Oleh: Muhammad Wasitho, Lc
Agama
Islam adalah agama yang sangat sempurna, komprehensip dan mudah
syariatnya. Di antara bukti kebaikan dan kemudahan syari’at Islam, Allah
menghalalkan semua makanan dan minuman yang mengandung maslahat dan
manfaat bagi badan, ruh maupun akhlak manusia. Demikian pula sebaliknya,
Allah mengharamkan semua makanan dan minuman yang menimbulkan mudharat
atau yang mengandung mudharat lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini
tidak lain untuk menjaga kesucian dan kebaikan hati, akal, ruh, dan
jasad manusia.
KEWAJIBAN MENGKONSUMSI MAKANAN YANG BAIK DAN HALAL
Bagi
seorang muslim, makanan bukan sekedar pengisi perut dan penyehat badan
saja, sehingga diusahakan harus sehat dan bergizi, tetapi di samping itu
juga harus halal. Baik halal pada zat makanan itu sendiri, yaitu tidak
termasuk makanan yang diharamkan oleh Allah, dan halal pada cara
mendapatkannya.
Di
dalam Al-Quran Al-Karim Allah memerintahkan seluruh hamba-Nya yang
beriman dan yang kafir agar mereka makan makanan yang baik lagi halal,
sebagaimana firman-Nya:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS. Al-Baqarah: 168)
Dan firman-Nya pula:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah yang baik dari yang telah Kami rizkikan kepadamu.” (QS. Al-Baqarah: 172).
Dalam menafsirkan ayat di atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di
rahimahullah berkata: “Perintah ini (yakni memakan makanan yang halal
lagi baik) ditujukan kepada seluruh manusia, baik dia seorang mukmin
ataupun kafir. Mereka diperintahkan memakan apa yang ada di bumi, baik
berupa biji-bijian, buah-buahan, dan binatang yang halal. Yaitu
diperolehnya dengan cara yang halal (benar), bukan dengan cara merampas
atau dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan. Dan Tayyiban (yang baik)
maksudnya bukan termasuk makanan yang keji atau kotor, seperti bangkai,
darah, daging babi, dan lainnya”. (Tafsir Taisir Karimirrahman, hal.
63).
Di
dalam sebuah hadits, Nabi memberikan ancaman masuk neraka kepada
siapa saja yang mengkonsumsi makanan yang haram, sebagaimana sabda
beliau:
أَيُّمَا لَحْمٍ نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ أَوْلَى لَهُ
“Daging
mana saja yang tumbuh dari sesuatu (makanan) yang haram, maka neraka
lebih pantas (sebagai tempat tinggal, pent) baginya”.
Demikian pula orang yang mengkonsumsi makanan yang haram, ia terancam
ibadah (doa)nya tidak diterima dan dikabulkan oleh Allah, sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi menceritakan ada
seorang laki-laki yang sedang musafir rambutnya kusut dan penuh debu.
Dia menadahkan kedua tangannya ke langit sembari berdo’a: “Wahai Tuhanku
, wahai Tuhanku, sedangkan makanannya haram, minumannya haram,
pakaiannya haram, dan perutnya diisi dengan makanan yang haram, maka
kata Rasulullah : “Bagaimana mungkin permohonannya dikabulkan? (HR.
Muslim II/703 no.1015)
KAIDAH
FIQIH: HUKUM ASAL SEGALA SESUATU (MAKANAN, BINATANG, DLL) ADALAH HALAL
KECUALI JIKA ADA DALIL SYAR’I YANG MENGHARAMKANNYA.