Aku adalah salah satu dari sekian orang yang cukup update mengenai
permasalahan-permasalahan yang terjadi di Indonesia tentang dunia
politik, kriminal, pelanggaran HAM, korupsi, kekayaan Indonesia yang
terus menerus di biarkan di caplok Negara asing dan sebagainya.
Bagaimana tidak, tiap hari masalah itu-itu saja yang menjadi menu
program berita. Tapi aku tak pernah ingin mengetahui kasus-kasus
tersebut secara mendalam. Bisa di bayangkan akan bagaimana kelanjutan
dari berbagai kasus yang sangat di blow up oleh media kemudian tenggelam begitu saja ketika ada berita baru yang lebih booming.
Seperti fenomena gunung es. Akan tertutup secara otomatis. Apalagi
berbicara tentang masalah yang berkaitan dengan politik beserta tetek
bengek di dalamnya.
Hal itu sedikit banyak menimbulkan pesimistis
bagi rakyat Indonesia mengenai negerinya sendiri. Meskipun tak bisa
menyalahkan sepenuhnya akan tindakan mereka, tapi fakta di lapangan
secara spontan menimbulkan antipati mereka terhadap kemajuan Indonesia.
Mereka, mungkin termasuk saya kadang berfikir. Untuk apa kita
susah-susah membangun negeri sedangkan di atas sana para penguasa beradu
untuk merobohkan bangunan negeri bernama Indonesia. Dengan berbagai
tindakan yang saya pikir sangat hebat, licin dan sulit terendus. Lihat
saja berita di media tentang korupsi yang hampir tiap hari tak pernah
absen mengisi deadline. Belum lagi kriminalisme dan sebagainya.
Ada
apa dengan rakyat Indonesia?? Ada apa dengan para penguasa?? Apakah
darah dan perjuangan para pahlawan telah terhapus dari ingatan dan hanya
menjadi hiasan pada buku-buku sejarah?? Perjuangan untuk kemerdekaan
negeri, hingga kita terbebas dari penjajahan asing. Jika dulu para
pahlawan berjuang untuk membebaskan negeri dari penjajahan tapi kini
kita seperti bangga ketika secara sadar bangsa kita terjajah. Terjajah
oleh Negara asing yang dengan santainya mengeruk kekayaan alam di negeri
ini. Dalam retorika, kekayaan alam adalah milik rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Namun yang terjadi adalah kekayaan alam milik bersama
yang punya materi, oleh rakyat yang bekerja keras menjadi kuli di tanah
air sendiri dan untuk rakyat semua kenestapaan ditimpakan.
Jika
kita mengkritisi Indonesia kini, mungkin akan menjadi buku dengan jumlah
jilid yang tak terkira. Mungkin akan menjadi sebuah sinetron dengan
episode tak terhingga. Karena dari Sabang sampai Merauke akan terkumpul
banyak keluhan mengenai pemerintahan yang “aneh” sekarang.
Bagaimanapun
selamanya saya akan berusaha mencintai Indonesia, karena di sini saya
di lahirkan dan di dalam perutnya saya ingin merebahkan jasad saya.
Indonesia hanya sebuah rumah dengan berbagai macam penghuni. Banyak yang
berusaha merobohkannya untuk kepentingan diri sendiri tapi ada pula
yang hendak membangunnya meskipun dengan tergopoh-gopoh.
****
Untuk
rakyat yang hidup di masa sekarang, kita hanya mampu banyak
beristighfar dan mengelus dada. Mengumpar opini panjang lebar tak akan
menemui titik penyelesaian. Berlaku bagaimanapun tak akan terdengar oleh
tebalnya dinding istana para raja. Degradasi moral merajalela. Segala
permasalahan seolah menjadi “ajaib”. Datang tak di undang kemudian
menghilang.
Tapi kita harus tetap mencintai Indonesia apa adanya.
Karena tak ada yang salah dengan Indonesia. Seperti saya yang sangat
menyukai alam-alam di Indonesia, ring of fire. Indonesia yang
memiliki julukan cincin api memiliki ratusan gunung yang terhampar dari
ujung Sumatera hingga Indonesia Timur yaitu Papua. Yang pastinya
menawarkan keindahan dan melatih kepekaan. Atau tentang kesenian dan
keragaman budaya Indonesia yang mencapai ribuan. Atau tentang keramahan
masyarakat asli Indonesia yang bermukim di pedalaman. Atau tentang
semangat juang anak-anak Indonesia meraih cita-citanya. Untuk yang
terakhir, kebetulan saya melihat gambar seorang kawan yang menampilkan
beberapa orang anak berseragam sekolah yang sedang menyeberang jembatan
di daerah Banten. Jembatan, mungkin belum bisa di sebut jembatan. Itu
hanya beberapa utas tali yang di hubungkan dari ujung ke ujung sisi
jalan yang berseberangan. Anak-anak menyeberang dengan meniti seutas
tali, mirip sebuah wahana outbound. Bedanya itu adalah wahana outbound
alam dimana resikonya adalah tercebur ke sungai di bawahnya yang
beraliran deras dan pastinya mereka tanpa pengaman. Rasa salut dan miris
menjadi satu dalam benak saya. Salut atas kegigihan mereka menggapai
cita-cita dan miris karena entah kenapa tak ada bangunan jembatan di
sana. Semua berakhir menjadi tanda Tanya.
Semoga saja sepenggal alasan di atas atau mungkin ada yang belum tertera dapat menimbulkan kebanggaan kita akan Indonesia.
****
Orang-orang bilang bangsa ini sedang carut marut. Saya pikir, benar juga.
Sering
terlintas dalam benak saya. Kisah-kisah Rasulullah zaman dahulu, masa
kepemimpinan beliau. Bagaimana makmurnya kehidupan rakyat pada masa itu.
Bagaimana nyamannya kehidupan orang-orang yang berlainan aqidah tatkala
berada dalam payung syari’at Islam.
Rasulullah yang tak pernah
memikirkan dirinya sendiri, seluruh hidupnya hanya di tujukan untuk
ummatnya. Hingga akhir hayatnya yang di ingat adalah ummatnya. Ummati, ummati. Rasulullah
bukan orang yang kaya, tapi tak pernah silau akan kemewahan. Beliau
adalah orang yang akan menangis saat mengetahui ada rakyatnya yang
kesulitan.
Rasulullah bukan sekedar presiden tapi beliau adalah
pemimpin ummat. Tapi beliau tak membutuhkan istana megah dan pengawal
berlimpah. Rumah Rasulullah adalah rumah yang sangat sederhana tanpa
gemerlap kemewahan. Mungkin itulah sebabnya mengapa hati Rasulullah
sangat peka akan keadaan rakyatnya, karena jarak pemimpin dan rakyat
tanpa batas.
Beliau juga tak membutuhkan pasukan pengaman Rasul.
Karena Rasulullah hanya yakin bahwa Allah yang Maha Melindungi.
Rasulullah tak butuh sikut kiri sikut kanan guna melanggengkan
kekuasaannya. Rasulullah begitu di cintai rakyatnya dan di segani
musuh-musuhnya. Kebijakan-kebijakan Rasulullah adalah perintah Allah
bukan hawa nafsu semata dan semuanya hanya untuk kemaslahatan rakyat.
Beliau yang tak “gila hormat” seringkali melihat langsung kondisi
rakyatnya untuk melihat apakah ada di antara rakyatnya yang hidup
kesusahan.
Tak terhitung banyaknya kisah Rasulullah mengenai
kepemimpinannya. Saya tak hidup di zaman beliau, tapi kisah beliau
melekat erat dalam ingatan. Terlebih melihat kondisi pemerintahan
seperti sekarang. Berbanding terbalik. Mungkin kita semua merindu sosok
pemimpin seperti Rasulullah, pemimpin yang adil dan bijaksana. Sosok
pemimpin yang sempurna.
Semoga di zaman ini, di zaman yang kata
orang akhlaq manusia sudah semakin menyimpang masih ada yang meneladani
sosok Rasulullah, meneladani akhlaq beliau dan menjadikan beliau sebagai
suri tauladan. Aamiin.
Kita yang merindu hadirnya sosok seperti
“Muhammad, Sang Presiden” yang hadir di tengah-tengah kita. Insya Allah,
semua harapan dan mimpi tak akan pernah mati.
Seperti lirik nasyid dari Snada berikut:
pemimpin yang adil bijaksana
impian kita semua
pembela yang benar perangi yang ingkar
pemimpin yang adil bijaksana
pemimpin yang sholeh dan amanah
dambaan kita semua
mantap aqidahnya kuat ibadahnya
pemimpin yang sholeh dan amanah
hanya satu contoh teladan
Muhammad pemimpin kita
lebih sayang umat ketimbang dirinya
betapa aku merindukannya
pemimpin yang jujur sederhana
idola kita semua
tidak suka harta bebani dirinya
lebih cinta pada Allah semata
Allahua’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar