Rasulullah
SAW sebelum diangkat menjadi Nabi dan menerima wahyu dari Allah SWT,
dia adalah seorang yang hanif berada dalam millah (ajaran) agama nabi
Ibrahim as sebagai Bapak dari para nabi. Beliau lahir dan tinggal di
tempat dimana dahulu Bapak para nabi itu membangun Baitullah. Beliau
mewarisi kesucian dan kelurusan agama yang dibawa oleh kakeknya (Abdul
Muththalib).
Rasulullah SAW sebelum menjadi nabi tidak
pernah melakukan hal-hal yang nantinya terlarang dan diharamkan dalam
syariat yang diturunkan kepadanya. Wajahnya belum pernah sujud kepada
berhala, perutnya belum pernah meminum khamar, lidahnya belum pernah
digunakan untuk membicarakan orang, mencaci atau hal yang dilarang.
Beliau pernah berdagang tapi tidak pernah terjebak sistem ribawi.
Bahkan
ketika masih anak-anak, beliau pernah berniat menonton hiburan malam
dalam sebuah pesta, namun atas izin Allah SWT beliau tidak jadi
melakukannya lantaran tertidur dan hal itu berulang untuk esoknya.
Sehingga
kalau pun dia tidak menjadi nabi, pastilah dia akan dikatakan sebagai
orang suci yang shalih dan dicintai semua orang. Namun dengan diangkat
menjadi nabi, maka beliau menjadi pembawa paket risalah yang berisi
hukum dan aturan hidup manusia sedunia dan berlaku hingga akhir masa.
Karena tidak ada nabi sesudahnya.
Dalam Gua Hira
Di
dalam gua Hira, Rasulullah SAW memang bukan berdoa dalam arti seperti
kita sekarang ini. Sebab beliau memang belum mendapatkan penjelasan
langsung dari Allah SWT tentang sosok-Nya. Juga belum ada tata aturan
dalam cara beribadah dan berdoa kepada-Nya.
Sehingga yang beliau
lakukan bukan berdoa, melainkan menyepi untuk melakukan tahannus. Beliau
tentu tidak berkomat-kamit mengangkat tangan ke langit. Namun yang
berliau lakukan adalah merenung, berpikir, melakukan evaluasi, serta
berdialog dengan diri sendiri. Hingga kemudian Allah SWT berkenan
berbicara kepada-Nya lewat perantaraan malaikat Jibril.
Namun
perlu diketahui bahwa beliau sebagai orang Arab pun sudah tahu bahwa
Allah SWT adalah tuhannya (ajaran Nabi Ibrahim). Bahwa Allah SWT adalah
tuhan yang menciptakan langit dan bumi, yang menurunkan hujan serta
memberi rizki.
Kekurangan aqidah bangsa Arab jahiliyah ini bukan pada rububiyah-nya
(Cara mengesakan Allah), melainkan pada uluhiyah-nya (Cara beribadah Kpd Allah).
Di mana mereka belum punya informasi apa pun tentang bagaimana bertauhid kepada Allah
dan
bagaimana cara beribadah kepada-Nya. Mereka baru sekedar tahu bahwa
tuhan itu ada, namanya Allah dan Allah itu menciptakan mereka hingga
memberi rizqi. Perhatikan firman-firman Allah berikut ini:
Dalil pertama, Allah ta’ala berfirman,
قُلْ
مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ
السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ
وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ
فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah:
“Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau
siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan
siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan
yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?”
Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak
bertakwa kepada-Nya)?” (QS. Yunus [10]: 31)
Dalil kedua, firman Allah ta’ala,
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan
sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan
mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat
dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS. az-Zukhruf : 87)
Dalil ketiga, firman Allah ta’ala,
لَئِنْ
سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ
الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ
لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan sesungguhnya
jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari
langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu
mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”,
tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS. al-’Ankabut: 63)
Dalil keempat, firman Allah ta’ala,
أَمْ
مَنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ
وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الْأَرْضِ أَئِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلًا مَا
تَذَكَّرُونَ
“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang
yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, dan yang
menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai
khalifah di bumi ? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat
sedikitlah kamu mengingati(Nya).” (QS. an-Naml: 62)
Perhatikanlah!
Dalam ayat-ayat di atas terlihat bahwasanya orang-orang Quraysi ketika
itu mengenal Allah, mereka mengakui sifat-sifat rububiyyah-Nya yaitu
Allah adalah pencipta, pemberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikan,
serta penguasa alam semesta. Namun, pengakuan ini tidak mencukupi
mereka untuk dikatakan muslim dan selamat. Kenapa? Karena mereka
mengakui dan beriman pada sifat-sifat rububiyah Allah saja, namun
mereka menyekutukan Allah dalam masalah ibadah. Oleh karena itu, Allah
katakan terhadap mereka,
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Dan
sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan
dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain).” (QS. Yusuf : 106)
Ibnu
Abbas mengatakan, “Di antara keimanan orang-orang musyrik: Jika
dikatakan kepada mereka, ‘Siapa yang menciptakan langit, bumi, dan
gunung?’ Mereka akan menjawab, ‘Allah’. Sedangkan mereka dalam keadaan
berbuat syirik kepada-Nya.”
‘Ikrimah mengatakan,”Jika kamu
menanyakan kepada orang-orang musyrik: siapa yang menciptakan langit dan
bumi? Mereka akan menjawab: Allah. Demikianlah keimanan mereka kepada
Allah, namun mereka menyembah selain-Nya juga.” (Lihat Al-Mukhtashor Al-Mufid, 10-11)
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah menjelaskan bahwa kaum musyrikin pada masa itu mengakui Allah subhanahuwata’ala
adalah pencipta, pemberi rezki serta pengatur urusan hamba-hamba-Nya.
Mereka meyakini di tangan Allah lah terletak kekuasaan segala urusan,
dan tidak ada seorangpun diantara kaum musyrikin itu yang mengingkari
hal ini (lihat Syarh Kitab Kasyfu Syubuhaat) Dan janganlah anda
terkejut apabila ternyata mereka pun termasuk ahli ibadah yang
mempersembahkan berbagai bentuk ibadah kepada Allah ta’ala.
Kualitas
mereka sedikit di bawah para ahli kitab yang sudah kenal Allah dan
juga mengenal adanya kitab-kitab suci yang turun dari langit yang
berisi tata cara ibadah dan juga syariah. Mereka juga mengenal sistem
kenabian yang berujud manusia yang mendapatkan wahyu dari langit
sebagai hukum yang harus diterapkan.
Namun kesalahan
fatal para ahli kitab itu ketika mereka tidak mau mengakui bahwa Allah
SWT menjadikan Muhammad SAW sebagai Nabi dan ingkar kepada Al-Quran
sebagai kitab suci yang terakhir. Kesalahan ini kemudian diperparah
dengan sikap ambivalen (perasaan menentang) mereka terhadap agama
Islam. Bahkan pada akhirnya mereka malah memerangi dan hendak membunuh
Rasulullah SAW. Maka semua keyakinan mereka sebelumnya tentang Allah,
kitab suci, para nabi dan hukum-hukum syariat yang turun kepada mereka,
menjadi tidak ada gunanya lagi.
Sehingga Syariat itulah
(Islam) yang dijadikan Tuhan yang pernah mengutus Ibrahim, Daud, Musa
dan Isa menjadi syariat versi terakhir. Dan menghapus berlakunya semua
syariat yang pernah ada sebelumnya.
Kitab Al-Quran
Al-Karim yang diturunkan kepada beliau adalah kitab yang menghapus
berlakunya semua kitab sebelumnya, dan berlaku hingga akhir zaman.
Sehingga
bila nanti Yesus Kristus (Nabi Isa as) datang lagi ke dunia ini,
beliau akan menjadi salah satu anggota dari umat Islam. Bahkan beliau
akan bersyahadat bahwa Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan Allah. Beliau akan shalat di dalam shaf shalat jamaah umat Islam
dan menjelaskan keberadaannya serta hal-hal yang menyimpang selama ini
kepada murid-murid nya.
Lalu apa tugas nabi Muhammad SAW jika demikian?
Tugas
beliau bukan mengenalkan keberadaan Allah SWT, sebab mereka sudah
kenal Allah. Tugas beliau juga bukan untuk menerangkan bahwa Allah SWT
adalah tuhan yang menciptakan langit dan bumi, sebab mereka sudah tahu.
Tugas beliau adalah memastikan bahwa ketika mereka hanya menyembah
Allah SWT saja yang Esa, tanpa adanya tuhan-tuhan lainnya yang disembah
bersama-Nya. Sehingga motto dakwah beliau adalah: LAA ILAAHA ILLALLAH,
yaitu tidak ada tuhan yang patut disembah dengan haq kecuali hanya
Allah saja.
Walhasil, agama yang dibawa nabi Muhammad SAW memang
mewajibkan penghancuran semua berhala, juga menafikan semua
undang-undang, sistem, agama, ideologi dan peraturan yang bersumber dari
selain Allah SWT. Seorang tidak dikatakan muslim sebelum dia mengakui
tidak ada tuhan selain Allah, dan tidak ada hukum selain hukum yang
Allah turunkan.
Adapun kenalnya orang Arab jahiliyah terhadap nama
Allah SWT, karena dahulu ada nabi Ibrahim dan puteranya Ismail
alaihimassalam di negeri itu. Bahkan mereka masih setia datang berhaji
setiap tahun keliling baitullah. Mereka memang menyebut Ka’bah dengan
istilah baitullah . Bedanya, cara manasik haji mereka sudah jauh
menyimpang. Misalnya, mereka thawaf keliling ka’bah dengan bersiul dan
bertepuk sambil telanjang tanpa busana.
وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ
Sembahyang
mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan
tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu.
Jadi
kesimpulannya : Muhammad saw sebelum diutus menjadi nabi adalah muslim
sebagaimana agama nabi-nabi sebelumnya (lihat penjelasan di note kami
sebelum ini
yaitu:http://www.facebook.com/notes/menjawab-faithfreedom-indonesia/islam-adalah-agama-semua-nabi-dan-rasul/283396485021782hanya
saja diutusnya Nabi Muhammad adalah untuk menyempurnakan ajaran-ajaran
tauhid (islam) yang dibawa oleh para nabi sebelumnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar