Ilustrasi (kidsklik.com)
Kesederhanaan
akhir-akhir ini menjadi makhluk langka, apalagi di tengah-tengah
perkotaan yang megah. Kesederhanaan identik dengan kebodohan dan
kemiskinan. Mereka beranggapan bahwa kesederhanaan adalah hidup yang
susah dan identik dengan kehidupan yang menderita, padahal anggapan
seperti ini adalah anggapan yang keliru dan jauh dari apa yang telah di
ajarkan oleh Rasulullah SAW. Sudah seharusnya dalam kehidupan kita
sehari hari untuk selalu meneladani gaya hidup ala Rasulullah tercinta.
Karena hidup sederhana bukanlah berarti hidup susah dan menderita karena
semua keinginannya tidak terpenuhi, bukan berarti juga meninggalkan
kesenangan dunia tapi, kita harus sadar bahwa di setiap kesenangan pasti
akan dimintai pertanggungjawabannya, sementara kita sering lupa bahwa
kita akan mempertanggungjawabkan nikmat yang kita terima. Seperti:
“Kemudian sungguh, pada hari itu kamu akan ditanya tentang kenikmatan yang kamu peroleh hari ini (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. Al-Takatsur [102]: 8)
Kisah
kesederhanaan Rasulullah SAW terekam dalam sebuah hadits yang
menceritakan betapa beliau tidak mempunyai keinginan menumpuk harta,
walaupun jikalau mau sangatlah mudah baginya. Ketika Islam telah
berkembang luas dan kaum muslimin telah memperoleh kemakmuran, Sahabat
Umar bin Khattab RA berkunjung ke rumah Rasulullah SAW ketika dia telah
masuk ke dalamnya, dia tertegun melihat isi rumah beliau, yang ada
hanyalah sebuah meja dan alasnya hanya sebuah jalinan daun kurma yang
kasar, sementara yang tergantung di dinding hanyalah sebuah geriba
(tempat air) yang biasa beliau gunakan untuk berwudhu. Keharuan muncul
dalam hati Umar Ra. Tanpa disadari air matanya berlinang, maka kemudian
Rasulullah saw menegurnya. “Gerangan apakah yang membuatmu menangis?”
Umar pun menjawabnya, “bagaimana aku tidak menangis Ya Rasulullah? Hanya
seperti ini keadaan yang kudapati di rumah Tuan. Tidak ada perkakas dan
tidak ada kekayaan kecuali sebuah meja dan sebuah geriba, padahal di
tangan Tuan telah tergenggam kunci dunia Timur dan dunia Barat, dan
kemakmuran telah melimpah.” Lalu beliau menjawab “Wahai Umar aku ini
adalah Rasul Allah, Aku bukan seorang Kaisar dari Romawi dan bukan pula
seorang Kisra dari Persia. Mereka hanya mengejar duniawi, sedangkan aku
mengutamakan ukhrawi.
Kata-kata Aku bukan Kaisar Romawi, Aku bukan
Kisra Persia, tidak berarti Rasulullah tidak memiliki kesempatan,
mengingat keterangan Umar bahwa di tangan Rasulullah-lah tergenggam
kunci dunia Timur dan dunia Barat. Namun niat Rasulullah saw dalam
kalimat terakhir itu merupakan kata paling berharga “Mereka hanya
mengejar duniawi, sedangkan aku mengutamakan ukhrawi.” Apa yang
diisyaratkan Rasulullah saw sangatlah jelas, bahwa tidak selamanya hidup
dengan kemewahan dan gelimang harta adalah berkualitas, justru
sebaliknya. Seringkali kehidupan semacam itu menjadikan hidup terasa
kering dan sunyi, sombong dan akan lebih menjauhkan diri kita dari cinta
dan kasih Allah. Kondisi seperti ini adalah seburuk buruk hati,
bukankah Allah sangat membenci sesuatu yang serba berlebih lebihan?
Ingatlah kesederhanaan adalah kemuliaan, kesederhanaan baru bisa
terwujud kala kita menyadari bahwa hidup di dunia hanyalah persinggahan
dari perjalanan panjang manusia menuju Tuhan.
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/02/18772/kesederhanaan-ala-rasulullah-saw/#ixzz1mpnGXNlo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar