Saat saya bertanya kepada intelektual muda Nahdatul Ulama, Zuhaeri Misrawi, "Ahmadiyah itu Islam atau bukan?" Maka, Misrawi yang lebih populer dengan panggilan Gus Mis ini hanya mengungkap bahwa Ahmadiyah adalah salah satu sekte dalam Islam yang muncul di Qadian dengan tokohnya Mirza Ghulam Ahmad.
Dalam
konstelasi Islam, Ahmadiyah memang unik. Di beberapa negara, seperti di
Arab dan Pakistan, pengikut Ahmadiyah dimusuhi secara terang-terangan.
Bahkan, di Pakistan, Ahmadiyah harus "keluar" dari Islam dan membentuk
agama baru yang bernama Ahmadi. Dengan demikian, jika kalangan Ahmadiyah
di Pakistan hendak menunaikan ibadah haji, mereka harus keluar dulu
dari negara tersebut lantaran pemerintah setempat hanya memberi izin
naik haji kepada yang beragama Islam sesuai yang tercantum di paspor.
Namun,
lantaran "dimusuhi" itulah, Ahmadiyah justru kerap menjadi perbincangan
dan nama kelompok ini pun salah satu mashab yang paling dikenal di
dunia selain Suni di Irak dan Syiah di Iran. Kenapa umat Islam marah
kepada Ahmadiyah? Menurut mereka yang anti-Ahmadiyah, faham Ahmadiyah
telah menyimpang dari ajaran pokok Islam.
Kalangan mainstream
berpegang pada tafsir bahwa Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam
adalah penutup para Nabi. Maka, siapa saja yang berkata ada Nabi
sesudahnya, dia murtad (keluar) dari Islam karena berarti telah
mendustakan ayat-ayat Al Quran dan sunnah shahih yang sangat jelas
menerangkan bahwa beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam, sebagai penutup
para nabi.
Di antara inti persoalan ketegangan tersebut adalah QS : Al Ahzab Ayat 40 berbunyi: "Maa kaana muhamadun abaa ahadin min rijalikum walakin rasullalahi wa khotamannabiyyin". Kalangan Islam mainstream
menerjemahkan ayat ini sebagai berikut: "Muhammad itu sekali-kali
bukanlah bapak dari seorang laki-laki dari kamu, tetapi dia adalah
Rasullullah dan penutup Nabi-nabi. Dan, Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu".
Sementara Ahmadiyah menerjemahkannya, "Muhamad bukanlah
bapak dari seorang laki-laki kamu, tetapi ia adalah seorang Rasul dan
"Khatamanabiyyin". "Khatamanabiyyin" oleh pengikut Ahmadiyah
diterjemahkan sebagai Nabi paling mulia dan nabi penutup yang membawa
syariat.
Friksi berikutnya adalah tentang Nabi Isa AS. Umat Islam
meyakini Isa tidak wafat, melainkan diangkat oleh Allah untuk kemudian
diturunkan kembali pada akhir zaman untuk memerangi musuh-musuh Islam.
Qs: 4:157: dan karena ucapan mereka, "Sesungguhnya Kami telah membunuh
Almasih, Isa putra Maryam, Rasul Allah", padahal mereka tidak
membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi(yang mereka bunuh
ialah) orang serupa dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang orang
yang berselisih faham tentang (pembunuhan) Isa, benar benar dalam
keraguan tentang yang di bunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan
tentang siapa yang di bunuh itu, kecuali mengikuti perasangka belaka,
mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.
Sementara
itu Ahmadiyah meyakini, Isa atau Imam Mahdi yang dipersonifikasikan
sebagai Mirza Ghulam Ahmad telah meninggal dan dikuburkan.
Secara demografis, pergerakan Jemaat Ahmadiyah telah
menyebar ke beberapa negara. Ahmadiyah mengaku memiliki cabang di 174
negara yang tersebar di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia,
Australia, dan Eropa. Dalam situs Ahmadiyah tertulis, saat ini jumlah
anggota mereka di seluruh dunia lebih dari 150 juta orang.
Jemaat
ini membangun proyek-proyek sosial, lembaga-lembaga pendidikan,
pelayanan kesehatan, penerbitan literatur-literatur Islam, dan
pembangunan masjid-masjid.
Gerakan ini menganjurkan perdamaian,
toleransi, kasih, dan saling pengertian di antara para pengikut agama
yang berbeda. Menurut Ahmadiyah, gerakan ini sebenar-benarnya percaya
dan bertindak berdasarkan ajaran Al Quran: "Tidak ada paksaan dalam
agama" (2:257) serta menolak kekerasan dan teror dalam bentuk apa pun
untuk alasan apa pun.
Pergerakan ini menawarkan nilai-nilai
Islami, falsafah, moral dan spiritual yang diperoleh dari Al Quran dan
sunnah Nabi Suci Islam, Muhammad SAW. Beberapa orang Ahmadi, seperti
almarhum Sir Muhammad Zafrullah Khan (Menteri Luar Negeri pertama dari
Pakistan; Presiden Majelis Umum UNO yang ke-17; Presiden dan Hakim di
Mahkamah Internasional di Hague) dan Dr Abdus Salam (peraih hadiah Nobel
Fisika tahun 1979) telah dikenal karena prestasi dan jasa-jasanya oleh
masyarakat dunia.
Ahmadiyah Qadian dan Lahore
Terdapat
dua kelompok Ahmadiyah. Keduanya sama-sama memercayai bahwa Mirza
Ghulam Ahmad adalah Isa al Masih yang telah dijanjikan Nabi Muhammad
SAW. Akan tetapi, dua kelompok tersebut memiliki perbedaan prinsip:
1.
Ahmadiyah Qadian, di Indonesia dikenal dengan Jemaat Ahmadiyah
Indonesia (berpusat di Bogor), merupakan kelompok yang mempercayai bahwa
Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang mujaddid (pembaru) dan seorang nabi
yang tidak membawa syariat baru.
2. Ahmadiyah Lahore, di
Indonesia dikenal dengan Gerakan Ahmadiyah Indonesia (berpusat di
Yogyakarta), adalah kelompok yang secara umum tidak menganggap Mirza
Ghulam Ahmad sebagai nabi, melainkan hanya sekadar mujaddid dari ajaran
Islam.
Selengkapnya, Ahmadiyah Lahore mempunyai keyakinan bahwa mereka:
1.
Percaya pada semua akidah dan hukum yang tercantum dalam Al Quran dan
hadis, serta percaya pada semua perkara agama yang telah disetujui para
ulama salaf dan ahlus-sunnah wal-jama'ah dan yakin bahwa Nabi Muhammad
SAW adalah nabi yang terakhir. 2. Nabi Muhammad SAW adalah
khatamun-nabiyyin. Sesudahnya tidak akan datang nabi lagi, baik nabi
lama maupun nabi baru. 3. Sesudah Nabi Muhammad SAW, malaikat Jibril
tidak akan membawa wahyu nubuwwat kepada siapa pun. 4. Apabila malaikat
Jibril membawa wahyu nubuwwat (wahyu risalat) satu kata saja kepada
seseorang, maka akan bertentangan dengan ayat: walâkin rasûlillâhi wa
khâtamun-nabiyyîn (QS 33:40) dan berarti membuka pintu
khatamun-nubuwwat. 5. Sesudah Nabi Muhammad SAW silsilah wahyu nubuwwat
telah tertutup, tetapi silsilah wahyu walayat tetap terbuka agar iman
dan akhlak umat tetap cerah dan segar. 6. Sesuai dengan sabda Nabi
Muhammad SAW, bahwa di dalam umat ini tetap akan datang auliya Allah,
para mujaddid dan para muhaddats, tetapi tidak akan datang nabi. 7.
Mirza Ghulam Ahmad adalah mujaddid abad 14 H. Dan, menurut hadis,
mujaddid akan tetap ada. Dan kepercayaan kami bahwa Mirza Ghulam Ahmad
bukan nabi, tetapi berkedudukan sebagai mujaddid. 8. Percaya kepada
Mirza Ghulam Ahmad bukan bagian dari Rukun Islam dan Rukun Iman. Maka,
orang yang tidak percaya kepada Mirza Ghulam Ahmad tidak bisa disebut
kafir. 9. Seorang Muslim, apabila mengucapkan kalimah thayyibah, dia
tidak boleh disebut kafir. Mungkin dia bisa salah, tetapi seseorang
dengan sebab berbuat salah dan maksiat tidak bisa disebut kafir. 10.
Ahmadiyah Lahore berpendapat bahwa Mirza Ghulam Ahmad adalah pelayan dan
pengemban misi Nabi Muhammad SAW.
Ahmadiyah di mata ulama إسلام
Ahmadiyah
adalah gerakan yang lahir pada tahun 1900 M, yang dibentuk oleh
pemerintah kolonial Inggris di India. Didirikan untuk menjauhkan kaum
Muslim dari agama Islam dan dari kewajiban jihad dengan gambaran/bentuk
khusus sehingga tidak lagi melakukan perlawanan terhadap penjajahan
dengan nama Islam. Gerakan ini dibangun oleh Mirza Ghulam Ahmad
Al-Qadiyani. Corong gerakan ini adalah Majalah Al-Adyan yang diterbitkan dalam bahasa Inggris.
Sementara
Mirza Ghulam Ahmad hidup pada tahun 1835-1908 M. Dia dilahirkan di Desa
Qadian, di wilayah Punjab, India, tahun 1835 M. Dia tumbuh dari
keluarga yang terkenal suka khianat kepada agama dan negara. Begitulah
dia tumbuh, mengabdi kepada penjajahan dan senantiasa menaatinya. Ketika
dia mengangkat dirinya menjadi nabi, kaum Muslimin bergabung
menyibukkan diri dengannya sehingga mengalihkan perhatian dari jihad
melawan penjajahan Inggris. Oleh pengikutnya, dia dikenal sebagai orang
yang suka menghasut/berbohong, banyak penyakit, dan pencandu narkotik.
Pemerintah Inggris banyak berbuat baik kepada mereka sehingga dia dan pengikutnya pun memperlihatkan loyalitas kepada Pemerintah Inggris.
Di antara
yang melawan dakwah Mirza Ghulam Ahmad adalah Syaikh Abdul Wafa’,
seorang pemimpin Jami’ah Ahlul Hadis di India. Beliau mendebat dan
mematahkan hujjah Mirza Ghulam Ahmad, menyingkap keburukan yang
disembunyikannya, kekufuran serta penyimpangan pengakuannya.
Ketika Mirza Ghulam Ahmad masih juga belum kembali kepada petunjuk kebenaran, Syaikh Abul Wafa’ mengajaknya ber-mubahalah
(berdoa bersama) agar Allah mematikan siapa yang berdusta di antara
mereka dan yang benar tetap hidup. Tidak lama setelah bermubahalah,
Mirza Ghulam Ahmad menemui ajalnya tahun 1908 M.
Pada awalnya,
Mirza Ghulam Ahmad berdakwah sebagaimana para dai Islam yang lain
sehingga berkumpul di sekelilingnya orang-orang yang mendukungnya.
Selanjutnya dia mengklaim bahwa dirinya adalah seorang mujaddid
(pembaru). Pada tahap berikutnya dia mengklaim dirinya sebagai Mahdi
Al-Muntazhar dan Masih Al-Maud. Lalu setelah itu mengaku sebagai nabi
dan menyatakan bahwa kenabiannya lebih tinggi dan agung dari kenabian
Nabi kita Muhammad SAW.
Dia mati meninggalkan lebih dari 50 buku, buletin, serta artikel hasil karyanya.
Di antara kitab terpenting yang dimilikinya berjudul Izalatul Auham, I’jaz Ahmadi, Barahin Ahmadiyah, Anwarul Islam, I’jazul Masih, At-Tabligh, dan Tajliat Ilahiah.
Menurut
para penentang Ahmadiyah, permulaan ketenarannya dimulai dengan
seolah-olah membela Islam. Setelah ia meninggalkan pekerjaan kantornya,
ia mulai mempelajari buku-buku India Nasrani sebab pertentangan dan
perdebatan pemikiran begitu santer terjadi antara kaum Muslimin, para
pemuka Nasrani, dan Hindu. Kebanyakan kaum Muslimin sangat menghormati
orang-orang yang menjadi wakil Islam dalam perdebatan tersebut. Segala
fasilitas duniawi pun diberikan kepadanya. Ghulam Ahmad berfikir bahwa
pekerjaan itu sangat sederhana dan mudah, mampu mendatangkan materi
lebih banyak dari pendapatannya saat bekerja di kantor.
Untuk
mewujudkan gagasan yang terlintas dalam benaknya, pertama kali yang ia
lakukan ialah menyebarkan sebuah pengumuman yang menentang agama Hindu.
Berikutnya, ia menulis beberapa artikel di beberapa media massa untuk
mematahkan agama Hindu dan Nasrani. Kaum Muslimin pun akhirnya
memberikan perhatian kepadanya. Itu terjadi pada tahun 1877-1878 M.
Pada
gilirannya, ia mengumumkan telah memulai proyek penulisan buku sebanyak
lima puluh jilid, berisi bantahan terhadap lontaran-lontaran syubhat
yang dilontarkan oleh kaum kuffar terhadap Islam. Oleh karena itu, ia
mengharapkan kaum Muslimin mendukung proyek ini secara material.
Sebagian besar kaum Muslimin pun tertipu dengan pernyataannya yang
palsu, bahwa ia akan mencetak kitab yang berjumlah lima puluh jilid.
Sejak
itu pula, ia menceritakan beberapa karomah (hal-hal luar biasa) dan
kusyufat tipuan yang ia alami. Dengan demikian, orang awam menilainya
sebagai wali Allah, tidak hanya sebagai orang yang berilmu. Orang-orang
pun bersegera mengirimkan uang-uang mereka yang begitu besar kepadanya
guna mencetak kitab yang dimaksud [Majmu’ah I’lanat Ghulam Al-Qadiyani,
1/25].
Volume pertama buku yang ia janjikan terbit tahun 1880 M, dengan judul Barahin Ahmadiyah.
Buku ini sarat dengan propaganda dan penonjolan karakter penulisnya,
cerita tentang alam gaib yang berhasil ia ketahui, juga berisi karomah
dan kusyufatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar