- Assalamu Alaikum Ustad, Saya ingin bertanya pertanyaan penting, di dunia nyata saya mendapat pertanyaan oleh seorang muallaf yg membuat saya kesulitan menjawabnya.Pertanyaannya begini: kenapa didalam Al-quran surat 70:40 seolah-olah berarti Allah bersumpah kepada Tuhan yg lain
“Maka Aku bersumpah demi Tuhan yg mengatur tempat-tempat tebit dan tenggelamnya matahari, sungguh Kami pasti mampu [QS. Al-Ma'arij :40, Al-quran dan Terjemahannya, CV Penerbit Diponegoro 2005, Departemen Agama RI]Jika Ustadz mengetahui tafsirnya dimohon untuk menjawabnya demi kelancaran dakwah Islam,Jazakumullah..Wassalam….
Amor jawab
wa’alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh…
A.sebelum menjawab pertanyaan tersebut,perlu diketahui saya hanyalah orang biasa, yang sedang belajar. dan dalam hal ini saya belajar menjawab pertanyaan tersebut sesuai kemampuan dan pengetahuan saya..
B.untuk menjawab masalah Sumpah,kita perlu tahu Pengertian SUMPAH
PENGERTIAN SUMPAH dalam Al Qur’an(1)
Kata ‘sumpah’ berasal dari kata Arab ‘qasam’ yang akar katanya
disusun oleh huruf ‘qaf-sin-mim’, kata ini menurunkan beberapa
pengertian : to divide, dispose, separate, apportion, distribute..
http://www.studyquran.org/LaneLexicon/Volume8/00000242.pdf
Kata ‘qasam’ diartikan ‘bersumpah’ misalnya terdapat pada ayat :
falaa uqsimu bimawaaqi’i alnnujuumi
[56:75] Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang.
falaa uqsimu bialsysyafaqi
[84:16] Maka sesungguhnya Aku bersumpah dengan cahaya merah di waktu senja,
laa uqsimu bihaadzaa albaladi
[90:1] Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Mekah),
Namun kata ‘qasam’ dengan derivasinya juga diartikan membagi, memisahkan, misalnya terdapat pada ayat :
wa-idzaa hadhara alqismata uluu alqurbaa waalyataamaa waalmasaakiinu faurzuquuhum minhu waquuluu lahum qawlan ma’ruufaan
[4:8] Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan
orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik.
Faalmuqassimaati amraan
[51:4] dan (malaikat-malaikat) yang membagi-bagi urusan
tilka idzan qismatun dhiizaa
[53:22] Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.
Muncul pertanyaan :
”Lalu apa hubungannya bersumpah dengan membagi atau memisahkan..??”,
apa sebenarnya arti bersumpah ketika ada kalimat ‘Tuhan bersumpah demi
makhluk’..?? bagaimana sebenarnya posisi makhluk tersebut dalam sumpah
tersebut..?? apakah benar posisinya sebagai pihak yang berkuasa untuk
menghakimi pihak yang bersumpah..?? bagaimana halnya ketika Allah
bersumpah demi diri-Nya sendiri..??
Kata ‘qasam’ sendiri dalam bahasa Arab setara dengan istilah lain :
Dalam bahasa Arab sumpah disebut dengan al-aimanu, al-halfu,
al-qasamu. Al-aimanu jama’ dari kata al-yamiinu (tangan kanan) karena
orang Arab di zaman Jahiliyah apabila bersumpah satu sama lain saling
berpegangan tangan kanan. Kata al-yamiinu secara etimologis dikaitakan
dengan tangan kanan yang bisa berarti al-quwwah (kekuatan), dan al-qasam
(sumpah). Dengan demikian pengertian al-yuamiinu merupakan perpaduan
dari tiga makna tersebut yang selanjutnya digunakan untuk bersumpah.
Dikaitkan dengan kekuatan (al-quwwah), karena orang yang ingin
mengatakan atau menyatakan sesuatu dikukuhkan dengan sumpah sehingga
pernyataannya lebih kuat sebagaimana tangan kanan lebih kuat dari tangan
kiri.
http://bs-ba.facebook.com/topic.php?uid=53744579012&topic=7485
Sehingga selain arti kata : membagi atau memisahkan, ‘bersumpah’ juga mengandung unsur : menguatkan, mengukuhkan.
Yang perlu diperjelas disini adalah, ketika Allah bersumpah dengan
nama makhluk-Nya, maka tidak ada suatu kesan yang muncul dari umat
Islam, bahwa Allah telah ‘menyerahkan kekuasaan untuk menghakimi’
sumpah-Nya tersebut kepada benda tersebut. Baik didasar sumpah ataupun
tidak, ataupun sumpah tersebut dilontarkan oleh siapapun, maka pihak
yang berkuasa untuk menghakimi hanyalah Allah. Kalau begitu bagaimanakah
sebenarnya ‘status’ makhluk/benda yang terdapat dalam sumpah itu..??
maka posisi makhluk/benda tersebut adalah sebagai SAKSI atas sumpah
tersebut, saksi yang dikesankan independen, berdiri sendiri dan terpisah
dari pihak yang bersumpah, berfungsi untuk menguatkan dan mengukuhkan
bahwa apa yang disampaikan dalam sumpah tersebut benar adanya. Ini
terkait dengan tujuan suatu sumpah dilontarkan, yaitu untuk meyakinkan
pihak lain atas kebenaran apa yang disumpahkan, dimana pihak lain
tersebut ragu-ragu atau tidak percaya. Kesan terpisah ini sejalan dengan
tujuan disampaikannya sumpah, sehingga seolah-olah Allah mengatakan
;”Sekalipun Aku adalah Tuhan Yang Maha Berkuasa, namun makhluk/benda
yang Aku jadikan objek sumpah-Ku, dipersilahkan memutuskan sendiri
kesaksiannya. Apabila Aku telah berbohong atau sumpah-Ku tidak benar,
maka Aku sendiri yang akan menghakimi diri-Ku..”.
Pengertian ‘qasam’ ini juga berlaku dalam hal Tuhan bersumpah atas
diri-Nya sendiri. Pemisahan diibaratkan ‘posisi’ Tuhan sebagai pihak
yang bersumpah dan sebagai pihak yang bersaksi merupakan dua hal yang
seolah-olah terpisah, sehingga kesaksian Tuhan adalah adli, kuat dan
benar. Ini memenuhi tujuan untuk apa sumpah tersebut dilontarkan, yaitu
untuk meyakinkan pihak lain yang tidak percaya dan ragu-ragu. Disinilah
kesetaraan antara istilah ‘qasam’ dan ‘aimanu’, yaitu kemandirian
sebagai saksi menunjang pengukuhan dan penguatan sumpah yang
disampaikan.
3.Sumpah Sumpah Allah di Al Qur’an
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari (1) dan bulan apabila
mengiringinya (2) dan siang apabila menampakkannya (3) dan malam apabila
menutupinya (4) dan langit serta pembinaannya (5) dan bumi serta
penghamparannya (6) dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya).” (Asy-Syams: 1-7).
“Demi malam apabila menutupi (cahaya siang) (1), dan siang
apabila terang benderang (2), dan penciptaan laki-laki dan perempuan
(3).” (Al-Lail: 3-1).
“Demi fajar (1) dan malam yang sepuluh (2) dan yang genap dan yang ganjil (3) dan malam bila berlalu (4).” (Al-Fajr: 1-4).
“Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan (5), dan apabila
lautan dipanaskan (6), dan apabila roh-roh dipertemukan dengan tubuh
(7), apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya (8),
karena dosa apakah dia dibunuh (9), dan apabila catatan-catatan (amal
perbuatan manusia ) dibuka (10), dan apabila langit dilenyapkan (11),
dan apabila neraka Jahim dinyalakan (12), dan apabila surga didekatkan
(13), maka tiap-tiap jiwa akan mengetahui apa yang dikerjakannya (14),
sungguh Aku bersumpah dengan bintang-bintang.” (At-Takwir: 5–15).
“Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun (1), dan demi bukit Sinai (2).” (At-Tin: 1-2).
4.kemudian mengenai Ayat Qs 70:40
فَلَا أُقْسِمُ بِرَبِّ الْمَشَارِقِ وَالْمَغَارِبِ إِنَّا لَقَادِرُونَ
Maka Aku bersumpah dengan Tuhan Yang Mengatur tempat terbit dan
terbenamnya matahari, bulan dan bintang; sesungguhnya Kami benar-benar
Maha Kuasa.
Pertanyaan yang sering diajukan adalah :
Siapakah Aku dalam Ayat tersebut?
Siapakah Tuhan dalam Ayat tersebut?
bahkan ayat tersebut sering dijadikan BAHAN untuk para Menggugat dan
Menghujat Al Qur’an. JIka menghadapi pertanyaan tersebut apa jawaban
kita?
1. Siapakah Aku dalam Ayat tersebut?
jawabannya adalah Allah Subhana wa ta’ala
2.Siapakah Tuhan dalam Ayat tersebut?
jawabannya adalah :Rabb
Makna ar-Rabb secara bahasa
Ibnu Faris berkata, “Kata Rabb menunjukkan
beberapa arti pokok, yang pertama: memperbaiki dan mengurus sesuatu.
Maka ar-Rabb berarti yang menguasai, menciptakan dan memiliki, juga
berarti yang memperbaiki/mengurus sesuatu(2)
Ibnul Atsir berkata, “Kata ar-Rabb secara bahasa diartikan pemilik,
penguasa, pengatur, pembina, pengurus dan pemberi nikmat. Kata ini tidak
boleh digunakan dengan tanpa digandengkan (dengan kata yang lain)
kecuali untuk Allah Ta’ala (semata), dan kalau digunakan untuk
selain-Nya maka (harus) digandengkan (dengan kata lain), misalnya: rabbu
kadza (pemilik sesuatu ini(3)
Lebih lanjut imam Ibnu Jarir ath-Thabari memaparkan, “(Kata) ar-Rabb
dalam bahasa Arab memliki beberapa (pemakaian) arti, penguasa yang
ditaati di kalangan orang-orang Arab disebut rabb …, orang yang
memperbaiki sesuatu dinamakan rabb …, (demikian) juga orang yang
memiliki sesuatu dinamakan rabb. Terkadang kata ini juga digunakan untuk
beberapa arti selain arti di atas, akan tetapi semuanya kembali pada
tiga arti tersebut. Maka Rabb kita (Allah Ta’ala) yang maha agung
pujian-Nya adalah penguasa yang tidak ada satupun yang menyamai dan
menandingi kekuasaan-Nya, dan Dialah yang memperbaiki (mengatur semua)
urusan makhluk-Nya dengan berbagai nikmat yang dilimpahkan-Nya kepada
mereka, serta Dialah pemilik (alam semesta beserta isinya) yang memiliki
(kekuasan mutlak dalam) menciptakan dan memerintahkan (mengatur)”(4)
Jadi Rabb adalah Jabatan,Kedudukan,Kekuasaan yang dimiliki Allah Sendiri.
jadi Kesimpulannya Qs 70:40,Allah Subhana wa ta’ala sedang
bersumpah dengan Jabatan,Kedudukan,Kemampuan,Kekuasaa yang dimiliki
Allah Sendiri,yaitu Mengatur tempat terbit dan terbenamnya matahari, bulan dan bintang
dan ayat tersebut sama sekali tidak menunjukan adanya tuhan lain
selain Allah. dan Qs 70:40 tidak jauh berbeda dengan ayat ayat lain
,hanya sedikit perbedaanya,yaitu kalau
dalam Qs 70:40 Allah bersumpah atas nama JABATAN/kedudukan/Kemampuan
dirinya sendiri sedangkan ayat ayat lain Allah bersumpah dengan
menggunakan ciptaannya sendiri.
semoga jawaban saya ini bisa bermanfaat
Wassalam
id amor
Sumber referensi
(1)http://answering-ffi.blogspot.com/2011/02/menjawab-gugatan-allah-yang-banyak.html
(2)Kitab “Mu’jamu maqaayiisil lughah” (2/313).
[3] Kitab “an-Nihaayah fi gariibil hadits wal atsar” (2/450)
[4] Kitab “Tafsir ath-Thabari” (1/89).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar