“Isi adalah kosong. Kosong adalah berisi”
Kalimat itu pernah kudapat dari film kera sakti. Kalimat yang pernah diucapkan oleh guru sun go kong, biksu Tong Sam Cong.
Sedangkan
salah satu dosenku pernah bilang bahwa perkataan itu tidaklah benar.
Kosong, ya tetap kosong. Berisi, ya berisi. Tidak mungkin orang yang
tidak pernah mau mengisi otaknya dengan belajar bisa serta merta otaknya
menjadi berisi dan bisa disamakan dengan orang pintar. Oleh karena itu,
kosong tidak berisi dan berisi tidaklah kosong.
Berbicara tentang
kosong, aku teringat pada sebuah angka yang ditemukan oleh Al
Khawarizmi. Angka nol. Angka yang kemudian menyempurnakan banyak
bilangan.
Apakah nol sama dengan kosong? Jawabannya adalah belum tentu.
Jika
nol berdiri sendiri, angka ini tidak mempunyai arti, alias nol sama
dengan kosong. Tapi tanpa angka nol, semua bilangan bisa menjadi kacau.
Tak kan ada bilangan ganjil dan genap jika tidak ada angka nol.
Bayangkan jika orang berhitung dari angka 1. Setelah angka 9, lalu angka
apa? kalau saja tak ada angka nol, setelah Sembilan langsung angka 11.
Lalu pertanyaannya, angka 11 itu ganjil ataukah genap? Jika ganjil, maka
angka 9 angka ganjil atau genap? Jika hitungan itu diteruskan, akan
terjadi ke-tidak-konsekuen-an antara bilangan ganjil dan genap. Angka 1
disebut ganjil, lalu angka 11 termasuk apa? angka 21, 31, 41, jenis
bilangan apa? Alhamdulillah seorang ilmuwan muslim telah memecahkan
permasalahan ini. Dengan angka nol yang telah ditemukan oleh Al
Khwarizmi, masalah itu bisa dibereskan dan ilmu menjadi berkembang
seperti saat ini.
Segala hal yang diciptakan oleh Allah mengandung
banyak pelajaran. Tak terkecuali angka nol. Banyak orang yang
menganggap amalan-amalan kecil bernilai kosong, bukan nol. Akibatnya,
banyak yang tidak mau mengerjakan amal-amal kecil. Memungut sampah di
jalan, misalnya. Menyelamatkan semut yang berada di tengah-tengah air
yang sedang berjuang mencapai daratan, menyirami bunga yang layu,
memberikan uang recehan pada anak jalanan yang mengelap motor di
perempatan lampu merah, membantu menyeberangkan orang tua, mengucapkan
salam setiap bertemu saudaranya, tersenyum, atau amalan-amalan kecil
lainnya yang sering kali enggan dilakukan karena “nilainya” kecil.
Padahal sesuatu yang kecil yang dilakukan secara terus-menerus lebih
baik dari pada sesuatu yang besar, tapi bersifat insidental. Sedikit-sedikit, lama-lama akan jadi bukit.
Layaknya
angka nol yang seringkali disamakan dengan kosong. Amalan-amalan kecil
pun sering dianggap kosong. Padahal sebenarnya tergantung dimana
meletakkan angka nol itu. Jika nol diletakkan sebelum angka 1, maka
nilainya hanya 1, meskipun jumlah yang dituliskan banyak. Inilah
gambaran orang yang menyepelekan amalan kecil. Tapi jika letaknya
setelah angka 1, nilainya akan jauh lebih besar, walaupun jumlah angka
nol yang ada hanya sedikit. Dua buah angka nol dituliskan sebelum angka
1, akan menjadi sia-sia, 001 tetap sama dengan 1. Jika dibalik, akan
menjadi 100, lebih banyak dari angka 1. Jika melakukan amalan, meskipun
kecil, tapi diniatkan untuk ibadah, maka ibarat angka nol yang
diletakkan setelah angka 1, Ia berlipat ganda.
Terkadang sesuatu
yang kecil itu sering disepelekan, tapi sesungguhnya dari hal-hal yang
kecil inilah bisa menghasilkan sebuah perubahan besar.
Jika belum
mampu melaksanakan yang besar, istiqamahlah pada yang kecil. Karena
segala hal yang besar itu tersusun oleh hal-hal yang kecil. Tanpa adanya
sekumpulan sel, otot tidak akan pernah terbentuk. Tanpa adanya
proton-netron, atom tak akan ada. Tanpa adanya tentara-tentara yang
hebat, panglima perang tidak akan berdaya melawan musuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar