Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji bagi Allah,
Rabb semesta alam. Kepada-Nya semata kita beribadah dan kepada-Nya
semata kita beristi'anah. Ya Allah kuatkan kami untuk senantiasa
berzikir, bersyukur, dan memperbaiki ibadah kami kepada-Mu.
Shalawat dan salam semoga terlumpah kepada baginda Rasulillah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.
Shalat Jum’at merupakan kewajiban yang
penting. Ia bagian dari syi’ar Islam yang sangat diagungkan. Secara
khusus Allah menyeru kaum mukminin untuk bersemangat dan benar-benar
memperhatikan ibadah setiap sepekan sekali ini. Allah Ta’ala berfirman,
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ
الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ
خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jumu’ah: 9)
Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan
kaum mukminin berkumpul untuk beribadah kepada Allah pada hari Jum’at
dan benar-benar memperhatikannya. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sangat marah terhadap orang-orang yang meremehkan shalat Jum’at. Beliau shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَيَنْتَهِيَنَّ
أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمْ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى
قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ الْغَافِلِينَ
“Hendaknya suatu kaum merhenti dari
meninggalkan shalat jum’at atau Allah akan menutup hati mereka kemudian
menjadi bagian dari orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar)
Dalam Sunan Abi Dawud dan Nasai, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَرَكَ ثَلَاثَ جُمَعٍ تَهَاوُنًا بِهَا طَبَعَ اللَّهُ عَلَى قَلْبِهِ
“Siapa yang meninggalkan tiga kali shalat Jum’at karena meremehkannya, pasti Allah menutup mati hatinya.”
Bahkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkehendak akan membakar rumah-rumah yang di dalamnya terdapat para lelaki yang meninggalkan shalat Jum’at. Beliau bersabda,
لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ آمُرَ رَجُلًا يُصَلِّي بِالنَّاسِ ثُمَّ أُحَرِّقَ عَلَى رِجَالٍ يَتَخَلَّفُونَ عَنْ الْجُمُعَةِ بُيُوتَهُمْ
“Sungguh aku berkeinginan menyuruh
seseorang untuk shalat mengimami manusia kemudian aku membakar
rumah-rumah para lelaki yang meninggalkan shalat Jum’at.” (HR. Muslim)
Imam Nawawi rahimahullaah
menjelaskan dalam satu riwayat bahwa shalat yang dimaksud adalah shalat
Isya’, dalam riwayat lain shalat Jum’at, dan dalam riwayat lainnya
shalat secara mutlak. Semuanya shahih dan tidak saling menafikan.
(Lihat: Syarah Muslim oleh Imam Nawawi: 5/153-154)
Hujan Deras, Bolehkah Tidak Menghadiri Shalat Jum’at?
Di musim hujan seperti ini, hujan deras
sering turun. Tidak terkecuali terjadi juga pada hari Jum'at saat
mendekati pelaksanaan shalat Jum'at. Jika demikian, adakah udzur dan
rukhshah (keringanan) untuk tidak menghadiri shalat Jum'at?
Dalam catatan Sirah Nabawiyah tidak ditemukan bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam
meninggalkan shalat Jum’at karena kondisi alam seperti hujan atau
salju. Beliau pernah meninggalkan shalat Jum’at saat bersafar. Sedangkan
meninggalkan shalat Jum’at karena hujan deras, badai, atau musim salju
yang sangat dingin yang membahayakan kaum muslimin dan sangat
menyulitkan untuk pergi ke tempat shalat Jum’at, maka itu dibolehkan.
Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma berkata kepada Mu’adzinnya di hari yang hujan,
إِذَا
قُلْتَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ فَلَا تَقُلْ حَيَّ
عَلَى الصَّلَاةِ قُلْ صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ فَكَأَنَّ النَّاسَ
اسْتَنْكَرُوا قَالَ فَعَلَهُ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنِّي إِنَّ الْجُمْعَةَ
عَزْمَةٌ وَإِنِّي كَرِهْتُ أَنْ أُحْرِجَكُمْ فَتَمْشُونَ فِي الطِّينِ
وَالدَّحَضِ
“Apabila engkau mengucapkan Asyhadu anna Muhammadar Rasulullaah (dalam adzan), jangan engkau ucapkan Hayya 'Alash Shalah (Mari melaksanakan shalat), tapi ucapkanlah Shalluu fi Buyuutikum (shalatlah
di rumah-rumah kalian). Maka seolah-olah manusia mengingkarinnya.
Beliau (Ibnu Abbas) berkata: ”Hal itu dilakukan oleh orang yang lebih
baik dariku (yakni Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam),
sesungguhnya shalat Jum’at itu 'azimah (kewajiban yang harus ditunaikan)
dan aku tidak ingin menyuruh kalian keluar, sehingga kalian berjalan
menuju masjid dengan kondisi jalan yang berlumpur dan licin.”
Imam Nawawi rahimahullaah
berkata dalam Syarah Muslim, bahwa dalam hadits ini terdapat dalil
gugurnya kewajiban Jum’at dengan udzur hujan dan semisalnya. Dan ini
adalah pendapat madzhab kami dan pendapat madzhab yang lainnya.
Sedangkan pendapat dari Imam Malik rahimahullaah berbeda dan Allah-lah yang lebih tahu mana yang benar.
Imam Nawawi rahimahullaah berkata dalam Syarah Muslim, bahwa dalam hadits ini terdapat dalil gugurnya kewajiban Jum’at dengan udzur hujan dan semisalnya.
Madzhab Hambali berpendapat bahwa salju
termasuk udzur yang membolehkan untuk meninggalkan shalat Jum’at dan
Jama’ah. Seperti yang disebutkan dalam Kasyf al-Qana’ (1/495), “Dan
diberi udzur meninggalkan shalat Jum’at dan jama’ah . . . atau terganggu
oleh hujan, lumpur, salju, hujan es, atau angin dingin pada malam yang
gelap gulita. Berdasarkan perkataan Ibnu Umar, “Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam memanggil tukang adzan beliau pada malam yang dingin atau hujan dalam safar: Shallu fii rihalikum -shalatlah
di tempat kalian masing-masing!- (Muttafaq ‘Alaih). Ibnu Majah
meriwayatkan dengan isnad shahih dan tidak mengatakan: dalam safar. Dan
dalam Shahihain, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhuma: Bahwa
beliau bersabda kepada mu’adzinnya saat malam yang hujan –Imam Muslim
menambahkan: pada hari Jum’at-, . . . . (lalu menyebutkan hadits yang
lalu). Dan salju, es dan kondisi yang sangat dingin termasuk di
dalamnya.”
Maka dari ketetapan di atas, badai pada
malam yang gelap juga termasuk udzur, karena keberadaannya kemungkinan
besar diiringi hujan.
Namun yang perlu dicatat bahwa jika
seseorang tetap menghadiri shalat Jum'at dalam kondisi hujan dengan
menggunakan pelindung dari guyuran air hujan, maka itu yang lebih utama.
Khususnya masyarakat kita yang sudah memiliki sarana pelindung dari
guyuran air hujan seperti payung, mantel, atau jas hujan dan jalanan
yang sudah tidak berlumpur sehingga mereka tetap aman berangkat untuk
bekerja dan untuk memenuhi kebutuhan harian mereka, maka mereka lebih
layak untuk mendatangi shalat Jum'at. Namun jika keberadaan salju itu
benar-benar sangat mengganggu dan memberatkan mereka untuk sampai ke
masjid, maka ia menjadi udzur. Wallahu Ta’ala A’lam.
[voa-islam.com]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar