Sejak zaman Nabi Adam as manusia
tahu bahwa ka’bah bukanlah berhala yang disembah. Bahkan hingga masa
kehidupan bangsa Quraisy yang terkenal sebagai penyembah ...berhala dan
telah meletakkan tidak kurang dar...i 360 berhala di seputar ka’bah,
mereka pun tidak terpikir untuk menyembah ka’bah. Bahkan orang arab di
masa itu sering membuat tuhan dari makanan seperti roti, kurma dan
apapun yang menurut khayal mereka bisa dianggap menjadi tuhan. Tapi
tidak dengan ka’bah, karena dalam keyakinan mereka ka’bah memang bukan
tuhan atau berhala. Mereka hanya melakukan ibadah dan tawaf di
sekelilingnya. Ka’bah bagi para penyembah berhala itu bukanlah berhala
yang disembah, ka’bah bagi mereka adalah rumah Allah SWT untuk
melaksanakan ibadah. Hal itu bisa menjadi lebih jelas ketika raja
Abrahah dari Habasyah menyerbu ka’bah dengan tentara bergajah.
Orang-orang Quraisy saat itu
tidak merasa takut ka’bah mereka akan hilang, karena dalam diri mereka
ada keyakinan bahwa ka’bah itu bukan tuhan, tapi ka’bah adalah rumah
Allah, tentu saja Sang Pemilik yang akan menjaganya. Saat itu Abdul
Muttalib Kakek dari Rasulullah saw justru sibuk mengurus kambing-kambing
miliknya yang dirampas sang raja. Hingga ada seorang Quraisy yang
bertanya kepadanya (Kurang lebih) “Wahai Abdul Muttalib mengapa engkau
sibuk mengurus kambing-kambing engkau sedang rumah Tuhanmu hendak
dihancurkan?” maka Kakek Nabi menjawab “Kambing ini kepunyaan saya maka
saya menjaganya sedangkan Ka’bah kepunyaan Allah maka Dialah yang
menjaganya” beginilah keyakinan orang-orang Quraisy dulu, masalah
ka’bah, mereka yakin sekali pasti ada Yang Menjaganya. Dan Allah
terangkan dalam Al Quran. “Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana
Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara gajah. Bukankah Dia telah
menjadikan tipu daya mereka(untuk menghancurkan ka’bah) itu sia-sia, dan
Dia mengirimkan kepada mereka burung yang berbondong-bondong, yang
melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar, lalu
Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat)“. (QS.
Al-Fiil (105): 1-5)
Pada masa Nabi Muhammad SAW
berusia 30 tahun (Kira kira 600 M dan belum diangkat menjadi Rasul pada
saat itu), bangunan ini direnovasi kembali akibat bajir bandang yang
melanda kota Mekkah pada saat itu. Sempat terjadi perselisihan antar
kepala suku atau kabilah ketika hendak meletakkan kembali batu Hajar
Aswad namun berkat penyelesaian dan kebijaksanaan Muhammad SAW
perselisihan itu berhasil diselesaikan tanpa pertumpahan darah dan tanpa
ada pihak yang dirugikan. Pada saat menjelang Muhammad SAW diangkat
menjadi Nabi sampai kepindahannya ke kota Madinah. Lingkungan Ka’bah
penuh dengan patung yang merupakan perwujudan Tuhan bangsa Arab ketika
masa kegelapan pemikiran (jahilliyah) padahal sebagaimana ajaran Nabi
Ibrahim yang merupakan nenek moyang bangsa Arab dan bangsa Yahudi serta
ajaran Nabi Musa terhadap kaum Yahudi, Tuhan tidak boleh disembah dengan
diserupakan dengan benda atau makhluk apapun dan tidak memiliki
perantara untuk menyembahnya serta tunggal tidak ada yang menyerupainya
dan tidak beranak dan diperanakkan (Surat Al Ikhlas dalam Al-Qur’an).
Hajar Aswad merupakan sebuah
batu yang tertanam di pojok Selatan Kabah pada ketinggian sekira 1, 10
meter dari tanah. Panjangnya sekira 25 sentimeter dan lebarnya sekira 17
sentimeter. Awalnya Hajar Aswad adalah satu bongkah batu saja, tetapi
sekarang berkeping-keping menjadi 8 gugusan batu-batu kecil karena
pernah pecah. Hal ini terjadi pada zaman Qaramithah yaitu sekte dari
Syiah Ismailiyyah al-Baatiniyyah dari pengikut Abu Thahir al-Qarmathi
yang mencabut Hajar Aswad dan membawanya ke Ihsaa pada tahun 319 H,
tetapi kemudian dikembalikan lagi pada 339 H. Gugusan terbesar seukuran
satu buah kurma, dan tertanam di batu besar lain yang dikelilingi oleh
ikatan perak. Inilah batu yang kita dianjurkan untuk mencium dan
menyalaminya. KENAPA KITA MENCIUM HAJAR ASWAD? Bangsa Arab di masa
paganismenya menyembah 360 berhala yang diletakkan di dalam dan di
sekeliling ka’bah. Tapi tidak pernah menyembah ka’bah. Demikian juga,
mereka tidak pernah menyembah batu hitam (hajar aswad). Yang mereka
sembah itu patung yang diukir dan dibuat membentuk dewa-dewa. Tapi
mereka tidak pernah menyembah batu sebagai bahan dasar pembuatan patung.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya. Maka setelah mereka (Orang Arab)
memeluk Islam, Rasulullah saw sudah tidak perlu lagi menjelaskan posisi
Hajar Aswad dalam hal peribadahan mereka. Bahkan Umar bin Al-Khattab
(Sahabat Nabi yang saya rasa ente juga tahu) kita kenal dengan
ungkapannya yang abadi: “Sesungguhnya aku tahu bahwa engkau adalah batu
yang tidak membahayakan, dan tidak pula dapat memberi manfaat.
Seandainya aku tidak melihat Rasulullah saw. menciummu, maka sekali-kali
aku tidak akan menciummu.” (H.R. Bukhari). Rasulullah SAW mencium hajar
aswad karena batu itu mulia dan berasal dari surga. Tapi bukan karena
kita diajarkan untuk menyembah batu itu. Dari Ibn Abbas bahwa Nabi
Muhammad s.a.w. tidak melambaikan tangan (menyalami) kecuali kepada
Hajar Aswad dan Rukun Yamani. dua kota suci, Mekkah dan Madinah. Bagi
kita sendiri ummat Islam sudah jelaslah ketetapan akan hukum-hukum
Allah. [Al Baqarah :21] “Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah
menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa.” [Al
Baqarah :22] “Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan
langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu
Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki
untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah,
padahal kamu mengetahui.” Dalam berbagai kesempatan umat kristen bilang
bahwa umat Islam adalah umat penyembah batu. Mereka beranggapan demikian
karena setiap hari umat Islam sholat selalu menghadap ka’bah yang
dibagiannya ada Hajar Aswadnya.
Ummat
Islam dalam sholat menghadap ka’bah (batu) dan dalam thowaf keliling
batu bukanlah berarti ummat islam menyembah batu. Mereka melakukan ini
karena itu adalah diperintahkan oleh Tuhannya supaya dalam sholat dan
thowaf untuk menghadap batu dan keliling batu.
Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
Palingkanlah mukamu ke arah
Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke
arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi
Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke
Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali
tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan. [Terjemahan Qur’an Al
Baqarah (2):144].
Jadi intinya
bukan menyembah batu tapi inti dari ajaran itu ialah ketundukan kepada
Tuhan mereka. Pengakuan bahwa Allah itu Tuhan mereka. Analoginya begini,
misalkan anda disuruh oleh orang tua anda untuk mencium komputer di
depan anda lalu anda menuruti, lalu apakah ini berarti anda menyembah
komputer ? Tentu orang yg berfikiran jenih mengatakan tidak. Anda
melakukan itu karena wujud taat dan tunduk kepada peintah orang tua,
sebagai wujud bakti anda sebagai anak kepada orang tua. Nah begitulah
ummat islam dalam melakukan sholat dan thowaf kenapa mereka menghadap
batu dan mencium batu.Itu karena wujud ketaatan kepada Allah, Tuhan
mereka memerintahkan dalam ajaran Nya supaya melakukan demikian. Mereka
tidak menganggap batu itu istimewa, bahkan dalam Hadis Bukhori
(Referensi ummat islam yg kedua setelah Al Qur’an), Ummar bin Khatab pun
berkata:
Diriwayatkan oleh ‘Abis bin Rabia:
Saidina
Umar bin al-Khattab r.a pernah mengecup Hajarul Aswad. Kemudian dia
berkata: Demi Allah! Aku tahu kamu hanyalah sekedar batu yang tidak
dapat memudharatkan dan tidak dapat memberi manfaat siapapun.. Sekiranya
aku tidak melihat sendiri Rasulullah s.a.w mengucupmu, pasti aku tidak
akan mengucupmu.” (Sahih Bukhari juz 2 no 667).
Kalau
anda membaca sejarah tentang peradaban islam, maka anda akan jumpai
bahwa dulu batu hitam itu pernah dicuri oleh seseorang (artinya ka’bah
pernah tidak ada hajar aswad di dalamnya). Tetapi apakah setelah
hilangnya batu itu ummat Islam lantas tidah sholat karena hadapannya
tidak ada ? Kalau ummat Islam sholat karena landasan harus menghadap
batu itu, niscaya mereka sudah tidak pada sholat lagi sebab batunya
telah hilang, atau kalupun sholat menghadapnya mungkin ke si pencuri
batu itu. Tetapi ternyata tidak. Ummat islam tetap sholat menghadap
kiblat, baik dengan ada batu ataupun tidak sebab esensi mereka ialah
mematuhi perintah Allah bukan menghadap batu dan menyembah batu.
Kemudian dalan sejarah islam pun
dijelaskan bahwa setelah batu hitam itu berhasil ditemukan kembali,
batu itu sudah tidak utuh lagi. Ada pecahan disana sini, bahkan
volumenya sudah mulai berkurang. Dan batu hitam yg ada sampai sekarang
pun itu sudah paduan antara batu hitam yg asli dengan yg imitasi. Tetapi
anda lihat, apakah ummat islam heboh karena itu ? Jawabnya: Tidak
pernah!. Sebab Tuhan mereka bukanlah batu tetapi Allah. Batu boleh rusak
dan hilang tetapi Allah (Tuhan mereka) tetap ada. Berbeda sekali dengan
ummat agama lain yg menganut paganisme.
Mereka melakukan itu bukan atas
dasar perintah Tuhan tetapi apa kata nenek moyang mereka, apa kata
tetua-tetua mereka dan apa kata leluhur mereka. Tidak ada dasar yg
langsung di dasari dari ketentuan Kitabnya (yg merupakan kumpulan
perintah-perintah Tuhan). Ini bisa anda lihat dalam berbagai literatur
tentang filsafat agama dan perbandingan agama. Tiga agama yg memiliki
kitab suci yang berisi perkataan – perkataan Langsung Tuhan, yaitu
Islam, Kristen dan Yahudi.
Selebihnya agama yg lain hanya
didasari oleh filsafat orang-orang terdahulu dan nenek moyang mereka.
Jadi inilah perbedaannya antara ibadah ritual ummat Islam yg menghadap
batu dengan ibadah ritual ummat lain yg juga menghadap batu. Dalam agama
lain, batu itu dianggap seperti Dewa/Tuhan, sesuatu yg diagungkan dan
dipuja-puja, sedangkan ummat islam memandang batu itu hanyalah sebagai
alat untuk mewujudkan kebaktian kepada Tuhan yang sebenarnya. Sebetulnya
pengertian berhala di sini tidak hanya batu saja, tetapilebih luas.
Berhala bisa berarti ideologi, bisa berarti materi/uang, bisa berarti
manusia, bisa berarti yg lain-lain selain Tuhan alam Semesta.
Setiap kegiatan yg tidak
didasari oleh ketundukan kepada ketentuan Tuhan dan perintah-perintah
Tuhan (Allah), maka berartiseorang muslim bisa terjebak dalam
penyembahan “berhala”. Seperti seorang muslim yg lebih menggandrungi dan
memuja artis tertentu sampai-sampai tidak sholat karena ada acara
konser, maka bisa dikatakan orang itu telah menyembah (telah tunduk)
kepada “berhala” (ketundukan ia dan ketakutan ia kepada Tuhannya telah
terkalahkan oleh seorang artis). Begitu juga bila seseorang telah tunduk
dan sujud kepada batu (batu tsb dianggap mempunyai kekuatan gaib dan
kemudian dipuja-puja) atau bila seseorang telah tunduk dan sujud kepada
matahari (menganggap matahari itu sebagai pemberi rezki) ataupun kepada
sapi (menganggap bahwa sapi itu titisan dewa dll lalu disembah dan
diagung-agungkan) maka semua itu adalah penyembahan terhadap “berhala”.
Jadi anda harus bisa membedakan
mana yg benar-benar memuja benda/hewan/tumbuhan sebagai Tuhan dan mana
yg melakukan sujud menghadap batu hanya sebagai wujud ketaatan kepada
Tuhan yg sebenarnya. Rasulullah sendiri pernah menunjuk Hajar Aswad
dengan tongkat Beliau:
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas:
Nabi mengerjakan Tawaf
mengelilingi Ka’bah dengan menunggang seekor unta pada ibadah haji
terakhir dan menyentuh hajar aswad dengan tongkatnya. (Sahih Bukhari juz
2 no 677).
Dengan demikian nyatalah bahwa
Hajar Aswad itu hanyalah batu yang tidak dapat mendatangkan celaka atau
tidak dapat mendatangkan untung kecuali dengan ijin Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar