menuntun kendaraannya yang kunaiki, sedang ia sendiri
berjalan kaki.
Akhirnya kami dapat menyusul rombongan pasukan, yaitu
sewaktu mereka Sedang beristirahat di tengah teriknya matahari waktu
lohor.
Sejak saat itu mulai tersiar berita bohong mengenai diriku,
semoga Allah membinasakan para pelakunya.
Orang yang menjadi biang
keladi dan sumber berita bohong ini adalah Abdullah ibnu Ubay ibnu
Salul. Ketika aku datang ke Madinah langsung aku mengalami sakit selama
satu bulan dan pada masa itu orang-orang ramai membicarakan tentang
berita bohong itu.
Akan tetapi aku masih belum mengetahui dan belum
merasakan adanya berita bohong tersebut, hingga pada suatu hari ketika
aku telah sembuh dari sakit dan sedang kemaruk (sedang banyak nafsu
makan karena habis sakit), aku keluar bersama Umu Misthah menuju ke Al
Manashi' tempat biasa kami membuang hajat besar.
Karena terburu-buru Umu
Misthah tersandung, kemudian keluarlah kata makian dari mulutnya,
"Celakalah si Misthah". Maka aku berkata kepadanya,
"Alangkah buruknya
apa yang telah kamu katakan itu. Apakah kamu berani mencaci seorang
lelaki yang pernah ikut dalam perang Badar?" Umu Misthah menjawab,
"Wahai saudaraku! Tidakkah kamu mendengar apa yang telah dikatakannya?"
Aku bertanya, "
Apakah yang telah dikatakannya itu?"
Kemudian Umu Misthah
menceritakan kepadaku apa yang dipergunjingkan oleh para penyiar berita
bohong itu; hal ini menambah sakitku di samping sakit yang baru saja
aku alami itu.
Ketika Rasulullah saw. menggilirku, aku berkata,
"Apakah
engkau memberi izin kepadaku jika aku pergi ke rumah kedua orang tuaku,
karena aku mau meyakinkan berita tersebut dari mereka berdua".
Maka
Rasulullah saw. memberikan izin kepadaku, lalu aku pergi ke rumah kedua
orang tuaku. Aku bertanya kepada ibuku,
"Wahai ibuku! Apakah yang sedang
dipergunjingkan oleh orang-orang tentang diriku?"
Ibuku menjawab:
"Wahai anakku! Bersabarlah engkau, demi Allah, sesungguhnya seorang
wanita cantik yang menjadi istri seorang lelaki, yang sangat
mencintainya, tetapi ia banyak mempunyai istri-istri lain, tentu
istri-istrinya yang lain itu banyak membicarakan tentang dia".
Lalu aku
berkata, "Maha Suci Allah, apakah memang benar orang-orang membicarakan
hal ini".
Pada malam itu juga aku menangis tiada henti-hentinya,
sehingga air mataku serasa habis karenanya dan malam itu aku tidak tidur
sama sekali, pagi harinya pun aku masih menangis.
Rasulullah saw.
memanggil sahabat Ali ibnu Abu Thalib serta Usamah ibnu Zaid, yaitu
sewaktu wahyu lama tidak turun.
Nabi memanggil mereka berdua untuk
diajak bermusyawarah mengenai masalah menjatuhkan talak kepada istrinya
(yaitu aku sendiri).
Usamah memberikan isyarat sesuai dengan apa yang ia
telah ketahui tentang istri Nabi, yaitu membersihkan nama istri Nabi
saw.
Untuk itu ia mengatakan, "Mereka adalah istri-istrimu, kami tidak
mengetahui tentang mereka melainkan hanya baik-baik saja".
Lain halnya
dengan Ali, ia mengatakan, "Allah tidak akan membuatmu sempit,
wanita-wanita selain dia cukup banyak.
Jika kamu menanyakannya kepada
budak perempuan, niscaya dia akan berkata sebenarnya kepadamu".
Lalu
Rasulullah saw. memanggil Barirah, dan bertanya kepadanya,
"Hai Barirah!
Apakah kamu melihat sesuatu yang mencurigakan pada diri Aisyah?"
Barirah menjawab, "Demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan benar, saya
tidak mempunyai gambaran lain terhadapnya kecuali dia adalah seorang
gadis yang masih berusia muda, ia tertidur dengan meninggalkan roti
suaminya, kemudian datanglah seorang lelaki yang kelaparan, lalu ia
langsung memakannya."
Rasulullah saw., berdiri di atas mimbar, lalu
meminta dukungan untuk menghadapi Abdullah ibnu Ubay, kemudian beliau
bersabda,
"Siapakah yang akan membantuku dalam menghadapi lelaki yang
telah melukai keluargaku. Demi Allah, sepengetahuanku bahwa istriku
adalah seorang yang baik."
Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, aku terus
menangis sepanjang hari itu, kemudian pada malam harinya aku pun terus
menangis serta tidak tidur sama sekali. Sedangkan kedua orang tuaku
menyangka bahwa tangisanku itu seolah-olah memecahkan hatiku.
Ketika
keduanya sedang duduk bersamaku dan aku masih tetap dalam keadaan
menangis, tiba-tiba ada seorang wanita dari kalangan sahabat Anshar
datang meminta izin untuk menemuiku.
Aku memberi izin masuk kepadanya,
ia pun duduk dan menangis pula menemaniku.
Kemudian Rasulullah saw.
masuk seraya mengucapkan salam, lalu duduk, sedangkan wahyu masih belum
turun kepadanya selama sebulan mengenai perihal diriku ini. Rasulullah
saw. terlebih dahulu membaca syahadat, lalu beliau bersabda, "Amma
ba'du, wahai Aisyah!
Sesungguhnya telah sampai suatu berita kepadaku
tentang dirimu, yaitu demikian dan demikian. Maka jika kamu bersih
niscaya Allah akan membersihkan dirimu (melalui wahyu-Nya), dan jika
kamu telah melakukan perbuatan dosa, maka mintalah ampun kepada Allah,
kemudian bertobatlah, karena sesungguhnya seseorang hamba, apabila ia
mengakui berbuat dosa, kemudian ia bertobat, niscaya Allah akan
mengampuninya".
Setelah Rasulullah saw. selesai dari ucapannya itu, aku
berkata kepada ayahku, "
Jawablah Rasulullah atas namaku". Tetapi ayahku
berkata, "Demi Allah, aku tidak mengetahui apa yang harus kukatakan
kepadanya".
Kemudian aku berkata kepada ibuku, "Jawablah Rasulullah,
sebagai pengganti diriku".
Maka ibuku menjawab, "Aku tidak mengetahui
apa yang harus kukatakan kepadanya".
Lalu aku menjawab, sedang keadaanku
pada waktu itu adalah seorang gadis yang teramat muda usianya,
"Demi
Allah, aku telah mengetahui bahwa engkau telah mendengar berita ini,
hingga berita ini mantap di dalam hati engkau dan engkau percaya
kepadanya. Maka jika aku mengatakan kepada engkau, sesungguhnya aku
bersih, sedangkan Allah Maha Mengetahui bahwa aku bersih, niscaya engkau
tidak akan mempercayaiku".
Menurut riwayat yang lain dikatakan, bahwa
Siti Aisyah berkata, "Seandainya aku mengakui kepada kalian telah
melakukan suatu perkara, sedangkan Allah Maha Mengetahui, bahwa aku
bersih dari hal tersebut, maka niscaya kamu percaya kepadaku. Sesungguhnya aku ini, demi Allah, tidak menemukan suatu perumpamaan
mengenai diriku dan kamu, melainkan hanya seperti apa yang telah
dikatakan oleh bapak Nabi Yusuf, 'Maka kesabaran yang baik itulah
kesabaranku dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa
yang kalian ceritakan.'"
(Q.S. 12 Yusuf, 18).
Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah
palsu. Ya'qub berkata: "Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik
perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah
(kesabaranku [746]). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya
terhadap apa yang kamu ceritakan."
Setelah aku mengatakan
demikian lalu aku pergi berpaling darinya, lalu aku langsung merebahkan
diri ke tempat tidur. Demi Allah, setelah peristiwa itu Rasulullah saw.
tidak lagi pergi ke majelisnya dan tidak ada seorang pun dari kalangan
Ahlul Bait yang keluar, hingga Allah menurunkan wahyu-Nya kepada
Nabi-Nya. Setelah wahyu turun, maka tampak kembali kegairahan beliau
saw. sebagaimana biasanya.
Dan setelah kedatangan berita gembira itu
kalimat pertama yang diucapkannya ialah, "Hai Aisyah! Bergembiralah,
ingatlah bahwa Allah telah menyucikanmu".
Lalu ibuku berkata kepadaku:
"Mendekatlah kepadanya".
Maka aku berkata, "Demi Allah, aku tidak akan
mendekat kepadanya dan aku tiada memuji melainkan hanya kepada Allah;
karena Dia-lah yang telah menurunkan kebersihanku". Allah swt. telah
menurunkan firman-Nya,
"Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita
bohong itu adalah dari golongan kalian..." (Q.S. An Nur, 11 sampai
dengan sepuluh ayat kemudian).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar